tag:blogger.com,1999:blog-43037974056102599072024-03-07T23:28:30.712-08:00CERITA HEBOHPrivate Securityhttp://www.blogger.com/profile/10275932906534986125noreply@blogger.comBlogger52125truetag:blogger.com,1999:blog-4303797405610259907.post-69345011743834554162011-03-08T01:04:00.001-08:002011-03-08T01:04:20.004-08:00Nasib Wulan Si Gadis Desa<span class="Apple-style-span" style="border-collapse: separate; color: black; font-family: 'Times New Roman'; font-size: small; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; letter-spacing: normal; line-height: normal; orphans: 2; text-indent: 0px; text-transform: none; white-space: normal; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span class="Apple-style-span" style="color: #333333; font-family: Verdana,Arial,Tahoma,Calibri,Geneva,sans-serif; font-size: 13px;">Cerita ini adalah dramatisasi dari kisah nyata, dan merupakan satu dari beberapa cerita lepas dengan tokoh utama yang sama. Antara satu dan lainnya tidak harus dibaca berurutan.<br />
<br />
Sebut saja namaku Paul. Aku bekerja di sebuah instansi pemerintahan di kota S, selain juga memiliki sebuah usaha wiraswasta. Cerita berikut ini bukan pengalamanku sendiri, melainkan pengalaman seorang rekanku, sebut saja dia Ta. Kami memang punya "hobi" yang sama, namun Ta punya trik tersendiri untuk menyalurkan hobinya. Kini selain terdaftar di kota asalnya, ia juga resmi penduduk sebuah desa yang agak terpencil.<br />
Berikut adalah caranya mendapatkan kembang desa, meski sudah beristri tiga orang.<br />
<br />
Wulan terbangun dengan kepala yang pusing. Namun entah mengapa kedua tangannya tidak dapat digerakkan. Seluruh tubuhnya terasa hangat. Sambil mengerjapkan matanya, gadis itu memandang sekelilingnya. Ternyata ia berada dalam sebuah kamar yang belum pernah dilihatnya, terbaring di atas ranjang empuk dan besar yang berwarna merah jambu. Dari jendela yang tertutup terbayang hari sudah gelap. Dalam kamar itu sendiri hanya ada sebuah lampu kecil yang menyala remang-remang. Wulan hanya ingat Sabtu sore tadi setelah bertanding bola volley melawan sekolah dari kecamatan tetangga, ia harus berlari-lari dalam gerimis hujan menuju rumah neneknya untuk menginap malam ini, karena rumahnya terlalu jauh dari lapangan volley.<br />
<br />
Seperti umumnya gadis desa lainnya, meskipun tidak terlalu tinggi, namun Wulan memiliki tubuh yang montok dan padat. Buah dadanya yang membusung kencang seolah tidak muat dalam bra bekas kakaknya yang kekecilan. Ditunjang dengan kulitnya yang kuning langsat mulus dan rambut sebahu, wajahnya yang manis sering membuat pemuda desa terpaku dan menelan ludah saat gadis itu lewat dengan goyangan<br />
pinggulnya. Pantatnya yang montok selalu menonjol di balik rok seragam sekolahnya, yang biarpun di bawah lutut, ketatnya memperlihatkan garis celana dalam gadis itu.<br />
<br />
Bukan hanya para pemuda, beberapa orang yang telah beristri pun berangan-angan menjadikan gadis kelas 1 SMU itu istri mudanya. Menurut katuranggan, gadis macam Wulan rasanya peret dan legit, pasti akan memberikan kenikmatan sepanjang malam, membuat suaminya betah di rumah. Tidak heran, tiap kali ada pertandingan volley, selalu<br />
banyak penontonnya, meski kebanyakan hanya menonton paha Wulan yang bercelana pendek dan guncangan buah dadanya saat gadis itu memukul bola.<br />
<br />
"Ah, sudah bangun Nduk..?" sebuah suara dan lampu yang menyala terang mengagetkan gadis itu. Tampak seorang pria kekar memasuki ruangan. Wulan mengenalinya sebagai Ta, seorang terpandang di desanya. Meski bukan penduduk desa itu, namun suka kawin-cerai dengan gadis-gadis di sini. Dalam sebulan paling ia hanya di rumah satu-dua hari saja, selebihnya "kerja dikota". Sekarang ini istrinya di sini sudah ada tiga orang, semuanya masih belasan tahun dan cantik-cantik, namun masih suka menggoda Wulan tiap kali bertemu. Bahkan baru saja ia pernah berusaha melamar gadis<br />
itu namun tidak berhasil.<br />
<br />
Wulan berusaha bangun, namun tangan dan kakinya tetap lemas tidak dapat bergerak. "Tenang saja Nduk, nggak usah banyak gerak. Malam ini kamu di sini dulu." kata Ta.<br />
<br />
Tidak sengaja Wulan melihat ke dinding kamar, dan dari cermin besar yang terpasang di sana, ia menyadari kedua tangannya terikat menjadi satu di atas kepalanya, demikian juga kedua kakinya yang terentang ke sudut-sudut ranjang, seperti huruf Y terbalik. Seluruh tubuhnya tertutup selimut, namun ujung selimut yang tersingkap memperlihatkan sebagian paha gadis itu. Di sudut ranjang tampak terserak baju seragam dan rok yang tadi dipakainya.<br />
<br />
"Pak Ta, Wulan dimana? Kenapa Wulan begini?" tanya gadis itu dengan panik. Ia mulai teringat saat berlari ke rumah neneknya tadi seseorang menariknya dari belakang dan menempelkan sesuatu yang berbau menyengat ke wajahnya, kemudian semuanya menjadi gelap, hingga akhirnya ia kemudian tersadar di situ.<br />
<br />
"Tenang Wulan, kamu baik-baik saja. Malam ini kita akan kawin. Minggu lalu saya sudah melamarmu pada bapakmu. Sekarang kita akan nikmati malam pertama kita." kata Ta sambil menyeringai.<br />
<br />
"Enggak! Enggak! Kemarin Bapak bilang ditolak! Wulan nggak mau!" gadis itu berusaha meronta, namun ikatan tangan dan kakinya terlalu kuat baginya.<br />
<br />
Sambil tertawa terkekeh, Ta perlahan menarik selimut yang menutupi tubuh gadis itu, membuat Wulan terpekik karena penutup tubuhnya perlahan terbuka, sedangkan ternyata di balik selimut itu ia sudah telanjang bulat.<br />
<br />
"Jangan! Jangan! Aduh jangan! Pak Ta, jangan Pak! Tolong..!" Dengan sigap Ta mengambil pakaian dalam Wulan yang terserak di atas ranjang, lalu menyumpal mulut gadis itu dengan celana dalamnya sendiri, dan mengikatnya ke belakang dengan bra gadis itu.<br />
<br />
"Pak? Kamu panggil aku Pak? Aku ini suamimu, tahu! Panggil aku Kangmas!" seru Ta sambil menampar pipi Wulan sampai gadis itu memekik kesakitan.<br />
<br />
Ta semakin beringas melihat tubuh Wulan yang montok telanjang bulat. Kedua paha gadis manis itu terentang lebar mempertontonkan bibir kemaluannya yang jarang-jarang rambutnya.<br />
<br />
"Diam Sayang! Ini malam kita bedah kelambu! Kalau bapakmu yang tolol itu tidak mau anaknya dilamar baik-baik, kita lihat saja besok! Karena besok anak perawannya sudah tidak perawan lagi!"<br />
<br />
Tanpa basa basi Ta segera membuka pakaiannya sendiri, lalu melompat ke atas ranjang. Wulan dengan sia-sia meronta dan menjerit saat Ta menindih tubuhnya yang telanjang bulat tanpa sehelai benang pun. Gadis itu bahkan tidak bisa untuk sekedar merapatkan pahanya yang terkangkang lebar.<br />
<br />
Pekikan Wulan tertahan sumpalan celana dalam saat Ta meremas buah dada gadis itu dengan kerasnya. Rontaan dan pekikan gadis cantik itu sama sekali tidak digubris. Ta kemudian menempatkan kejantanannya tepat di depan bibir kemaluan Wulan.<br />
<br />
"Diam Sayang! Jangan takut, enak sekali kok! Nanti pasti kamu ketagihan. Sekarang biar Kangmas ambil perawanmu..." sambil berkata begitu Ta menghujamkan kejantanannya memasuki hangatnya keperawanan Wulan.<br />
<br />
Selaput dara gadis itu terasa sedikit menghalangi, namun bukan tandingan bagi keperkasaan kejantanan Ta yang terus menerobos masuk.<br />
<br />
"Haanggkk..! Aahhkk..!" Napas gadis itu terputus-putus dan matanya yang bulat indah terbeliak lebar saat Wulan merasakan perih tiba-tiba menyengat selangkangannya.<br />
<br />
Tubuh montok gadis itu tergeliat-geliat merangsang dengan napas tersengal-sengal sambil terpekik tertahan-tahan ketika Ta dengan perkasa menggenjotkan kejantanannya menikmati hangatnya kemaluan perawan Wulan yang terasa begitu peret.<br />
<br />
"Aahh... enak sekali tempikmu... aahh... Wulaaanh... enak kan Nduk..?<br />
Terus ya Nduk..?" Ta mendesah merasakan nikmatnya mengambil kegadisan si kembang desa.<br />
<br />
Wulan sambil merintih tidak jelas menggelengkan kepala dan meronta berusaha menolak, namun semua usahanya sia-sia, dan gadis itu kembali terpekik dan tersentak karena Ta kini dengan kuat meremasi kedua payudaranya yang kencang menantang. Memang benar kata orang, gadis seperti Wulan memang sangat memuaskan, wajahnya yang cantik, buah dadanya yang tegak menantang bergerak naik turun seirama napasnya yang tersengal-sengal, tubuhnya yang montok telanjang bersimbah keringat, kedua pahanya yang mulus bagai pualam tersentak terkangkang-kangkang, bibir kemaluannya tampak megap-megap dijejali kejantanan Ta yang begitu besar.<span class="Apple-converted-space"> </span><br />
<br />
Sementara dinding kemaluannya terasa seperti mencucup-cucup tiap kali gadis itu terpekik tertahan. Wulan dengan airmata berlinang merintih memohon ampun, namun<br />
tusukan demi tusukan terus menghajar selangkangannya yang semakin perih. Payudaranya yang biasanya tersenggol pun terasa sakit kini diremas-remas tanpa ampun. Belum lagi rasa malu diikat dan ditelanjangi di depan orang yang tidak dikenalnya, lalu diperkosa tanpa dapat berkutik. Rasanya bagai bertahun-tahun Wulan disetubuhi tanpa mampu melawan sedikitpun.<br />
<br />
"Hhh..! Wulanh..! Wulaann..! Sekarang Mas bikin kamu hamil, sayangghh..! Aah... ambil Nduk! Nih! Nih! Niih..!"<br />
<br />
Tanpa dapat ditahan lagi Ta menyemburkan spermanya dalam hangatnya kemaluan Wulan sambil sekuat tenaga meremas kedua payudara gadis itu, membuat Wulan tergeliat-geliat dan terpekik-pekik tertahan sumpalan celana dalam di mulutnya. Kepala gadis itu terasa berputar menyadari ia akan hamil. Perlahan pandangan gadis itu menjadi<br />
gelap.<br />
<br />
Wulan kembali tersadar oleh dengusan napas di depan wajahnya. Sebelum sadar sepenuhnya, sengatan perih di selangkangannya membuat gadis itu terpekik dan meronta. Namun tangan dan kakinya tidak mau bergerak, dan pekikan-pekikannya tidak dapat keluar. Dengan gemas Ta kembali menggenjotkan kejantanannya menikmati keperawanan Wulan. Ta tidak tahan lagi untuk tidak kembali menggagahi gadis itu, memandanginya tergolek telanjang bugil tanpa daya di atas ranjang. Pahanya yang putih mulus terkangkang seolah mengundang, bibir kemaluannya yang berambut jarang terlihat berbercak merah, tanda Wulan memang betul-betul masih perawan, tadinya.<br />
<br />
Kedua payudara gadis itu berdiri tegak menjulang, dengan puting susu yang kemerahan menggemaskan. Sementara wajahnya yang manis dan bau tubuhnya yang harum alami sungguh membuat Ta lupa diri. Dengan istri muda seperti Wulan, ia tidak akan mau tidur sekejap pun, tidak perduli gadis itu suka atau tidak.<br />
<br />
"Aah..! Ahk! Angkung (ampun)..! Aguh (aduh).. hakik (sakit).. angkung (ampun)..!" Wulan merintih-rintih tidak jelas dengan mulut tersumpal celana dalam di sela-sela jeritan tertahan.<br />
<br />
Tanpa mampu merapatkan pahanya yang terkangkang, gadis itu merasakan kemaluannya semakin perih tiap kali Ta menggerakkan kejantanannya. Tiap detik, tiap genjotan terasa begitu menyakitkan, Wulan berharap kembali pingsan saja agar perkosaan ini segera berlalu.<br />
<br />
Namun gadis itu tanpa daya merasakan bagian bawah tubuhnya terus ditusuk-tusuk benda yang begitu besar.<br />
<br />
Ta semakin giat menggenjotkan kejantanannya dalam hangatnya kemaluan Wulan yang peret dan mencucup-cucup menggiurkan. Istri barunya ini memang pintar memuaskan suami di atas ranjang. Apalagi kalau nanti diajak tidur beramai-ramai bersama satu atau dua istrinya yang lain. Membayangkan meniduri dua atau tiga gadis sekaligus membuat Ta semakin bersemangat menyodok kemaluan Wulan, semakin cepat, semakin dalam.<br />
<br />
Ta merasakan kejantanannya menyentuh dasar kemaluan gadis itu bila disodokkan dalam - dalam. Wulan sendiri hanya merintih tampak pasrah mempersembahkan kesuciannya pada Ta. Airmata gadis itu tampak berlinang membasahi pipinya yang kemerahan. Tubuh montok gadis itu tergelinjang-gelinjang kesakitan tiap kali kejantanan Ta menyodok masuk dalam kemaluannya yang begitu sempit. Dengan menggeram seperti<br />
macan menerkam mangsa, Ta dengan nikmat menyemburkan sperma dalam kehangatan tubuh Wulan yang terpekik tertahan-tahan.<br />
<br />
Semalam suntuk Ta dengan gagahnya memperkosa Wulan, setidaknya lima kali gadis itu disetubuhi tanpa daya. Entah berapa kali Wulan pingsan ketika Ta mencapai puncak, hanya untuk tersadar ketika tubuhnya kembali dinikmati dengan buasnya. Selangkangan gadis itu terasa perih dan panas, seperti ditusuk-tusuk besi yang merah membara. Payudaranya serasa lecet diremas habis-habisan, terkena semilir angin pun perih. Punggung gadis itu perih tergores kuku Ta.<br />
<br />
Namun siksaan tanpa belas kasihan itu tidak kunjung usai, bagai tidak mengenal lelah kejantanan Ta terus bertubi-tubi menusuk dalam-dalam, kedua tangannya seperti capit kepiting terus mencengkeram buah dada Wulan. Sementara gadis itu dengan tangan dan kaki terikat erat tidak mampu berkutik, apalagi menghindar atau mencegah. Bahkan menjerit pun Wulan tidak mampu, tenaganya sudah habis dan sumpalan celana dalamnya sendiri membuat pekikannya hanya seperti erangan. Bagai berabad-abad Wulan dibuat bulan-bulanan tanpa daya.<br />
<br />
Dari sela-sela jendela yang tertutup, sinar matahari pagi menerobos masuk. Dengan lemas Ta berbaring di sisi Wulan yang terisak-isak. Sungguh luar biasa istri barunya ini, semalam suntuk gadis ini mampu melayani suaminya. Dari jam tujuh malam sampai jam enam pagi, dalam sebelas jam gadis itu mampu lima-enam kali memuaskan suaminya,<br />
meskipun harus sedikit dipaksa. Kalau saja kemarin tidak minum obat kuat, mungkin saja pagi ini Ta tidak dapat bangun. Sambil tersenyum lebar, Ta bangkit dan mengenakan pakaian.<br />
<br />
Perlahan Ta membuka sumpalan mulut Wulan. Gadis itu sendiri masih telanjang bulat dengan tangan dan kaki terikat terentang lebar.<br />
<br />
"Nduk, kalau jadi istriku, kamu minta apa saja pasti aku beri. Mau kalung? Gelang? Rumah? Sepeda motor? Jangan takut, sebagai istri orang kaya, semua keinginanmu akan terkabul."<br />
<br />
"Nggak mau... lepasin Wulan... Wulan mau pulang..!" isak gadis itu menghiba.<br />
<br />
"Rumah kita sekarang di sini Nduk, kamu sudah jadi istriku." bujuk Ta. "Enggak... enggak mau. Wulan mau pulang!" gadis itu berusaha meronta tanpa hasil.<br />
<br />
"Jangan buat suamimu ini marah, Nduk! Kamu sudah jadi istriku, aku bebas berbuat apa saja dengan kamu! Jangan keras kepala!" seru Ta jengkel.<br />
<br />
Wulan sambil terisak terus menggelengkan kepala. Berulangkali bujukan dan ancaman Ta tidak dihiraukan Wulan, membuat Ta naik pitam.<br />
<br />
"Baik, jadi kamu tidak ingin jadi istriku. Baik, kamu sendiri yang minta, Nduk! Jangan salahkan aku kalau aku bertindak tegas!" kata Ta sambil membuka ikatan kaki Wulan.<br />
<br />
Ta kemudian membuka ikatan tangan gadis itu dari besi ranjang, namun kedua pergelangan tangannya tetap terikat erat. Lalu dengan menarik ujung tali yang mengikat tangan Wulan, Ta menyeret gadis yang masih telanjang bulat itu keluar kamar. Karena tubuhnya masih lemas, Wulan tidak kuasa menolak dirinya yang masih bugil diseret sampai ke jalan desa yang terang benderang.<br />
<br />
"Hei, lihat! Lihat ini! Sungguh memalukan!" seru Ta sambil menyeret gadis yang mati - matian berusaha menutupi ketelanjangannya. "Ada apa Pak Ta? Apa yang terjadi?" tanya orang-orang desa yang segera saja mengerumuni keduanya.<br />
<br />
"Lihat ini! Perempuan ini sudah membuat desa kita tercemar! Dia berzinah dengan laki-laki! Saya pergoki mereka di rumah kosong di tepi desa! Sayang laki-lakinya kabur, tapi saya tahu orangnya! Pasti nanti akan kita tangkap!" seru Ta berapi-api.<br />
<br />
"Tidak! Tidak.. tolong..!" sia-sia Wulan berusaha membantah, suaranya tertelan ramainya suasana.<br />
<br />
"Lihat! Ini bukti perempuan ini sudah berzinah!" Ta menunjuk ke arah selangkangan gadis itu yang berbercak darah.<br />
<br />
Kerumunan orang bergumam dan mengangguk-anggukkan kepala. "Tidak! Saya tidak ber..." perkataan Wulan terputus oleh teriakan salah seorang.<br />
<br />
"Bawa ke balai desa! Biar dihukum adat di sana!" serunya. Seseorang lain menarik tali yang mengikat tangan Wulan dan menyeret gadis telanjang bulat itu menuju ke balai desa. Sepanjang jalan mereka berteriak-teriak, membuat semakin banyak orang keluar rumah melihat Wulan yang bugil diseret. Anak-anak kecil berlari-lari mengikuti sambil tertawa-tawa mengejek.<br />
<br />
Di balai desa, tepat di tengah pendopo, tali pengikat tangan Wulan ditarik ke atas dan diikatkan dengan tiang di atasnya. Kini gadis telanjang bulat itu berdiri tegak dengan tangan terikat ke atas. Wulan tahu bahwa hukuman bagi orang yang berzinah biasanya keduanya ditelanjangi, kemudian diikat seharian di balai desa. Seperti dirinya sekarang, namun ia hanya sendirian dan ia sama sekali tidak berzinah. Gadis itu diperkosa berkali - kali, lalu difitnah berzinah oleh pemerkosanya sendiri. Namun siasia gadis itu berusaha membantah, suaranya yang kecil hilang ditelan ramainya orang di sekitarnya. Dan kini ia berdiri telanjang bulat sendirian dikelilingi belasan warga.<br />
<br />
Isakan tangis Wulan semakin keras mendengar tawa orang-orang yang mengelilinginya, berkomentar mencemooh tentang kemulusan tubuhnya, buah dadanya yang ranum kemerah-merahan bekas diremas, pantatnya yang bulat, pahanya yang mulus. Isakan gadis itu terhenti ketika sebuah truk berhenti di depan balai desa. Beberapa ibu-ibu yang turun dari truk terheran-heran melihat ke arah Wulan. Beberapa orang kemudian<br />
menurunkan barang-barang dari truk. Wulan tersadar, hari ini hari pasar, dan ratusan orang akan berkumpul hanya beberapa meter darinya. Ratusan orang akan melihat dirinya telanjang bulat tanpa tertutup sehelai benang pun.<br />
<br />
Kepala gadis itu terasa berputar, saat Ta berbisik di telinganya, "Rasakan akibatnya kalau kamu tidak mau jadi istriku! Sekarang semua orang tahu kamu sudah tidak perawan, dan semua orang juga sudah pernah melihat kamu tanpa pakaian!"<br />
<br />
Perlahan gadis itu kembali terisak dan berpikir seandainya saja ia menerima menjadi istri Ta.</span></span>Private Securityhttp://www.blogger.com/profile/10275932906534986125noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4303797405610259907.post-35385681040197502382011-03-08T01:03:00.001-08:002011-03-08T01:03:36.648-08:00Pemerkosaan Wanita STW<span class="Apple-style-span" style="border-collapse: separate; color: black; font-family: 'Times New Roman'; font-size: small; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; letter-spacing: normal; line-height: normal; orphans: 2; text-indent: 0px; text-transform: none; white-space: normal; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span class="Apple-style-span" style="color: #333333; font-family: Verdana,Arial,Tahoma,Calibri,Geneva,sans-serif; font-size: 13px;">Bu Misye dalam perjalanan pulang dari tempat ia bekerja terpaksa berteduh karena dia tidak membawa jas hujan. Bu Misye berteduh di sebuah bangunan yang belum jadi namun sudah beratap. Setelah menyandarkan motornya Bu Misye mencari tepat duduk dan ternyata ada sebuah kursi panjang. Pakaian yang dikenakan suadah basah semua, Bu Misye sebelumnya berniat untuk tidak berteduh namun karena hujannya semakin lebat dan disertai angin dan petir maka ia memutuskan untuk berteduh, walaupun dalam hatinya cemas karena hari sudah menjelang gelap namun tanda-tanda hujan akan reda belum muncul.<br />
<br />
Belum lama duduk datang seorang pemuda tanggung yang juga akan berteduh. Setelah menyandarkan Tiger yang dipakainya, pemuda itu cepat-cepat masuk ke bangunan yang belum jadi tersebut. Bu Misye pertama agak khawatir dengan pemuda tersebut namun akhirnya kekhawatirannya akhirnya hilang karena melihat penampilannya juga keramahannya. Bu Misye melempar senyum dibalas dengan senyum oleh pemuda tersebut.<br />
<br />
Pemuda tanggung tersebut berkulit putih bersih dan wajah yang diakui oleh Bu Misye memang tampan. Pemuda tersebut duduk di kursi panjang agak berjauhan letaknya dengan Bu Misye.<br />
"Cuma sendirian Bu?" pemuda tersebut memulai pembicaraan.<br />
"Iya Dik" Bu Misye menjawab.<br />
"Adik dari mana?" lanjutnya.<br />
"Dari rumah teman, sedang Ibu sendiri dari mana?" pemuda itu menyambung.<br />
"Dari tempat kerja Dik" Bu Misye menjawab.<br />
"Koq sampai sore Ibu, memang tidak dijemput oleh suami atau putra Ibu?" pemuda tersebut kembali bertanya.<br />
"Ndak Dik.. walau udah tua Ibu berusaha sendiri lagian anak-anak Ibu udah berkeluarga semua" Bu Misye menyahut.<br />
"Eh Adik masih kuliah kelihatannya, nama Adik siapa biar enak kalau manggilnya" lanjut Bu Misye, walau dalam hatinya dia agak bingung kenapa harus bertanya namanya.<br />
"Iwan Ibu, masih kuliah semester pertama, nama Ibu?" jawab pemuda tersebut.<br />
"Misye" jawab Bu Misye.<br />
"Ibu umurnya berapa koq ngakunya sudah tua?" Iwan bertanya.<br />
"Udah hampir limapuluh Dik Iwan" jawab Bu Misye.<br />
"Koq masih keliatan lebih muda dari usia Bu Misye lho?" lanjut Iwan.<br />
<br />
Pembicaraan terhenti sebentar. Baju yang dipakai oleh Bu Misye yang basah secara jelas mencetak buah dadanya yang sekal terbungkus oleh BH hitam yang keliatan sangat menantang di usianya. Rambutnya yang teruarai lurus sebahu tampak basah juga. Kulitnya yang putih tampak titik air yang masih membasahinya. Iwan terus memandangi tubuh yang Bu Misye.<br />
"Tubuh Ibu masih bagus lho, Bu Misye tentu sangat bisa merawat tubuh" tiba-tiba Iwan memecah kesunyian.<br />
Bu Misye agak kaget dengan pertanyaan Iwan. Dia agak tersinggung dengan pertannyan itu apalagi mata Iwan yang tidak lepas dari dadanya. Anak ini ternyata agak kurang ajar.<br />
<br />
Belum lagi keterkejutannya hilang, Iwan berkata lagi, "Tentu suami Ibu sangat sengan dengan istri yang secantik dan semolek Bu Misye" Iwan berkata sambil meremas-remas kemaluannya yang masih dibungkus celananya.<br />
Melihat situasi yang kurang baik itu, Bu Misye tidak menjawab, dia langsung berdiri menuju ke motornya walaupun hujan tampaknya semakin menjadi-jadi. Namun tangan Iwan lebih dulu menyahut tangan Bu Misye. Bu Misye semakin marah.<br />
"Kau mau apa haa?" hardiknya.<br />
"Hujan masih lebat, sedang kita cuma berdua.. saya menginginkan Ibu" sahut Iwan dengan santainya sambil merangkul Bu Misye dari belakang.<br />
"Menginginkan apa?" Bu Misye agak berteriak sambil berusaha melepaskan pelukan Iwan.<br />
"Menginginkan tubuh Ibu.." Iwan berkata sambil tangannya beraksi menggerayangi tubuh Bu Misye dari belakang.<br />
"Jangan Dik Iwan.. apa kamu nggak merasa umurku.. sebaya dengan ibumu" Bu Misye berusaha untuk mengingatkan.<br />
"Justru itu saya suka" Iwan menyahut.<br />
Tangan kirinya merangkul Bu Misye dari belakang, tangan kananya berusaha menyingkap rok yang dipakai Bu Misye setelah tersingkap ke atas Iwan mengeluarkan penisnya yang sudah keras berdiri. Tak ketinggalan CD yang dipakai oleh Bu Misye dipelorotkan ke bawah.<br />
<br />
Tangan Iwan meraba-raba memek Bu Misye yang ditumbuhi oleh jembut yang rimbun. Jarinya berusaha masuk ke lubang kenikmatan Bu Misye.<br />
"Dik Iwan.. To.. long.. hentika.. ka.. ka.. ka.. mu nggak se.. harusnya mela.. kuka.. ini.. Dik Iwan Iwan.." Bu Misye berusaha mengingatkan lagi dengan terbata-bata.<br />
"Ah.. Jangan.. Dik Iwan.. Ibu.. sudah tua.. ingat.." tambahnya lagi.<br />
Iwan tidak menggubris kata-kata Bu Misye jarinya sudah masuk ke vagina Bu Misye dan bermain-main di dalamnya. Kemudian Iwan berusaha membalikkan tubuh Bu Misye, setelah itu dengan kasar Iwan mendorong tubuh molek itu sehingga jatuh terjerebab ke tanah. Dengan posisi duduk mengkangkang Bu Misye berusaha bangkit lagi dari duduknya. Pahanya yang mulus tersingkap sampai ke pangkalnya. Pakaian bagian atas acak-acakkan tampak sebagian kutang warna hitam yang seolah tak mampu menahan volume buah dada indah Bu Misye.<br />
<br />
Belum sempat berdiri Iwan berkata sambil melepaskan celana dan bajunya, "Bu Misye, anda berteriakpun tak akan ada orang yang mendengar.. tempat ini agak jauh dari rumah penduduk sebaiknya Bu Misye tidak usah macam-macam"<br />
"Aku tak kan sudi melayani kamu.. anak muda" Bu Misye setengah berteriak.<br />
"Sudah jangan banyak bicara lepaskan pakaianmu.. cepat.. daripada aku menyakiti Ibu" sahut Iwan sambil melepaskan celana dalamnya, tampak batang kontolnya yang sudah mengacung keras.<br />
<br />
Airmata Bu Misye mulai berlinang. Dia merasa sangat ketakutan dan galau hatinya. Dia merasa tak berharga dihadapan anak muda yang pantas menjadi anaknya. Dia juga merasa menyesal berteduh di tempat itu, dia merasa juga menyesali pakaian kerja yang sering ia kenakan. Rok yang terlalu tinggi dan baju yang transparan yang memperlihatkan BHnya yang seakan tidak muat menahan buah dadanya, sehingga membuat para lelaki yang menatapnya seolah menelanjanginya. Namun dalam hatinya berkata juga bahwa baru sekarang dia melihat kemaluan lelaki yang besar, kontol suaminya tidak sebesar itu. Darahnya berdesir kencang.<br />
Belum hilang keterpanaannya sudah dikejutkan oleh suara Iwan lagi, "Cepatt! Sudah nggak tahan nih.."<br />
Karena dilanda ketakutan, dengan perlahan tangan Bu Misye melepas satu persatu kancing bajunya. Tampaklah payudaranya yang dibungkus oleh BH hitam.<br />
"Cepat lepas kutangmu!" bentak Iwan.<br />
<br />
Dalam hati Bu Misye berkata anak muda memang nggak sabaran. Setelah melepas BHnya, tumpahlah payudara Bu Misye yang masih tampak sekal dan menggairahkan, puting susunya yang coklat kehitam-hitaman tampak menantang sekali.<br />
Iwan jongkok di dekat Bu Misye tangannya mulai menggerayangi payudara Bu Misye.<br />
"Uh.. ah.. ah.." rintih Bu Misye ketika tangan Iwan memilin milin putingnya.<br />
Tidak puas memilin-milin mulut Iwan mulai mendarat di pucuk anggur itu. Lidahnya menari-nari dan ketika dihisap keras-keras Bu Misye hanya bisa menggigit bibir bagian bawah dan memejamkan matanya. Setelah puas dengan buah dada Bu Misye Iwan bangkit kemudian mendekatkan kontolnya yang besar tersebut ke mulut wanita paruh baya yang lemah itu.<br />
"Hisap.. Bu Misye" perintahnya.<br />
"Cepatt!" bentak Iwan ketika Bu Misye belum juga melakukan apa yang ia kehendaki.<br />
<br />
Akhirnya Bu Misye mengulum batang zakar. Pertama dia melakukan hampir saja dia muntah karena selama hidupnya dia baru melakukan beberapa kali dengan suaminya. Bu Misye seakan tidak percaya apa yang dia lakukan sekarang, dia di tempatnya bekerja adalah orang yang dihormati sedang di kampungnya dia juga orang yang disegani Ibu-Ibu. Namun pada saat ini dia sedang melakukan hal yang jorok hingga tentu kehormatannya sebagai wanita hilang sama sekali.<br />
<br />
Iwan dengan kasar memaju mundurkan kontolnya sehingga terdengar suara nyaring menggairahkan. Setelah puas Iwan bangkit lagi kemudian di mengambil posisi ditengah-tengah di antara kaki mulus Bu Misye.<br />
Sambil mengelus-elus kontolnya yang sudah sangat keras, Iwan berkata, "Bu Misye lebarkan lagi agar lebih mudah"<br />
Hal yang sangat mendebarkan bagi Bu Misye akan terjadi dengan perlahan Bu Misye membuka lebar kakinya sehingga tampaklah memeknya yang tampak merekah dengan bibirnya yang agak menggelambir. Perlahan dan pasti Iwan menuntun kontolnya memasuki lobang kenikmatan Bu Misye. Iwan merasakan kehangatan memek Bu Misye dan kekencangannya seakan meremas rudal Iwan. Sebaliknya Bu Misye yang sedari tadi dengan berdebar menantikan hal tersebut seakan terhenti detak jantungnya ketika ia mulai ditusuk oleh anak muda ini. Seakan merobek barang paling berharga yang dimilikinya.<br />
<br />
Ketika Iwan mulai mempercepat genjotannya tampaknya Bu Misye juga sudah mulai melambung ke awan. Sementara diluar hujan seakan belum mau berhenti. Iwan semakin mempercepat genjotannya. Buah dada Bu Misye tergoncang-goncang kesana-kemari. Bu Misye yang semula pasif sedikit memberi perlawanan dengan menggoyangkan pantatnya. Tangannya mengepal memukul lantai, kepalanya bergoyang menahan hawa birahi yang semakin meninggi.<br />
<br />
Akhirnya Bu Misye tidak kuat menahan cairan yang semula ia bendung-bendung, lobang memek Bu Misye mengerut kencang ketika dia mencapai puncak. Bu Misye malu kenapa dia bisa orgame padahal ia tidak menginginkan itu. Yang lebih membuat dia bertambah malu adalah Iwan seakan mengetahui hal tersebut. Iwan tersenyum sambil terus mempercepat genjotannya. Dalam hatinya dia berkata ternyata kau juga merasakan kenikmatan juga. Dan tampaknya Iwan juga akan sampai ke puncak. Dan terdengar lenguhan panjang Iwan ketika batang kontolnya ia tancapkan dalam-dalam sambil merangkul erat Bu Misye keluarlah cairan sperma membanjiri lobang memek Bu Misye.<br />
<br />
Iwan terkulai lemas diatas tubuh telanjang Bu Misye jiwa mereka seolah melayang sejenak.<br />
Setelah itu Iwan bangkit dan mengambil pakaiannya sambil berkata, "Bu Misye berpakaianlah, tampaknya hujan sudah mulai reda, memek Ibu ueenak sekali, terima kasih ya Bu Misye".<br />
Bu Misye menatap Iwan dalam hatinya bercampur antara marah, gundah, galau. Namun satu hal yang dia tidak pungkiri bahwa dia juga menikmati perkosaan yang dilakukan Iwan.<br />
<br />
Akhirnya Bu Misye memunguti pakaian kemudian mengenakannya kembali. Mereka berjalan ke arah motor mereka tanpa bersuara.<br />
Tampaknya hujan sudah reda. Bu Misye menghidupkan mesin motornya, namun ia dihentikan lagi oleh Iwan.<br />
Iwan berkata, "Bu Misye saya minta maaf akan kelancangan saya, saya tidak bisa menahan gejolak nafsu saya.."<br />
Bu Misye tak menjawab. Ia hanya menatap wajah Iwan dengan mata yang berkaca-kaca. Iwan diam kemudian Iwan mendekatkan wajahnya dan ciuman hangat ia daratkan ke bibir Bu Misye. Pertama Bu Misye diam namun akhirnya Bu Misye membalas ciuman tersebut. Lidah mereka saling bertautan. Sejenak kemudian Bu Misye tersadar dan melepaskan ciuman tersebut kemudian melajukan kendaraannya.<br />
<br />
Iwan hanya terdiam terpaku kemudian menaiki kendaraannya ke arah yang berlawanan. Bu Misye menerobos hujan rintik-rintik dengan perasaan yang sebenarnya terpuaskan.<br />
</span></span>Private Securityhttp://www.blogger.com/profile/10275932906534986125noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4303797405610259907.post-61355721338499038122011-03-08T01:02:00.003-08:002011-03-08T01:02:42.773-08:00Ratri Cantik nan Malang: Kisah Perkosaan di SMA<span class="Apple-style-span" style="border-collapse: separate; color: black; font-family: 'Times New Roman'; font-size: small; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; letter-spacing: normal; line-height: normal; orphans: 2; text-indent: 0px; text-transform: none; white-space: normal; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span class="Apple-style-span" style="color: #333333; font-family: Verdana,Arial,Tahoma,Calibri,Geneva,sans-serif; font-size: 13px;">Di sekolah ini aku dan Dol bekerja sendirian. Kami sengaja hidup berpindah-pindah tempat. Kami bukanlah pekerja tetap di sekolah negeri ini, aku hanya mendapat order sebagai cleaning service. Kami tidak dibayar mahal namun aku memiliki kebebasan untuk tinggal di lingkungan sekolah ini. Maklumlah aku adalah perantau yang hidup nomaden.<br />
<br />
Diantara gadis-gadis di sekolah tempatku bekerja, ada salah seorang yang paling menonjol. Aku sangatlah hafal dengannya. Karena memang dia cantik, lincah dan aktif dalam kegiatan sekolah, sehingga akupun sering melihat dia mondar-mandir di sekolahan ini. RATRI namanya. Postur tubuhnya besar, wajahnya cantik dan manis, kulitnya putih bersih serta wangi selalu, rambutnya lurus panjang sepunggung dan selalu diurai. Penampilannyapun modis sekali, seragam sekolah yang dikenakannya selalu berukuran ketat, rok seragam abu-abunya berpodolgan sejengkal diatas lutut sehingga pahanya yang putih mulus itu terlihat, ukuran roknyapun ketat sekali membuat pantatnya yang sekal itu terlihat menonjol, sampai-sampai garis celana dalamnyapun terlihat jelas melintang menghiasi lekuk pantatnya, tak lupa kaos kaki putih selalu menutupi betisnya yang putih mulus itu.<br />
<br />
Tidak bisa kupungkiri lagi aku tengah jatuh cinta kepadanya. Namun perasaan cintaku kepada Ratri lebih didominasi oleh nafsu sex semata. Gairahku memuncak apabila aku memandanginya atau berpapasan dengannya di saat aku tengah bekerja di sekolah ini. Ingin aku segera meyetubuhinya. Banyak sudah WTS-WTS kunikmati akan tetapi belum pernah aku menikmati gadis perawan muda yang cantik dan sexy seperti Ratri ini. Aku ingin mendapatkan kepuasan itu bersama dengan Ratri. Informasi demi informasi kukumpulkan dari orang-orang di sekolah itu, dari penjaga sekolah, dari tukang parkir, dari karyawan sekoah.<br />
<br />
Dari merekalah aku mengetahui nama gadis itu. Dan dari orang-orang itupun aku tahu bahwa gadis yang bernama lengkap Ratri ********* (nama kusamarkan) adalah seorang siswi yang duduk di kelas 3 SMA, umurnya baru 18 tahun. Beberapa saat yang lalu dia merayakan hari ulang tahunnya yang ke-18 di kantin sekolah ini bersama teman-temannya sekelas. Diapun termasuk siswi yang berprestasi, aktif dalam kegiatan OSIS di sekolah ini. Dan yang informasi terakhir yang kudapat bahwa dia ternyata adalah salah seorang murid yang akan diberangkatkan ke luar negeri, bulan depan dalam rangka pertukaran pelajar antar SMA.<br />
<br />
Kini di saat sekolah telah sepi, salah satu dari gadis-gadis anggota OSIS tadi itu tengah merintih-rintih dihadapanku. Dia adalah gadis yang terakhir kalinya masih tersisa didalam sekolah ini, yang sedang asyik bercanda ria dengan temannya melalui HP-nya, semetara yang lainnya telah meninggalkan halaman sekolah. Beberapa menit yang lalu melalui sebuah pergulatan yang tidak seimbang aku telah berhasil meringkusnya dengan mudah, kedua tangannya kuikat dengan kencang kebelakang tubuhnya, dan mulutnya kusumpal dengan kain gombal. Setelah itu kuseret tubuhnya ke massal olahraga yang berada di bagian belakang bangunan sekolah ini.<br />
<br />
Tidak salah salah lagi gadis itu adalah Ratri, gadis cantik sang primadona sekolah ini yang telah lama kuincar. Aku sangat hafal dengan kebiasaannya yaitu menunggu jemputan supirnya dikala selesai rapat OSIS sore dan sang supir selalu terlambat datang setengah jam dari jam bubaran rapat. Sehingga dia paling akhir meninggalkan halaman sekolah. Kini dia meringkuk dihadapanku, dengan tangisannya yang teredam oleh kain gombal yang kusumpal di mulutnya. Sepertinya dia memohon-mohon sesuatu padaku tetapi apa peduliku, air matanya nampak mengalir deras membasahi wajahnya yang cantik itu. Sesekali nampak dia meronta-ronta mencoba melepaskan ikatan tali tambang yang mengikat erat di kedua tangannya, namun sia-sia saja, aku telah mengikat erat dengan berbagai simpul. Posisinya kini bersujud dihadapanku, tangisannya kian lama kian memilukan, aku menyadari sepenuhnya bahwa dia kini tengah berada dalam rasa keputusasaan dan ketakutan yang teramat sangat didalam dirinya.<br />
<br />
Kutatap tajam dan kupandangi tubuh gadis cantik itu, indah nian tubuhnya, kulitnya putih bersih, pantatnya sekal berisi. Kunikmati rintihan dan tangis gadis cantik yang tengah dilanda ketakutan itu, bagai seseorang yang tengah menikmati alunan musik didalam ruangan sepi. Suara tangisnya yang teredam itu memecahkan kesunyian massal olahraga di sekolah yang tua ini. Sesekali dia meronta-ronta mencoba melepaskan tali ikatan yang mengikat kedua tangannya itu. Lama kelamaan kulihat badannya mulai melemah, isak tangisnya tidak lagi sekeras tadi dan sekarang dia sudah tidak lagi meronta-ronta mungkin tenaganya telah habis setelah sekian lamanya menagis meraung-raung dengan mulutnya yang telah tersumbat. Sepertinya didalam hatinya dia menyesali, kenapa Pak Jos supirnya selalu terlambat menjemputnya, kenapa tadi tidak menumpang sahabat karibnya yang tadi mengajaknya pulang bareng, kenapa tadi tidak langsung keluar dari lingkungan sekolah di saat latihan usai, kenapa malah asyik melalui HP bercanda ria dengan sahabatnya yang lain. Yah, semua terlambat untuk disesali pikirnya, dan saat ini sesuatu yang mengerikan akan terjadi pada dirinya.<br />
<blockquote style="margin: 1em; padding: 0px;">“Beres Gol, pintu pagar depan sudah gue tutup dan gembok” terdengar suara dari seseorang yang tengah memasuki massal. Ternyata Dol dengan langkah agak gontai dia menutup pintu massal yang mulai gelap ini.<br />
“OK sip, gue udah beresin nih anak, tinggal kita pake aja” ujarku kepada Dol sambil tersenyum.</blockquote>Kebetulan malam ini Pak Marijan sang penjaga sekolah beserta keluarganya yang tinggal di dalam lingkungan sekolah ini yaitu sedang pulang kampung, baru besok lusa mereka kembali ke sekolah ini. Mereka langsung mempercayakan kepada kami untuk menjaga sekolah ini selama mereka pergi. Maka tinggallah kami berdua bersama dengan Ratri yang masih berada didalam sekolah ini. Pintu gerbang sekolah telah kami rantai dan kami gembok sehingga orang-orang menyangka pastilah sudah tidak ada aktifitas atau orang lagi didalam gedung ini. Pak Jos sang supir yang menjemput Ratri pastilah berpikiran bahwa Ratri telah pulang, setelah melihat keadaan sekolah itu.<br />
<br />
Kupandang lagi tubuh Ratri yang lunglai itu, badannya bergetar karena rasa takut yang teramat sangat didalam dirinya. Hujanpun mulai turun, ruangan didalam massal semakin gelap gulita angin dinginpun bertiup masuk kedalam massal itu, Dol menyalakan satu buah lampu TL yang persis diatas kami, sehingga cukup menerangi bagian disekitar kami saja. Mulailah kubuka bajuku satu per satu, hingga akhirnya aku telanjang bulat. Batang kemaluanku telah lama berereksi semenjak meringkus Ratri di teras sekolah tadi.<br />
<blockquote style="margin: 1em; padding: 0px;">“Gue dulu ya” ujarku ke Dol.<br />
“Ok boss” balas Dol sambil kemudian berjalan meninggalkan aku keluar massal.</blockquote>Kudekati tubuh Ratri yang tergolek dilantai, kuraba-raba punggung gadis itu, kurasakan detak jantungnya yang berdebar keras, kemudian tanganku turun hingga bagian pantatnya yang sekal itu, kuusap-usap pantatnya dengan lembut, kurasakan kenyal dan empuknya pantat itu sambil sesekali kutepok-tepok. Badan Ratri kembali kurasakan bergetar, tangisnya kembali terdengar, sepertinya dia kembali memohon sesuatu, akan tetapi karena mulutnya masih tersumbat suaranyapun tidak jelas dan aku tidak memperdulikannya. Dari daerah pantat tanganku turun ke bawah ke daerah lututnya dan kemudian menyelinap masuk kedalam roknya serta naik ke atas kebagian pahanya. Kurasakan lembut dan mulus sekali paha Ratri ini, kuusap-usap terus menuju ke atas hingga kebagian pangkal pahanya yang masih ditutupi oleh celana dalam. Karena sudah tidak tahan lagi, kemudian aku posisikan tubuh Ratri kembali bersujud, dengan kepala menempel dilantai, dengan kedua tangannya masih terikat kebelakang. Aku singkapkan rok seragam abu-abu SMUnya sampai sepinggang.<br />
<blockquote style="margin: 1em; padding: 0px;">“Waw indah nian gadis ini” gumamku sambil melototi paha dan pantat sekal gadis ini.</blockquote>Kemudian aku lucuti celana dalamnya yang berwarna putih itu, terlihatlah dua gundukan pantat sekal gadis ini yang putih bersih. Sementara Ratri terus menagis kini aku memposisikan diriku berlutut menghadap ke pantat gadis itu, kurentangkan kedua kakinya melebar sedikit. Dengan jari tengahku, aku coba meraba-raba selangkangan gadis ini. Di saat jari tengahku menempel pada bagian tubuhnya yang paling pribadi itu, tiba-tiba tubuh gadis ini mengejang. Mungkin saat ini pertama kali kemaluannya disentuh oleh tangan seorang lelaki. Di saat kudapatkan bibir kemaluannya kemudian dengan jariku itu, aku korek-korek lubang kemaluannya. Dengan maksud agar keluar sedikit cairan kewanitaannya dari lubang kemaluannya itu. Tubuhnya seketika itu menggeliat-geliat di saat kukorek-korek lubang kemaluannya, suara desahan-desahanpun terdengar dari mulut Ratri, tidak lama kemudian kemaluannya mulai basah oleh cairan lendir yang dikeluarkan dari lubang vaginanya. Setelah itu dengan segera kucabut jari tengahku dan kubimbing batang kemaluanku dengan tangan kiriku kearah bibir vagina Ratri. Pertama yang aku pakai adalah gaya misionaris, ini adalah gaya favoritku. Dan…<br />
<blockquote style="margin: 1em; padding: 0px;">“Hmmmpphhhh” terdengar rintihan dari mulut Ratri di saat kulesakkan batang kemaluanku ke bibir vaginanya.</blockquote>Dengan sekuat tenaga aku mulai mendorong-dorong batang kemaluanku masuk kelubang kemaluannya. Rasanya sangat seret sekali, karena sempitnya lubang kemaluan gadis perawan ini. Aku berusaha terus melesakkan batang kemaluanku kelubang kemaluannya dengan dibantu oleh kedua tanganku yang mencengkram erat pinggulnya. Kulihat badan Ratri mengejang, kepala mendongak ke atas dan sesekali menggeliat-geliat. Aku tahu saat ini dia tengah merasakan sakit dan pedih yang tiada taranya. Keringat terus mengucur deras membasahi baju seragam sekolahnya, namun harum wangi parfumnya masih terus tercium, membuat segarnya aroma Ratri saat itu, rintihan-rintihan terdengar dari mulutnya yang masih tersumpal itu. Dan akhirnya setelah sekian lamanya aku terus melesakkan batang kemaluanku, kini bobol sudah lubang kemaluan Ratri. Aku telah berhasil menanamkan seluruh batang kemaluanku kedalam lubang vaginanya. Kurasakan kehangatan disekujur batang kemaluanku, dinding vagina Ratri terasa berdenyut-denyut seperti mengurut-urut batang kemaluanku. Sejenak kudiamkan batang kemaluanku tertanam didalam lubang vaginanya, kunikmati denyutan-demi denyutan dinding vagina Ratri yang mencengkram erat batang kemaluanku. Selanjutnya kurasakan seperti ada cairan mengucur mengalir membasahi batang kemaluanku dan kemudian meluber keluar menetes-netes.<br />
<blockquote style="margin: 1em; padding: 0px;">“Ah, ternyata itu darah, berarti aku telah merenggut keperawanan dari gadis cantik ini.” batinku.</blockquote>Sementara itu kepala Ratri kembali tertunduk dilantai, desah nafasnya terdengar keras, badannya melemas. Setelah itu, aku mulai memompakan kemaluanku didalam lubang vaginanya. Kedua tanganku yang mencengkram erat pinggulnya juga membantu memaju mundurkan tubuhnya. Badan Ratri kembali tegang, rintihan kembali terdengar. Semakin lama aku semakin mempercepat gerakanku, hingga tubuh Ratri tersodok-sodok dengan cepat sesekali, badannya juga menggeliat-geliat. Raut mukanya meringis-ringis akibat rasa sakit diselangkangannya. Hujanpun mulai turun dengan deras dan aku ingin menikmati rintihan-rintihan dari gadis ini. Sementara aku terus menyodok-nyodok dari belakang, aku putuskan untuk membuka gombal yang sedari tadi membekap mulutnya. Dan…<br />
<blockquote style="margin: 1em; padding: 0px;">“Aakkk…akkkhh…oohh...ooh…iihh…oohh...” suara erangan Ratri kini terdengar, kunikmati suara-suara itu sebagai penghantar diriku yang tengah menyetubuhi gadis ini.</blockquote>Suaranya menggema diseluruh massal olahraga ini, namun masih tertelan oleh suara derasnya hujan diluar. Ratri semakin terlihat kepayahan, tubuhnya melemah namun aku masih terus menggenjotnya, gerakanku semakin cepat. Bosan dengan posisi itu aku cabut kemaluanku dari lubang vaginanya dan kulihat darah berceceran membasahi selangkangannya dan kemaluanku. Sejenak Ratri mendesahkan nafas lega, kubalik tubuhnya, dan kini posisi dia terlentang. Setelah itu kurentangkan kedua kakinya dan kulipat hingga kedua pahanya menyentuh dadanya. Kulihat jelas kemaluan gadis ini, indah sekali. Bulu-bulunya yang masih jarang-jarang itu tumbuh menghias disekitar bibir kemaluannya.<br />
<blockquote style="margin: 1em; padding: 0px;">“Ohh...jangann mas…ampun mas...ooohh sakittt sekali...mas” terdengar Ratri merintih pelan memohon belas kasihan kepadaku.</blockquote>Dengan menyeringai aku tindih tubuh Ratri itu. Kembali aku benamkan batang kemaluanku didalam lubang vaginanya.<br />
<blockquote style="margin: 1em; padding: 0px;">“Aakkhh” Ratri terpekik matanya terpejam, roman mukanya kembali meringis kesakitan dikala aku menanamkan batang kemaluanku kedalam lubang kemaluannya.</blockquote>Setelah itu aku kembali memompakan tubuhku, menggenjot tubuh Ratri. Batang kemaluanku dengan gaharnya mengaduk aduk, menyodok-nyodok lubang kemaluannya. Tubuh Ratri kembali tersodok-sodok. Sesekali kuputar-putar pinggulku, yang membuat tubuh Ratri kembali kelojotan, dari bibir Ratri terdengar desahan-desahan halus<br />
<blockquote style="margin: 1em; padding: 0px;">“Ohh…enngghh…oohh…ohhh…oohh”</blockquote>Setelah sekian menit lamanya aku menyetubuhinya, aku merasakan diriku akan berejakulasi. Segera kupeluk kepalanya dan kucengkram erat dengan kedua tanganku setelah itu irama gerakanku kupercepat.<br />
<blockquote style="margin: 1em; padding: 0px;">“Aakkhhh…” akupun menejan, tubuhku mengeras.</blockquote>Croot…croottt…croott… akupun berejakulasi, kusemprotkan spermaku didalam rahimnya. Banyak sekali sperma yang kukeluarkan menyemprot membasahi liang vaginanya hingga meluber keluar meleleh membasahi pahanya. Kulihat raut muka Ratri saat itu nampak panik, sinar matanya menunjukkan kekalahan dan kepedihan. Dengan tatapan sayu dia memandangiku di saat aku mengejan menyemprotkan spermaku yang terakhir. Ahh nikmat sekali gadis ini, baru kali ini aku merengut keperawanan seorang gadis kota yang cantik. Setelah itu akupun merebahkan tubuhku menindih tubuhnya yang lemah, sambil mengatur nafasku. Tubuhku berguncang-guncang akibat dari isakan-isakan tangisnya serta nafasnya yang tersengal-sengal, sementara itu kemaluanku kubiarkan tertanam didalam lubang kemaluannya. Kubelai-belai rambutnya, kukecup-kecup pipi dan bibirnya. Terasa lembut sekali bibirnya, kumainkan lidahku didalam mulutnya, sejenak aku bercumbu mesra dengan Ratri. Dia hanya terisak-isak dengan nafas yang terus tersengal-sengal. Akhirnya kusudahi permainanku ini, aku bangkit sambil mencabut kemaluanku.<br />
<blockquote style="margin: 1em; padding: 0px;">“Ouugghhhh…” Ratri merintih panjang saat kutarik kemaluanku keluar dari lubang vaginanya.</blockquote>Kulihat diselangkangannya telah penuh dengan cairan-cairan kental dan darah penuh membasahi bulu-bulu kemaluannya. Tak kusadari Dol ternyata telah berdiri didekatku, dan rupanya dia telah telanjang bulat menunggu gilirannya, badannya yang kekar dan tinggi itu nampak semakin sangar dengan banyaknya gambar-gambar tatto yang menghiasi sekujur dada dan lengannya. Dengan rasa toleran sebagai seorang sahabat, akupun menyingkir dari tubuh Ratri yang tergolek lemas dilantai. Aku ambil jarak beberapa meter dari tubuh Ratri kemudian aku kembali merebahkan tubuhku. Dengan tiduran terlentang dilantai aku menggali kembali rasa nikmatku setelah melampiaskan nafsuku ke Ratri tadi. Sedang asyik-asyiknya aku istirahat, terdengar olehku bunyi sesuatu, srett…sreettt…sreett…brett... diikuti oleh isak tangis Ratri yang terdengar kembali. Setelah kuperhatikan, oh ternyata Dol dengan sebuah pisau cutter ditangannya tengah sibuk merobek-robek baju seragam Ratri. Dengan kasarnya Dol mencabik-cabik baju seragam putih Ratri, termasuk BH putih yang dikenalkannya. Dan akhirnya kini badan Ratri telah telanjang, kedua buah payudaranya yang putih mulus namun tidak begitu besar kini terpampang jelas. Termasuk juga rok abu-abu yang melilit dipinggangnya setelah kusingkap tadi dirobek-robeknya, hanya sepasang kaos kaki putih setinggi betisnya serta sepatu kets masih dikenakannya.<br />
<blockquote style="margin: 1em; padding: 0px;">“Ouuhh…ammpuunn…mas…ampun…” suara Ratri terdengar lirih memohon-mohon ampun ke Dol yang sepertinya tengah kalap kemasukan setan itu.</blockquote>Setelah itu dengan kain gombal yang tadi menyumpal mulut Ratri, Dol membersihkan daerah selangkangan Ratri. Dengan sedikit kasar Dol mengusap-usap selangkangan Ratri sampai-sampai tubuh Ratri menggeliat-geliat. Akupun kembali merebahkan tubuhku dan mengatur nafasku.Sementara itu hujan diluar mulai reda, namun angin dingin terus berhembus masuk kedalam massal tempat pembantaian Ratri ini. Tiba-tiba semenit kemudian dikala aku sedang rebahan, terdengar olehku jerit Ratri yang memilukan<br />
<blockquote style="margin: 1em; padding: 0px;">“Aaakkhhhhh...”</blockquote>Akupun terbangun, kulihat dari asal suara itu. Ternyata Dol tengah menyodomi Ratri. Posisi Ratri kembali bersujud dengan kepala yang mendongak ke atas, bola matanya terbelalak, wajahnya cantiknya terlihat miris sekali, mulutnya menganga membentuk huruf “O” dan Dol berada dibelakangnya tengah asyik menanamkan batang kemaluannya yang besar itu ke dalam lubang anus Ratri.<br />
<blockquote style="margin: 1em; padding: 0px;">“Aakkhh…”</blockquote>Dolpun mendesah lepas tatkala dia berhasil menanamkan batang kemaluannya di lubang anus Ratri. Setelah itu lubang anus Ratri dihujani sodokan-sodokan batang kemaluan Dol, Dol melakukannya dengan gerakan yang cepat dan kasar sampai-sampai tubuh Ratri terdorong-dorong dan tersodok-sodok dengan keras.Tidak ada suara rintihan lagi yang keluar dari mulut Ratri mungkin karena suara tertahan ditenggorokannya karena menahan rasa sakit yang dideritanya, akan tetapi badannya masih kaku menegang, raut mukanya kini meringis-ringis, mulutnya masih saja menganga terbuka. Rasa sakit dan pedih kembali melanda dirinya yang tengah disodomi oleh Dol.<br />
<br />
Melihat ini aku kembali terangsang, nafsu birahiku kembali memuncak. Aku bangkit dari rebahanku mendekati mereka berdua. Kemaluanku kembali ereksi melihat keadaan Ratri yang tengah menderita. Kuamati wajahnya dari dekat dan dia masih terlihat cantik, keringatpun mengucur deras membasahi wajah cantiknya. Aku dengan posisi berlutut berada didepan wajah Ratri, yang masih mendongak kesakitan itu, sementara itu seluruh badannya terus tersodok-sodok karena ulah Dol yang menggenjotnya dari belakang. Kini aku dan Dol berhadap-hadapan sementara Ratri berada ditengah-tengah kami. Dolpun menghentikan sejenak genjotannya untuk memberikan kesempatan padaku memposisikan diri. Kuraih batang kemaluanku yang telah berdiri tegak, dan kujejalkan kemulut Ratri yang masih menganga itu. Ah, rasa dingin dan basah menyelimuti sekujur batang kemaluanku tatkala masuk didalam rongga mulut Ratri. Nikmat rasanya, juga kurasakan kelembutan mulut dan bibirnya disekujur batang kemaluanku.Setelah itu kembali Dol menggenjot tubuh Ratri dari belakang. Kulirik mata Ratri menjadi sayu, nafasnya tersengal-sengal, aku hanya berdiri santai saja, karena tubuh Ratri yang bergerak-gerak maju mundur sebagai akibat sodokan-sodokan Dol yang tengah mulai menyodominya kembali dari belakang. Kubelai-belai rambutnya yang indah, sambil kutatap wajah dan badannya.<br />
<blockquote style="margin: 1em; padding: 0px;">“Ahh…ahh…ah…“</blockquote>Nikmat sekali rasanya mulut gadis ini, sambil memejamkan mata aku terus merasakan kenikmatan di sekujur batang kemaluanku yang tengah dikulum keluar masuk mulut Ratri.<br />
<br />
Tidak lama kemudian Dol semakin cepat menggenjot, memompa lubang anus Ratri, badannya semakin banyak mengeluarkan keringat, kulihat dia sepertinya akan berejakulasi.Benar saja, tubuhnya nampak menggelinjang dan dan menegang, dari mulut Dol keluar pekikan kecil yang disusul oleh desahan yang penuh dengan kepuasan. Dolpun berejakulasi di lubang pantat Ratri. Setelah itu badan Dolpun ambruk disamping badan Ratri.<br />
<br />
Akan tetapi posisiku masih tetap seperti semula, kemaluanku masih tertanam dimulut Ratri. Dengan kedua tanganku kuraih kepala Ratri, kini dengan gerakan tanganku kepala Ratri ku maju-mundurkan. Ah, nikmat rasanya, kemaluanku seperti dipijit-pijit dengan mulut Ratri, bibir sensualnya melingkari batang kemaluanku, memberi rasa nikmat tersendiri, kurasakan pula lidahnya menggelitik kepala batang kemaluanku, ah nikmatnya penuh sensasi. Setelah sekian lama menikmati itu, tiba-tiba kembali aku akan berejakulasi, maka kugerakkan kepalanya semakin cepat untuk mengulum batang kemaluanku. Dan, akupun berejakulasi didalam mulut Ratri, spermaku memancar keluar membasahi mulut hingga tenggorokannya sampai-sampai meleleh keluar dari mulutnya. Rasa nikmat yang tiada taranya kembali melanda sekujur tubuhku. Kucabut batang kemaluanku dari mulutnya, dan Ratri terbatuk-batuk sepeti akan muntah, samar-samar kulihat mulutnya penuh dengan cairan-cairan lendir kental sampai membuat mulutnya nampak mengkilat karena belepotan cairan sperma. Wajahnya yang lesu dan lemah sejenak memandangku dengan tatapan mata sayu penuh dengan keputus-asaan serta air mata yang kembali meleleh. Kemudian dia terjatuh lunglai dilantai, hanya suara nafasnya yang terdengar menderu-deru tersengal-sengal dan isakan-isakan tangisnya.<br />
<br />
Aku kembali merebahkan tubuhku disamping Ratri, akhirnya akupun tertidur. Tidak lama rupanya aku tertidur, dan kemudian terjaga setelah kembali telingaku menangkap suara erangan-erangan dan rintihan-rintihan. Setelah aku bangun ternyata Dol tengah menyetubuhi Ratri, tubuh telanjang Ratri yang hanya tinggal mengenakan sepasang kaos kaki dan sepatu kets ditiduri oleh Dol. Dengan garangnya Dol menggenjot tubuh Ratri, iramanya cepat dan kasar sekali, tubuh lemah Ratri kembali terguncang-guncang. Kini nampak roman muka Ratri telah lunglai sepertinya hampir pingsan, beberapa saat yang lalu masih kudengar suara rintihan lemah yang keluar dari mulut Ratri namun kini suara itu hilang sama sekali. Tidak lama kemudian Dolpun berejakulasi, kembali rahim Ratri disiram dan dipenuhi oleh cairan sperma. Ratri nampak tidak sadarkan diri dan pingsan. Waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam, 4 jam lamanya kami memperkosa Ratri. Kini tibalah waktu kami untuk angkat kaki, setelah kami berpakaian rapi kemudian kami angkat tubuh Ratri dari ruang aula menuju ke sebuah gudang dibagian paling belakang sekolah ini. Kami rebahkan gadis cantik primadona sekolah ini disana. Disisinya kami tebarkan baju seragam sekolah, tasnya serta HP miliknya yang sedari tadi terus berbunyi.Kini gadis cantik itu, terkulai pingsan didalam gudang yang kotor, badan telanjangnya dipenuhi dengan cairan-cairan sperma yang mulai mengering, juga darah yang nampak masih menetes dari lubang pantatnya sebagai akibat disodomi oleh Dol tadi. Kemaluannyapun terlihat kemerahan dan membengkak. Puas kami memperkosanya. Tepat pukul 22.15 setelah kami menghilangkan jejak kami, kami pun pergi meninggalkan gedung sekolah negeri ini, berjalan menuju ke terminal di kota metropolitan ini untuk menumpang bus yang entah kemana membawa kami, menuju ke suatu tempat yang jauh dari kota<span class="Apple-converted-space"> </span></span></span>Private Securityhttp://www.blogger.com/profile/10275932906534986125noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4303797405610259907.post-85179460146520569612011-03-08T01:02:00.001-08:002011-03-08T01:02:09.278-08:00Yuni dan Ningsih, ABG seksiSeperti telah kuceritakan di atas, aku sudah tiga tahun ikut dengan keluarga Budhe. Saat itu usiaku sudah 15 tahunan dan Mbak Ningsih yang usianya tiga tahun di atasku sudah kelas 3 di salah satu SMK swasta di kotaku. Pada saat itulah aku pertama kali mengenal apa yang namanya seks.<br />
<br />
Kejadiannya berawal dari suatu siang kira-kira setengah tahun setelah meninggalnya Budhe Harti. Saat itu sekolahku dipulangkan sebelum waktu biasanya. Semua murid dipulangkan pada jam 10 pagi karena guru-guru mengadakan rapat untuk persiapan EBTA. Aku yang selalu disiplin tidak pernah bermain sebelum pulang dan ganti pakaian. Begitu sekolah dibubarkan aku langsung pulang ke rumah yang jaraknya kira-kira 2 km dengan naik angkot.<br />
<br />
Sampai di rumah aku heran karena pintu rumah tidak terkunci tetapi tidak ada orang. Padahal tadi pagi sebelum berangkat Mbak Ningsih bilang kalau sekolahnya libur selama 6 hari karena minggu tenang. Aku menduga pasti Mbak Ningsih sedang belajar di kamar menjelang EBTA yang akan diadakan minggu depan. Karena takut mengganggu Pakdhe yang mungkin sedang tidur aku berjalan pelan-pelan melintasi ruang tengah langsung ke kamarku dan Mbak Ningsih yang ada bagian belakang.<br />
<br />
Aku kaget saat mendengar suara mencurigakan terdengar dari kamarku yang setengah terbuka. Kudengar suara Mbak Ningsih mengerang-ngerang disertai suara seperti berkecipak. Dengan langkah mengendap-endap kudekati pintu kamarku dan mengintip melalui pintu yang setengah terbuka. Astaga!! Aku benar-benar kaget!! Ternyata di kamarku ada Mbak Ningsih dan Pakdhe. Yang lebih mengejutkan, pakaian keduanya sudah berantakan.<br />
<br />
Saat itu pakaian bagian atas Mbak Ningsih sudah terbuka sama sekali, begitu pula dengan Pakdhe Mitro. Keduanya sedang bergumul di atas tempat tidur yang biasa kugunakan tidur dengan Mbak Ningsih. Pakdhe hanya mengenakan sarung dan satu-satunya kain yang menutupi tubuh Mbak Ningsih hanyalah celana dalam saja.<br />
<br />
Apa yang kulihat benar-benar membuat hatiku tercekat. Kulihat Pakdhe dengan rakus meneteki payudara Mbak Ningsih kanan dan kiri berganti-ganti, sementara tangan Mbak Ningsih meremas-remas rambut Pakdhe yang sudah mulai memutih. Kepala Mbak Ningsih bergoyang-goyang sambil terus mengerang. Begitu pula dengan Pakdhe yang dengan lahap terus menetek kedua payudara Mbak Ningsih secara bergantian.<br />
<br />
Aku yang mengintip perbuatan mereka menjadi panas dingin dibuatnya. Tubuhku gemetar dan lututku lemas. Hampir saja kepalaku terbentur daun pintu saat aku berusaha melihat apa yang mereka perbuat lebih jelas. Tak lama kemudian kulihat Pakdhe menarik satu-satunya pembungkus yang melekat di tubuh Mbak Ningsih dan melemparkannya ke lantai. Kini tubuh Mbak Ningsih sudah telanjang bulat di bawah dekapan tubuh Pakdheku yang kelihatan masih berotot walau usianya sudah kepala lima.<br />
<br />
Erangan Mbak Ningsih semakin keras saat kulihat wajah Pakdhe menyuruk ke selangkangan Mbak Ningsih yang terbuka. Tangan Mbak Ningsih yang memegang kepala Pakdhe kulihat semakin kuat menekan ke arah kemaluannya yang sedang diciumi Pakdhe. Aku yang baru kali ini melihat pemandangan seperti itu menjadi terangsang. Aku membayangkan seolah-olah tubuhku yang sedang digumuli Pakdhe.<br />
<br />
Kedua kaki Mbak Ningsih melingkar di leher Pakdhe. Suara napas Pakdhe terdengar sangat keras seperti kerbau. Mbak Ningsih semakin keras mengerang dan tubuhnya kulihat melonjak-lonjak saat kulihat wajah Pakdhe menggesek-gesek bagian selangkangan Mbak Ningsih. Beberapa saat kemudian tubuh Mbak Ningsih mulai melemas dan terdiam.<br />
<br />
Kemudian kulihat Pakdhe melepas sarungnya. Dan astaga! Kulihat batang kemaluan Pakdhe yang sangat besar dan berwarna coklat kehitaman mengacung tegak menantang langit. Pakdhe langsung mengangkangi wajah Mbak Ningsih dan mengosek-ngosekan batang kemaluannya yang dipeganginya ke wajah Mbak Ningsih.<br />
<br />
Mbak Ningsih yang masih lemas kulihat mulai memegang batang kemaluan Pakdhe dan menjulurkan lidahnya menjilati batang kemaluan itu. Pakdhe pun kembali menyurukkan wajahnya ke arah selangkangan Mbak Ningsih. Kini posisi mereka sungguh lucu. Mereka saling menjilati selangkangan lawan dengan posisi terbalik.<br />
<br />
Pakdhe yang mengangkangi wajah Mbak Ningsih menjilati selangkangan Mbak Ningsih yang telentang dengan lutut tertekuk dan paha terbuka. Tubuhku mulai meriang. Vaginaku terasa gatal seolah-olah membayangkan kalau vaginaku sedang diciumi Pakdhe. Tanpa sadar tanganku bergerak ke arah vaginaku sendiri dan mulai menggaruk-garuk.<br />
<br />
Kejadian yang kulihat berikutnya membuat hatiku semakin mencelos. Setelah puas saling menciumi selangkangan masing-masing lawan, tubuh Pakdhe berbalik lagi sejajar dengan Mbak Ningsih. Mereka saling berhadap-hadapan dengan tubuh Pakdhe menindih Mbak Ningsih.<br />
<br />
Kemudian kulihat Pakdhe menempatkan diri di antara kedua paha Mbak Ningsih yang mengangkang. Lalu dengan memegang batang kemaluannya Pakdhe menggosok-gosokkan ujung batang kemaluannya ke selangkangan Mbak Ningsih. Kulihat kepala Mbak mendongak-dongak ke atas dengan kedua tangan meremas-remas payudaranya sendiri saat Pakdhe mendorong pantatnya dan menekan ke arah selangkangan Mbak Ningsih. Mereka terdiam beberapa saat ketika tubuh mereka pada bagian kemaluan saling lengket satu sama lain.<br />
<br />
Mbak Ningsih mulai merintih dan mengerang saat Pakdhe mulai memompa pantatnya maju-mundur dengan mantap. Kulihat pantat Mbak Ningsih bergerak mengayun menyambut setiap dorongan pantat Pakdhe. Dan setiap kali tulang kemaluan Mbak Ningsih dan Pakdhe beradu selalu terdengar seperti suara tepukan. Suara deritan dipan tidurku pun semakin nyaring terdengar mengiringi irama gerakan mereka.<br />
<br />
Tubuh Mbak Ningsih menggelepar-gelepar semakin liar. Kepalanya pun semakin liar bergerak ke kanan dan kekiri, mulutnya tak henti-hentinya mengerang. Akhirya kudengar Mbak Ningsih merintih panjang disertai tubuhnya yang tersentak-sentak, pantatnya terangkat menyambut dorongan pantat Pakdhe. Lalu beberapa detik kemudian tubuh Mbak Ningsih mulai melemas, tangannya terlempar melebar ke samping kanan-kiri tubuhnya dan matanya terpejam.<br />
<br />
Pakdhe lalu menarik pantatnya dan kulihat dari arah ku yang persis di samping kirinya, batang kemaluan Pakdhe yang hitam kecoklatan masih kencang. Kemudian Pakdhe menarik tubuh Mbak Ningsih agar merangkak di kasur. Dengan bertumpu pada lututnya, Pakdhe menempatkan diri di belakang pantat Mbak Ningsih yang menungging. Pakdhe memegang batang kemaluannya dan mengarahkannya ke belahan pantat Mbak Ningsih.<br />
<br />
Kulihat kepala Mbak Ningsih terangkat saat Pakdhe mulai mendorong pantatnya. Kembali kulihat pantat Pakdhe mengayun dari depan ke belakang dengan posisi Mbak Ningsih merangkak dan Pakdhe berlutut di belakang pantat Mbak Ningsih. Batang kemaluan Pakdhe kelihatan dari tempatku berdiri saat Pakdhe menarik pantatnya dan hilang dari penglihatanku saat ia mendorong pantatnya. Aku yang mengintip menjadi tidak tahan lagi. Tanganku secara refleks mulai menyusup kedalam celana dalam memegang vaginaku dan meremas-remasnya. Vaginaku mulai basah oleh cairan. Jari tangahku kutekankan pada daerah sensitifku dan kugerakkan memutar.<br />
<br />
Kudengar Pakdhe mulai menggeram. Tangannya meremas payudara Mbak Ningsih yang berayun-ayun seirama dengan dorongan pantat Pakdhe yang menyodok-nyodok Mbak Ningsih. Gerakan Pakdhe semakin cepat dan geramannya semakin keras. Mbak Ningsih pun mengimbangi gerakan ayunan pantat Pakdhe dengan memutar-mutar pantatnya. Gerakan mereka semakin liar. Derit dipan kayu pun kudengar semakin keras. Lalu keduanya merintih panjang.<br />
<br />
Tubuh keduanya yang menyatu mengejat-ngejat. Kepala keduanya seolah-olah terhantam sesuatu hingga mendongak ke atas. Lalu tubuh Pakdhe ambruk dan menindih Mbak Ningsih yang ambruk tengkurap di kasur. Aku pun merasa ada sesuatu yang meledakdi bawah perutku. Tubuhku seperti melayang dan akhirnya aku merasa lemas.<br />
<br />
Aku yang takut ketahuan melihat perbuatan keduanya segera berjingkat-jingkat dan keluar rumah pergi ke rumah Rina sahabat paling eratku di kelas. Aku baru pulang setelah jam 13.30 saat aku biasa pulang.<br />
<br />
Sampai di rumah aku pura-pura bersikap seperti biasa. Aku bersikap seolah-olah tidak mengetahui perbuatan Mbak Ningsih dan Pakdhe tadi pagi. Selama beberapa hari itu pikiranku selalu terganggu dengan bayangan apa yang dilakukan Mbak Ningsih dengan Pakdheku di kamarku ini.<br />
<br />
[Kegadisanku Direnggut Pakdhe]<br />
<br />
Aku sudah mulai dapat melupakan kejadian yang kulihat antara Mbak Ningsih dengan Pakdheku karena kesibukanku mempersiapkan EBTA. Begitu EBTA selesai aku mendapatkan liburan sambil menunggu pengumuman. Saat itu waktuku lebih banyak kuluangkan di rumah membersihkan rumah dan menyetrika serta membantu Mbak Ningsih memasak.<br />
<br />
Suatu hari, aku harus berada sendirian di rumah dengan Pakdhe. Mbak Ningsih mengikuti acara darma wisata ke Selecta yang diadakan sekolahnya sebagai acara perpisahan. Mbak Ningsih sudah berangkat saat pagi-pagi buta. Aku yang sedang libur harus menggantikan Mbak Ningsih menyiapkan sarapan buat Pakdhe. Setelah membuat minuman teh untukku dan satu cangkir khusus untuk Pakdhe aku segera menyapu halaman.<br />
<br />
Aku menyempatkan diri meminum tehku sebelum pergi ke kamar mandi. Teh yang kuminum rasanya agak lain, tapi aku tidak begitu curiga. Saat mandi itulah aku merasa ada yang agak aneh dengan tubuhku. Tubuhku terasa panas dan jantungku berdebar-debar. Rasa aneh menyergapku. Vaginaku terasa berdenyut-denyut dan ada rasa aneh menyerbu diriku. Tubuhku terasa gerah sekali.<br />
<br />
Kusiram seluruh tubuhku dengan air dingin agar rasa gerahku hilang. Apa yang kulakukan ternyata cukup menolong. Tubuhku merasa segar sekali. Lalu kigosok seluruh tubuhku dengan sabun. Rasa aneh itu kembali menyerang diriku, apalagi saat aku menyabuni daerah selangkanganku yang baru mulai ditumbuhi rambut satu-satu. Aku merasa ada dorongan birahi yang begitu kencang. Aku tidak tahu mengapa ini terjadi. Tiba-tiba anganku melayang pada apa yang kulihat beberapa hari yang lalu saat Mbak Ningsih dan Pakdhe Marto bergumul di kamarku.<br />
<br />
Cepat-cepat kubuang pikiran itu jauh-jauh dan segera menyelesaikan acara mandi pagiku. Hanya dengan tubuh terbalut handuk, aku lari masuk kamarku. Aku selalu berganti pakaian di kamarku sambil mematut-matut diriku di depan cermin sambil mengamati seluruh tubuhku yang mulai berubah. Bulu-bulu kemaluan sudah mulai tumbuh di gundukan bukit kemaluanku.<br />
<br />
Dadaku yang dulu rata kini mulai tumbuh dengan puting yang sebesar kacang kedelai dengan warna merah muda. Pinggulku mulai tumbuh membesar. Kata orang aku seksi dan menarik. Apalagi tinggi badanku sudah mencapai 160 cm. Aku sendiri selalu betah berlama-lama di depan cermin dengan melenggak-lenggokkan tubuhku memandang dari segala sisi dan mengagumi tubuhku. Aku sangat bangga dengan tubuhku.<br />
<br />
Baru saja aku mengunci pintu kamarku aku dikejutkan dengan pelukan tangan yang kokoh menyergapku. Aku tidak sempat menjerit karena tiba-tiba sosok yang memelukku langsung membekap mulutku dengan tangannya yang kokoh. Belum hilang terkejutku, handuk yang melilit tubuhku ditarik seseorang dan jatuh teronggok ke lantai. Aku benar-benar bugil tanpa sehelai kainpun menutupi tubuhku.<br />
<br />
Kembali rasa aneh yang menyerangku semakin menggelora. Ada dorongan hasrat yang menggebu-gebu dalam diriku. Aku tak mampu meronta dan menjerit! Tangan yang kokoh dan berbulu tetap membekap mulutku sementara tangan satu lagi memeluk tubuh telanjangku. Mataku semakin nanar menerima perlakuan seperti itu. Apalagi kurasakan sentuhan kulit tubuh telanjang menempel hangat di punggungku. Pantatku yang telanjang terasa menekan suatu benda panjang melingkar dan keras di balik kain tipis.<br />
________________________________________<br />
________________________________________<br />
Aku semakin tak mampu menahan gejolak liar yang mulai bangkit dalam diriku saat sapuan-sapuan lidah panas mulai menyerbu tengkukku. Aku menggelinjang kegelian dan melenguh. Lidah itu semakin liar bergerak menyusuri leherku.. pundakku.. Lalu turun ke bawah ke sepanjang tulang punggungku. Aku semakin menggelinjang. Lidah itu terus merayap ke bawah dan pinggangku mulai dijilati. Kakiku serasa lemah tak bertenaga. Aku hanya pasrah saat tubuhku didorong ke tempat tidurku dan dijatuhkan hingga aku tengkurap di tempat tidurku. Tubuhku lalu ditindih oleh sesosok tubuh yang sangat berat.<br />
<br />
Kakiku mulai memberontak liar karena geli. Apalagi lidah itu dengan rakus mulai menjilati pinggulku. Pantatku terangkat saat mulut berkumis itu mulai menggigiti buah pantatku dengan gemas. Pantatku terangkat-angkat liar saat lidah panas itu mulai menyusup ke dalam celah-celah bongkahan pantatku dan mulai menjilati lubang anusku. Aku benar-benar seperti terbang mengawang. Aku belum tahu siapa yang memelukku dari belakang dan menggerayangi seluruh tubuhku. Aku hanya bisa merasakan dengusan napas panas yang menghembus di bongkahan pantatku saat lidah itu mulai menjilati lubang anusku.<br />
<br />
Aku tercekik kaget saat tubuhku dibalik hingga telentang telanjang bulat di kasurku. Ternyata orang yang sedari tadi menggumuliku adalah Pakdhe Mitro, orang yang selama ini kuanggap sebagai pengganti orang tuaku. Aku tak tak mampu berteriak karena mulutku langsung dibekap dengan bibirnya. Lidahku didorong dorong dan digelitik. Aku terangsang hebat. Apalagi sejak minum teh tadi tubuhku terasa agak aneh. Seolah-olah ada dorongan menghentak-hentak yang menuntut pemenuhan.<br />
<br />
Tubuhku menggelinjang saat tangan kekar dan agak kasar mulai meraba dan meremas kedua payudaraku yang baru mulai tumbuh. Lalu kedua kakiku dipentangkan oleh Pakdhe Mitro lebar-lebar, lalu Pakdhe menindih tubuhku yang sudah telanjang bulat di antara kedua pahaku yang terkangkang. Aku merasa ada benda keras seperti tongkat yang menekan ketat ke bukit kemaluanku di balik kain sarung yang dikenakan Pakdhe.<br />
<br />
Mulut dan lidah Pakdhe tak henti-hentinya menjilat dan melumat setiap jengkal bagian tubuhku. Dari mulutku, bibir Pakdhe bergeser menjilati seluruh batang leherku, kemudian turun ke dua belah payudaraku. Tubuhku semakin menggerinjal saat lidah dan mulut Pakdhe dengan rakusnya melumat kedua puting payudaraku yang baru sebesar kacang kedelai. Disedotnya payudaraku hingga hampir seluruhnya masuk ke dalam mulut Pakdhe Mitro. Aku sangat terangsang dan sudah tidak mampu berpikir jernih. Ada sesuatu yang mulai menggelora dan mendesak-desak di perut bagian bawahku.<br />
<br />
Lidah Pakdhe terus merayap semakin ke bawah. Perutku menjadi sasaran jilatan lidahnya. Tubuhku semakin menggelinjang hebat. Akal sehatku sudah benar-benar hilang. Kobaran napsu sudah menjeratku. Pantatku terangkat tanpa dapat kucegah saat lidah Pakdhe terus merayap dan menjliati gundukan bukit kemaluan di selangkanganku yang mulai ditumbuhi rambut-rambut halus. Aku merasa kegelian yang amat sangat menggelitik selangkanganku.<br />
<br />
Tubuhku serasa mengawang di antara tempat kosong saat lidah Pakdhe mulai menyelusup ke dalam bukit kemaluanku dan menggelitik kelentitku. Lubang kemaluanku semakin berdenyut-denyut tergesek gesek lidahnya yang panas. Aku hanya mampu menggigit bibirku sendiri menahan rasa geli yang menggelitik selangkanganku. Tubuhku semakin melayang dan seperti terkena aliran listrik yang maha dahsyat.<br />
<br />
Aku tak mampu lagi menahan gelora napsu yang semakin mendesak di dalam perutku. Pantatku terangkat seperti menyongsong wajah Pakdhe yang menekan bukit kemaluanku. Lalu tubuhku seperti terhempas ke tempat kosong. Aku merasakan ada sesuatu yang meledak di dalam perut bagian bawahku. Tubuhku menggelepar dan tanpa sadar kujepit kepala Pakdhe dengan kedua kakiku untuk menekannya lebih ketat menempel selangkanganku.<br />
<br />
Belum sempat aku mengatur napas tiba-tiba mulutku sudah disodori batang kemaluan Pakdhe Mitro yang tanpa kutahu sejak kapan sudah melepas sarungnya dan sudah telanjang bulat mengangkangi wajahku. Batang kemaluannya yang besar, hitam panjang dan tampak mengkilat mengacung di depan wajahku seperti hendak menggebukku kalau aku menolak menciuminya.<br />
<br />
Dengan rasa jijik aku terpaksa menjulurkan lidahku dan mulai menjilati ujung topi bajanya yang mengkilat. Aku hampir muntah saat lidahku menyentuh cairan lendir yang sedikit keluar dari lubang kemaluan Pakdhe. Namun jepitan kedua paha Pakdhe di sisi wajahku tidak memberiku kesempatan lain.<br />
<br />
Aku hanya mampu pasrah dengan tetap menjilati batang kemaluan Pakdhe. Lalu dengan paksa Pakdhe membuka mulutku dan menjejalkan batang kemaluannya ke dalam mulutku. Aku menjadi gelagapan karena susah bernapas. Batang kemaluannya yang besar memenuhi mulutku yang masih kecil.<br />
<br />
Kudengar Pakdhe menggumam tanpa jelas apa yang diucapkannya. Pantatnya digerak-gerakannya hingga batang kemaluannya yang masuk ke dalam mulutku mulai bergerak keluar masuk di dalam mulutku. Aku hampir tersedak saat ujung kemaluan Pakdhe menyentuh-nyentuh kerongkonganku. Aku hanya mampu melotot karena hampir tersedak. Tanpa sadar kedua tanganku mencengkeram pantat Pakdhe Mitro.<br />
<br />
Setelah puas "mengerjai" mulutku dengan batang kemaluannya, Pakdhe menggeser tubuhnya dan menindihku lagi dengan posisi sejajar. Kedua pahaku dikuaknya dan dengan tangannya, dicucukannya batang kemaluannya ke arah bukit kemaluanku. Aku merasa geli saat ujung kemaluan Pakdhe mulai menggesek-gesek pintu lubang kemaluanku yang sudah basah.<br />
<br />
Reply With QuoteReply With Quote<br />
2.<br />
The Following 4 Users Say Thank You to Kenshin009 For This Useful Post:<br />
<br />
Andre s (01-22-2011), clandy (03-01-2011), logic88 (01-07-2011), starsporn (11-25-2010)<br />
<br />
3.<br />
11-16-2010 03:18 PM#2<br />
Kenshin009 <br />
Kenshin009 is offline<br />
Semprot BaruKenshin009 masih belum terkenal<br />
<br />
Join Date<br />
Nov 2010<br />
Posts<br />
27<br />
Thanks<br />
4<br />
Thanked 10 Times in 7 Posts<br />
<br />
Dari rasa geli dan nikmat, tiba-tiba aku merasa perih di selangkanganku saat Pakdhe mulai menurunkan pantatnya sehingga batang kemaluannya mulai menerobos ke dalam lubang kemaluanku yang masih perawan. Aku merintih kesakitan dan air mataku mulai mengalir. Aku tersadar akan bahaya! Namun terlambat. Pakdhe yang sudah sangat bernafsu sudah tidak mungkin mau berhenti. Ia hanya sejenak menghentikan gerakannya. Ia merayuku dan mengatakan kalau sakitku hanya sebentar dan berganti rasa nikmat yang tidak terkira.<br />
<br />
Pakdhe menarik pantatnya ke atas hingga batang kemaluannya yang terjepit di dalam lubang kemaluanku tertarik keluar. Gesekan batang kemaluannya yang besar di dalam dinding lubang kemaluanku menimbulkan rasa nikmat seperti apa yang dikatakannya. Aku mulai dapat menikmati rasa nikmat itu. Ini mungkin karena pengaruh teh yang kuminum sehingga aku benar-benar belum sadar akan bahaya yang kuhadapi. Yang kuinginkan hanya satu yaitu menuntaskan gejolak yang meledak-ledak dalam diriku.<br />
<br />
Aku kembali merintih kesakitan saat Pakdhe mulai menekan pantatnya lagi yang membuat batang kemaluannya menerobos lebih dalam ke dalam lubang kemaluanku. Lagi-lagi Pakdhe membisikiku kalau rasa sakit itu akan hilang dengan sendirinya. Ia menarik lagi pantatnya. Benar.. Rasa sakit itu berganti nikmat saat batang kemaluannya ditarik keluar hingga hanya ujung kepalanya saja yang masih terjepit dalam lubang kemaluanku.<br />
<br />
Lubang kemaluanku yang sudah sangat licin sangat membantu pergerakan batang kemaluan Pakdhe dalam jepitan lubang kemaluanku. Detik-detik berlalu dan sedikit-demi sedikit batang kemaluan Pakdhe meneronos semakin dalam ke dalam lubang kemaluanku. Pakdhe terus menarik dan mendorong pantatnya dengan pelan dan teratur. Hingga suatu saat aku menggigit bibirku keras-keras saat selangkanganku terasa perih sekali. Selangkanganku terasa robek saat Pakdhe menekan pantatnya hingga batang kemaluannya hampir masuk separuh ke dalam lubang kemaluanku.<br />
<br />
Aku sempat menjerit menahan sakit yang amat sangat di selangkanganku. Pakdhe segera menghentikan gerakannya dan memberiku kesempatan untuk bernapas. Aku merasa lega saat Pakdhe menghentikan gerakannya. Kini aku dapat merasakan lubang kemaluanku seperti terganjal benda keras dan hangat. Benda itu berdenyut-denyut dalam jepitan lubang kemaluanku.<br />
<br />
Kembali rasa sakit yang tadi menyentakku berangsur mulai hilang tergantikan rasa nikmat saat batang kemaluan Pakdhe yang semakin lancar mulai bergerak lagi keluar masuk dalam jepitan lubang kemaluanku. Rasa nikmat terus meningkat sehingga tanpa sadar aku menggoyangkan pantatku untuk segera meraih kenikmatan yang lebih banyak lagi.<br />
<br />
Aku seperti gila. Rasa sakit itu sudah benar-benar hilang tergantikan rasa nikmat yang benar-benar memabukkan. Pakdhe semakin bersemangat mengayunkan pantatnya menghunjamkan batang kemaluannya. Empat kali mendorong lalu didiamkan dan diputar kemudian ditarik lagi. Tanpa sadar pantatku terangkat saat Pakdhe menarik pantatnya.<br />
<br />
Berkali-kali Pakdhe mengulang gerakannya hingga perutku terasa kejang. Tubuhku mulai melayang. Tanganku semakin kuat mencengkeram punggung Pakdhe untuk mencoba menahan kenikmatan yang mulai menerjangku. Pakdhe semakin kuat mengayunkan pantatnya diiringi geramannya yang kudengar bergemuruh di telingaku.<br />
<br />
Mataku semakin membeliak menahan desakan yang kian dahsyat di perut bagian bawahku. Aku hampir menjerit saat ada sesuatu yang kurasa pecah di dalam sana. Namun bibir Pakdhe yang tiba-tiba melumat bibirku menghentikan teriakanku. Pakdhe melumat dengan rakus kedua belah bibirku. Aku merasa tubuhku seolah-olah terhempas di awan. Tubuhku mengejat-ngejat saat aku mencapai puncak pendakian yang melelahkan. Pakdhe yang bibirnya masih melumat bibirku pun mulai berkelojotan di atas perutku. Lalu ia menggeram dengan dahsyat..<br />
<br />
Dan akhirnya kurasakan ada semburan cairan hangat yang memancar dari batang kemaluan Pakdhe yang terjepit dalam lubang kemaluanku. Batang kemaluannya berkedut-kedut dalam jepitan lubang kemaluanku. Tubuh Pakdhe masih bergerak dengan liar selama beberapa saat lalu ambruk menindihku. Napas ku hanya tinggal satu-satu. Napas Pakdhe pun kudengar menggemuruh di telingaku.<br />
<br />
Air mataku mengalir saat kusadari segalanya telah terlambat bagiku. Kegadisanku telah terenggut oleh Pakdhe. Orang yang selama ini kuanggap sebagai pengganti ayahku. Lalu dengan lembut Pakdhe mengusap air mataku dan berjanji akan menyayangiku sepanjang sisa hidupnya. Aku menjadi agak terhibur dengan perkataannya.<br />
________________________________________<br />
________________________________________<br />
Sejak kegadisanku hilang, aku menjadi pendiam. Keceriaan yang selama ini menjadi ciri khasku seolah-olah hilang sirna. Aku menjadi sangat berubah. Selangkanganku masih terasa sakit hingga beberapa hari setelah kejadian itu.<br />
<br />
Mbak Ningsih yang selama ini sangat memperhatikanku sangat heran melihat perubahan yang terjadi pada diriku. Akhirnya aku mengaku terus terang kepada Mbak Ningsih tentang kejadian yang menimpaku. Ia hanya menghela napas merasa prihatin akan musibah yang kualami.<br />
<br />
Kira-kira satu bulan sejak aku dinodai Pakdheku, Mbak Ningsih minta pamit kepadaku dan juga Pakdheku. Mbak Ningsih setelah lulus SMK diterima bekerja di sebuah perusahaan swasta di daerah Malang dan pindah ke Malang. Sehingga sejak saat itu aku yang baru masuk SMU harus tinggal berdua saja dengan Pakdhe.<br />
<br />
Suatu hari, kira-kira seminggu sejak kepergian Mbak Ningsih, saat itu aku sedang mencuci pakaianku dan pakaian Pakdhe. Hari itu sekolahku libur karena tanggal merah jadi aku bersih-bersih rumah. Pakdhe seperti biasanya merapikan tanaman di halaman depan yang sudah mulai tumbuh tidak teratur.<br />
<br />
Setelah kuselesaikan cucianku dan kujemur, aku berniat mandi. Baru saja mau menutup pintu kamar mandi, tiba-tiba tangan Pakdhe mengganjal pintu kamar mandi dan menyerobot masuk. Aku tidak sempat berteriak karena tiba-tiba Pakdhe sudah memelukku. Tubuhnya yang hanya tertutup celana kolor dan sudah basah penuh keringat memelukku erat-erat. Aku tidak berani berteriak karena diancam kalau tidak mau melayani nafsunya aku akan diusir dari rumah itu dan tidak dibiayai sekolahku. Aku merasa takut sekali dengan ancamannya hingga dengan air mata yang kutahan aku pasrah akan apa yang dilakukan Pakdhe padaku.<br />
<br />
Tangan Pakdhe dengan cekatan melucuti dasterku, bra-ku lalu celana dalamku hingga aku benar-benar bugil. Tanpa membuang waktu Pakdhe segera melepas kolornya dan telanjang bulat. Batang kemaluannya yang berwarna hitam kecoklatan masih mengkerut dan menggantung lunglai. Kemudian Pakdhe duduk di tepi bak mandi keramik dengan kaki yang terbuka. Ditariknya tubuh telanjangku ke dalam pelukannya dan dilumatnya bibirku dengan rakusnya.<br />
<br />
Mulutku masih tertutup saat lidah Pakdhe mulai mencoba menerobos masuk ke dalam mulutku. Karena tidak tahan dengan sapuan-sapuan lidahnya yang mendesak-desak bibirku, akhirnya bibirku pun terbuka. Pakdhe segera menyusupkan lidahnya ke dalam mulutku dan mendorong-dorong lidahku. Mula-mula aku diam saja, namun lama-kelamaan aku jadi terangsang juga. Apalagi batang kemaluan Pakdhe yang tadinya mengkerut perlahan-lahan mulai mengembang dan mengganjal perutku. Aku mulai bereaksi. Lidahku tanpa sadar membalas dorongan lidah Pakdhe.<br />
<br />
Tubuhku mulai menggerinjal dalam pelukan Pakdhe saat tangan Pakdhe mulai menggerayangi buah pantatku. Tangan Pakdhe dengan gemas meremas dan memijat buah pantatku lalu ditariknya tubuhku hingga semakin ketat lengket dalam pelukannya.<br />
<br />
Setelah puas memainkan lidahnya dalam mulutku, tangan Pakdhe menekan kepalaku hingga aku disuruhnya berlutut di depan selangkangannya. Batang kemaluannya yang sudah keras nampak mengacung tegak di depan wajahku. Ditariknya wajahku ke selangkangannya dan disuruhnya mulutku menciumi batang kemaluannya itu. Dengan agak risi aku terpaksa membuka mulutku dan mulai menciumi batang kemaluannya yang sudah mengeluarkan sedikit cairan.<br />
<br />
Kepalaku didorong maju mundur oleh tangan Pakdhe yang mencengkeram rambutku hingga batang kemaluannya mulai bergeser keluar masuk dalam mulutku. Kerongkonganku tersodok-sodok ujung kepala kemaluan Pakdhe yang keluar masuk dalam mulutku. Kudengar napas Pakdhe mulai menggebu. Batang kemaluannya semakin mengeras dalam kuluman mulutku.<br />
<br />
Mungkin karena tak tahan, Pakdhe segera menarik tubuhku agar berdiri lalu mendudukanku di sisi bak mandi. Mulutnya segera mencecar payudaraku kanan dan kiri silih berganti. Aku menggelinjang hebat manakala mulut Pakdhe dengan rakusnya mempermainkan kedua puting payudaraku. Tangan Pakdhe pun tak tinggal diam. Tangannya mulai merayap ke selangkanganku yang terbuka lebar dan mulai meremas gundukan bukit kemaluanku.<br />
<br />
Aku sampai megap-megap mendapat rangsangan seperti itu. Aku semakin tersiksa oleh gejolak nafsu. Mulut Pakdhe lalu merayap menyusuri perutku dan mulai menjilati gundukan bukit kemaluanku. Dikuakkanya kedua bibir kemaluanku dengan jari-jarinya lalu disusupkannya lidahnya ke dalam lubang kemaluanku.<br />
<br />
Tubuhku yang duduk di sisi bak mandi hampir saja terjatuh karena menggelinjang saat lidah Pakdhe mulai menggesek-gesek dinding lubang kemaluanku. Tanpa sadar tanganku mencengkeram rambut Pakdhe dan menekankan kepalanya agar lebih ketat menekan bukit kemaluanku.<br />
<br />
Aku semakin blingsatan menahan rangsangan yang diberikan Pakdhe di selangkanganku. Tanpa sadar mulutku mendesis-desis dan dudukku bergeser tak karuan. Perutku mulai mengejang menahan desakan gejolak yang meledak-ledak. Tubuhku terasa mulai mengawang dan pandangan mataku nanar. Akhirnya dengan diiringi rintihan panjang aku mencapai orgasmeku.<br />
<br />
Belum sempat aku mengatur napas tiba-tiba Pakdhe sudah berdiri di hadapanku. Batang kemaluannya yang keras dicocokkan ke bibir kemaluanku dan digesek-gesekkannya ujung kepala kemaluannya ke bibir kemaluanku yang sudah basah dan licin. Aku menggelinjang lagi saat benda hangat itu mulai menerobos masuk ke dalam bibir kemaluanku. Bibir Pakdhe Mitro dengan rakusnya mulai melumat bibirku sambil mendorong pantatnya hingga batang kemaluannya semakin melesak ke dalam jepitan bibir kemaluanku.<br />
<br />
Aku masih duduk di bibir bak mandi sementara Pakdhe Mitro menggenjot lubang kemaluanku sambil berdiri. Mungkin karena kesulitan bergerak, dicabutnya batang kemaluannya dari jepitan bibir kemaluanku. Tubuhku lalu diturunkan dari bibir bak mandi dan dibaliknya hingga aku berdiri dengan tangan bertumpu bak mandi. Lalu Pakdhe menempatkan diri di belakangku dan mulai mencoba memasukan batang kemaluannya ke dalam bibir kemaluanku dari celah bongkahan pantatku.<br />
<br />
Punggungku didorong Pakdhe agar sedikit membungkuk hingga setengah menungging. Dipentangkanya kedua kakiku lebar-lebar lalu dicucukannya batang kemaluannya ke gundukan bukit kemaluanku. Setelah arahnya tepat, Pakdhe mulai mendorong pantatnya hingga kembali batang kemaluannya menerobos masuk dalam jepitan bibir kemaluanku.<br />
<br />
Kembali aku mulai merasa ada suatu benda hangat menyeruak ke dalam lubang kemaluanku. Dinding-dinding lubang kemaluanka serasa dikilik-kilik. Batang kemaluan Pakdhe yang terjepit ketat dalam lubang kemaluanku berdenyut-denyut. Pakdhe yang napasnya mulai memburu semakin kuat mengayunkan pantatnya maju mundur hingga gesekan batang kemaluannya pada dinding lubang kemaluanku semakin cepat.<br />
<br />
Pinggulku yang dipegang Pakdhe terasa agak sakit karena jari-jari Pakdhe mulai mencengkeram. Pinggulku ditarik dan didorong oleh tangan kuat Pakdhe seiring dengan ayunan pantatnya. Tubuhku mulai terhentak dan aku mulai limbung. Kembali aku merasa melayang karena desakan gejolak yang meledak-ledak. Pakdhe semakin kuat mengayunkan pantatnya dan napasnya semakin menderu.<br />
<br />
Pantatku yang ditarik dan didorong Pakdhe maju mundur semakin cepat bergerak. Cengkeraman jari-jari Pakdhe semakin terasa di pinggulku. Gerakan ayunan pantat Pakdhe semakin tak terkendali. Tak lama kemudian aku kembali mencapai orgasmeku. Pakdhe pun kukira mencapai puncak kenikmatannya karena aku merasa ada semburan cairan hangat yang menyemprot dari batang kemaluan Pakdhe ke dalam lubang kemaluanku dengan diiringi geraman yang keluar dari mulut Pakdhe.<br />
<br />
Pakdhe tetap membiarkan batang kemaluannya terjepit dalam lubang kemaluanku selama beberapa saat. Napasnya yang mulai teratur terasa hangat menerpa kulit pipiku. Tulang kemaluannya menekan kuat di bukit buah pantatku. Aku merasa sedikit geli karena rambut kemaluan Pakdhe menempel ketat dan menggesek buah pantatku. Batang kemaluan Pakdhe yang masih keras terasa berdenyut-denyut dalam jepitan lubang kemaluanku. Setelah menyemprotkan sisa-sisa air maninya batang itu mulai mengendur dan terlepas dengan sendirinya.<br />
<br />
Tubuhku sudah terasa lemas tak bertenaga. Aku hanya memejamkan mata karena lemas dan malu karena untuk kedua kalinya aku berhasil digagahi Pakdheku sendiri. Aku membiarkan saja saat Pakdhe memandikanku seperti bayi. Tangannya yang kokoh menyabuni seluruh lekuk tubuhku. Tubuhku kembali menggerinjal saat tangannya yang kokoh mulai menyabuni payudaraku yang baru mulai tumbuh. Putingku yang mencuat dipermainkannya dengan gemas.<br />
<br />
Tubuhku semakin menggelinjang saat tangannya mulai menyentuh perutku lalu meluncur turun dan mulai menyabuni gundukan bukit kemaluanku yang baru mulai ditumbuhi rambut satu-satu. Jari-jarinya menyisir celah sempit di tengah gundukan bukit kemaluanku dan berlama-lama menyabuni daerah itu.<br />
<br />
Aku tak berani memandang Pakdhe saat ia mengangsurkan sabun ke tanganku dan menyuruhku menyabuninya. Dengan agak kaku tanganku mulai menyabuni punggung Pakdhe yang kekar. Tanganku bergerak hingga seluruh punggung Pakdhe kugosok merata dengan sabun. Lalu Pakdhe membalikkan tubuhnya menghadapku. Tangannya mengelus-elus kedua payudaraku sementara aku disuruhnya menyabuni tubuh bagian depannya.<br />
<br />
Tanganku bergerak dari dada terus turun ke arah perut. Napas Pakdhe mulai memburu saat tanganku yang dilumuri busa sabun mulai menggosok bagian bawah perutnya. Batang kemaluannya yang tadi kendur sudah mulai mengembang. Tanganku yang agak ragu dipegang Pakdhe dan diarahkan untuk menyabuni daerah kemaluan Pakdhe. Rambut kemaluannya sangat lebat tumbuh di pangkal batang kemaluannya yang mulai berdiri setengah tegak dan mengeras. Lucu sekali kelihatannya seperti pistol namun "gombyok". Ya!! Kelihatannya seperti pistol gombyok!! Seperti pistol tapi lebat ditumbuhi rambut atau gombyok!!<br />
________________________________________<br />
________________________________________<br />
Pakdhe yang sudah mulai terangsang segera menyuruhku menyelesaikan acara saling memandikan. Hanya dengan berbalut handuk, tubuhku yang masih agak basah ditariknya dari kamar mandi dan diseret masuk ke kamar Pakdhe. Pakdhe pun hanya mengenakan kolornya yang tadi dipakainya hingga batang kemaluannya yang sudah setengah keras tampak membusung di balik kolor seragamnya.<br />
<br />
Baru saja pintu ditutup, tubuhku sudah langsung disergapnya. Diloloskannya handuk yang melilit tubuhku hingga aku telanjang bulat. Pakdhe segera melepas kolornya dan bugil dihadapanku. Mulut Pakdhe segera menyergap bibirku dan melumatnya dengan rakus. Kedua payudaraku segera menjadi bulan-bulanan remasan tangannya hingga tubuhku menggelinjang dalam dekapannya.<br />
<br />
Tanganku segera dibimbing Pakdhe dan dipegangkannya ke batang kemaluannya yang sudah semakin mengembang. Bibir Pakdhe yang rakus meulai bergeser turun dari bibirku ke dagu, lidahnya menjilat-jilat daguku terus turun ke leherku hingga aku semakin menggelinjang karena kumisnya yang pendek dan kasar menggaruk-garuk batang leherku.<br />
<br />
Aku semakin mendesis karena kini bibir Pakdhe sudah mulai melumat kedua puting payudaraku kanan dan kiri secara bergantian. Tanganku secara tak sadar bergerak mengurut dan meremas "pistol gombyok" Pakdhe. Napas Pakdhe pun semakin menderu dan semakin keras menghembus di kedua payudaraku. Jilatannya semakin liar di seluruh bukit payudaraku tanpa terlewatkan sejengkalpun.<br />
<br />
Batang kemaluan Pakdhe yang semakin keras mulai berdenyut-denyut dalam genggaman tanganku. Sementara tangan Pakdhe mulai bergerak liar menyusuri penggungku dan turun ke bawah lalu berhenti di kedua pantatku dan meremas-remas kedua buah pantatku dengan gemasnya. Aku sangat terangsang. Ya.. Mungkin daerah kelemahanku adalah pada buah pantatku dan pada kedua puting payudaraku. Tubuhku sudah mulai mengawang dan sudah pasrah bersandar dalam pelukan Pakdhe.<br />
<br />
Mengetahui kalau tubuhku sudah tersandar sepenuhnya dalam pelukannya, Pakdhe segera mendorong tubuhku ke kasurnya hingga aku berbaring telentang. Ditindihnya tubuh telanjangku oleh tubuh kekar Pakdhe. Dibentangkannya kedua kakiku lebar-lebar dan aku kembali digumuli Pakdheku. Lidah Pakdhe kembali menyerbu bibirku lalu bergeser ke leherku.<br />
<br />
"Pistol gombyok" Pakdhe yang sudah sangat keras mengganjal di perut bagian bawahku. Rambut kemaluannya yang gombyok sangat terasa menggesek-gesek perutku menimbulkan rasa geli.<br />
<br />
Lidah Pakdhe menjilat-jilat seluruh batang leherku hingga aku mendesis-desis kegelian. Tubuhku semakin menggelinjang menahan geli saat lidahnya mulai bergeser turun dan menyapu-nyapu sekeliling bukit payudaraku di sekitar putingku. Tubuhku semakin menggerinjal saat lidah Pakdhe yang panas mulai menyapu-nyapu puting payudaraku. Tubuhku serasa semakin melayang.<br />
<br />
Lidah Pakdhe terus bergeser ke bawah. Pusarku dijilatnya dengan rakus lalu lidahnya mulai bergerak turun ke perut bagian bawahku. Otot-otot perutku terasa seperti ditarik-tarik saat bibir Pakdhe menyedot-nyedot daerah sekitar perut bagian bawahku di atas pangkal pahaku. Geli sekali rasanya, apalagi kumisnya yang pendek dan kasar menyeruduk-nyeruduk kulit perutku yang halus.<br />
<br />
Pakdhe lalu membalik tubuhnya. Wajahnya menghadap selangkanganku sementara "pistol gombyok"nya dihadapkan ke wajahku. Diturunkannya pantatnya hingga batang kemaluannya menempel bibirku. Dibimbingnya "pistol gombyok"nya ke mulutku. Aku tahu aku harus membuka mulutku menyambut "pistol gombyok" Pakdhe yang dijejalkan ke dalam mulutku. Dengan terpaksa aku mulai mengulum "pistol gombyok" Pakdhe dan menjilati seluruh ujung topi bajanya yang mengkilat.<br />
<br />
Tubuhku terhentak saat mulut Pakdhe mulai melumat bibir kemaluanku. Kedua tangannya menarik kedua bibir lubang kemaluanku dan membukanya lebar-lebar lalu lidahnya yang panas didorong keluar masuk kedalam lubang kemaluanku. Aku semakin mendesis-desis menahan nikmat. Napas Pakdhe yang semakin menggebu sangat terasa meniup-niup lubang kemaluanku yang terbuka lebar.<br />
<br />
Tanpa sadar pantatku terangkat ke atas seolah menyambut dorongan lidah Pakdhe yang menggesek-gesek kelentitku. Gerakan lidahnya yang liar seolah membuatku semakin gila. Tanpa dapat kucegah lagi, mulutku merintih dan mendesis menahan gejolak kenikmatan yang meledak-ledak. Batang kemaluan Pakdhe yang menyumpal mulutku tak mampu menahan desisan yang keluar dari mulutku.<br />
<br />
Mataku kembali nanar. Perutku terasa kejang.. Dorongan gejolak liar yang mendesak di perut bagian bawahku sudah hampir tak dapat kutahan lagi. Lalu dengan diiringi rintihan panjang tubuhku menggelepar dan berkelojotan seperti ayam disembelih. Tubuhku lalu melayang dan terhempas di tempat kosong. Akhirnya tubuhku terdiam beberapa saat. Aku telah mencapai orgasme yang ke sekian di pagi itu.<br />
<br />
Tubuhku terasa lemas tak bertenaga. Aku hanya pasrah saat Pakdhe yang telah mencabut batang kemaluannya dari kuluman mulutku bangkit dan duduk di sisi pembaringan mengangkat tubuhku dan mendudukanku di pangkuannya. Tubuhku dihadapkannya ke dirinya dan kakiku dipentangkannya hingga aku terduduk mengangkang dipangkuannya dengan saling berhadapan. Kemudian tangan Pakdhe mengarahkan batang kemaluannya ke celah bukit kemaluan di selangkanganku.<br />
<br />
Bless!! Aku terhenyak saat pantatku diturunkan dan ada suatu benda keras dan hangat mengganjal di lubang kemaluanku. Nikmat sekali rasanya. Seluruh dinding lubang kemaluanku terasa berdenyut-denyut. Kelentitiku yang sudah membengkak tergesek nikmat pada pangkal batang kemaluan Pakdhe. Lain sekali rasanya bersetubuh dengan posisi begini. Aku merasa sangat terangsang! Kelentitku serasa tergesek penuh pada batang kemaluan Pakdhe.<br />
<br />
Dengan dibantu kedua tangan Pakdhe yang menyangga kedua buah pantatku tubuhku bergerak naik turun di pangkuan Pakdhe. Payudaraku yang baru tumbuh bergetar bergoyang-goyang seiring dengan naik turunnya tubuhku di pangkuan Pakdhe. Batang kemaluan Pakdhe yang menancap ketat dalam jepitan lubang kemaluanku terasa menggesek nikmat seluruh dinding lubang kemaluanku yang terus berdenyut-denyut meremas apa saja yang menyumpalnya.<br />
<br />
Tubuhku terasa menggigil bergetar saat mulut Pakdhe tak tinggal diam. Mulut Pakdhe dengan rakusnya melumat kedua puting payudaraku bergantian. Mulutnya menyedot buah dadaku sepenuhnya. Gerakanku menjadi kian liar. Desakan gejolak birahi semakin mendesak. Aku mempercepat gerakanku naik turun dengan diselingi sedikit memutar saat seluruh batang kemaluan Pakdhe masuk hingga ke pangkalnya ke dalam jepitan lubang kemaluanku.<br />
<br />
Karena tak tahan lagi tanpa sadar kudorong tubuh Pakdhe hingga terbaring telentang di kasur dengan kedua kaki menjuntai ke lantai. Tubuhku yang tadi di pangku Pakdhe menjadi duduk seperti seorang joki yang sedang naik kuda balap berpacu dalam birahi dengan menduduki Pakdhe yang berbaring telentang. Gerakanku kian bebas. Dengan tangan bertumpu pada dada Pakdhe yang bidang aku terus menggerakan pantatku memutar dan maju mundur. Kelentitiku kian ketat tergesek batang kemaluan Pakdhe.<br />
<br />
Tanga Pakdhe yang memegang kedua pantatku semakin ketat mencengkeram dan membantu mempercepat gerakanku. Aku merasa tubuhku kembali mulai mengawang. Gerakanku kian tak terkendali. Mataku mulai membeliak dan mulutku menceracau tak karuan. Puncak pendakian kian dekat.. Kian dekat..<br />
<br />
Dan akhirnya dengan merintih panjang tubuhku berkejat-kejat seperti sedang terkena aliran listrik. Lubang kemaluanku berdenyut-denyut saat ada sesuatu yang pecah di dalam sana.. Tubuhku berkejat-kejat beberapa saat lalu ambruk di atas perut Pakdhe. Aku benar-benar tak bertenaga. Ya akibat pistol gombyok Pakdhe aku mencapai orgasme yang kesekian kalinya. Luar biasa Pakdhe ku ini. Walaupun sudah tua namun mampu membuat aku yang masih ABG begini bertekuk lutut.<br />
<br />
Pakdhe yang rupanya belum mencapai orgasme segera membalikkan tubuhku dengan tanpa melepaskan batang kemaluannya yang masih menancap dalam jepitan lubang kemaluanku. Sekarang tubuhku yang telentang gantian digenjot Pakdhe. Aku yang sudah tak bertenaga hanya pasrah. Pakdhe dengan semangat juang terus menggenjot selangkanganku dengan tusukan-tusukan batang kemaluannya. Pistol gombyoknya tanpa ampun menghajar lubang kemaluanku.<br />
<br />
Perlahan-lahan napsuku mulai bangkit lagi menerima tusukan-tusukan pistol gombyok Pakdhe. Dengan sisa-sisa tenaga yang masih ada aku berusaha menyambut setiap tusukan pistol gombyok dengan menggoyangkan pantatku ke kanan dan kiri.<br />
<br />
Napas Pakdhe semakin memburu dan terdengar menggemuruh menghembus ke payudaraku yang dilumat bibir rakus Pakdhe. Genjotan Pakdhe semakin kuat dan bertubi-tubi. Desakan gejolak yang mendesak dalam tubuhku semakin menguat. Aku sudah hampir tak kuat lagi menahan desakan itu. Tubuhku kembali mengejang. Pantatku terangkat dan dengan merintih panjang aku mencapai puncak pendakian yang sangat melelahkan.<br />
<br />
Tubuhku terhempas di tempat kosong dan pandangan mataku makin nanar. Aku merasa betapa di saat-saat itu tubuh Pakdhe yang menindih perutku mulai bergetar. Mulutnya menggeram dahsyat dan pantatnya menekan kuat-kuat menghunjamkan pistol gombyoknya ke dalam jepitan lubang kemaluanku. Tubuh Pakdhe berkejat-kejat lalu aku merasa ada semprotan cairan hangat menyiram di dalam lubang kemaluanku. Ada rasa berdesir menyergapku saat semprotan itu menyembur ke liang rahimku. Tubuh Pakdhe tersentak-sentak lalu ambruk di atas perutku.<br />
<br />
Sungguh melelahkan pergumulan di pagi itu. Akhirnya aku tertidur karena terlalu lelah. Pagi itu Pakdhe benar-benar melampiaskan seluruh hasratnya pada tubuhku. Dari pagi hingga malam aku tidak dibiarkannya mengenakan pakaian utuh. Aku disetubuhi berkali-kali hari itu hingga selangkanganku terasa ngilu karena digenjot Pakdhe.<br />
<br />
Sejak kepergian Mbak Ningsih aku menjadi pelampiasan napsu Pakdhe. Minimal satu kali dalam satu minggu Pakdhe pasti minta jatah dariku. Selama tiga tahun aku menjadi budak napsu pistol gombyok Pakdhe hingga aku lulus SMU.<br />
<br />
Tiga tahun aku harus menjalani kehidupan sebagai sasaran tembak "pistol gombyok" Pakdhe. Ternyata hal seperti itu dialami juga oleh Mbak Ningsih. Dia bercerita kalau dulu pertama kali diperawani Pakdhe dirinya tidak sadar. Untuk selanjutnya ia juga diancam tidak akan dibiayai sekolah dan diusir kalau tidak mau memenuhi keinginan Pakdhe.<br />
<br />
Lalu setelah aku lulus, atas kebaikan Mbak Ningsih aku kuliah di salah satu PTS di kota Solo. Untuk menambah biaya karena tidak ingin terlalu memberatkan Mbak Ningsih aku terjun ke dunia pelacuran. Ya.. Akhirnya aku menjadi pelacur untuk membiayai kuliahku. Aku berjanji akan berhenti dari dunia ini setelah aku mempunyai cukup bekal.<br />
<br />
Jika Anda Suka cerita nya Klik Tanda thanks atw reputasiPrivate Securityhttp://www.blogger.com/profile/10275932906534986125noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4303797405610259907.post-21241289842815492582011-03-08T00:59:00.001-08:002011-03-08T00:59:50.811-08:00Nasib Apes Si Pramugari Muda<span class="Apple-style-span" style="border-collapse: separate; color: black; font-family: 'Times New Roman'; font-size: small; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; letter-spacing: normal; line-height: normal; orphans: 2; text-indent: 0px; text-transform: none; white-space: normal; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span class="Apple-style-span" style="color: #333333; font-family: Verdana,Arial,Tahoma,Calibri,Geneva,sans-serif; font-size: 13px;">Malam telah larut dimana jarum jam menunjukkan pukul 23.15. Suasana sepi menyelimuti sebuah kost-kostan yang terletak beberapa kilometer dari Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng.. Kost-kostan tersebut lokasinya agak jauh dari keramaian sehingga menjadi tempat favorit bagi siapa saja yang menginginkan suasana tenang dan sepi. Kost-kostan yang memiliki jumlah kamar mencapai 30 kamar itu terasa sepi karena memang baru saja dibuka untuk disewakan,hanya beberapa kamar saja yang sudah ditempati, sehingga suasananya dikala siang atau malam cukup lengang. Saat itu hujan turun lumayan deras, akan tetapi nampak sesuatu telah terjadi disalah satu kamar dikost-kostan itu.<br />
<br />
Seiring dengan turunnya air hujan, air mata Dinda juga mulai turun berlinang disaat lelaki itu mulai menyentuh tubuhnya yang sudah tidak berdaya itu. Saat ini tubuhnya sudah dalam kekuasaan para lelaki itu, rasa keputus asaan dan takut datang menyelimuti dirinya. Beberapa menit yang lalu secara tiba- tiba dirinya diseregap oleh seseorang lelaki disaat dia masuk kedalam kamar kostnya setibanya dari sebuah tugas penerbangan. Kedua tangannya langsung diikat kebelakang dengan seutas tali, mulutnya disumpal dengan kain dan setelah itu tubuhnya dicampakkan oleh lelaki itu keatas tempat tidurnya. Ingin rasanya dia berteriak meminta pertolongan kepada teman-temannya akan tetapi kendaraan antar jemput yang tadi mengantarkannya sepertinya sudah jauh pergi meninggalkan kost-kostan ini, padahal didalam<br />
kendaraan tersebut banyak teman-temannya sesama karyawan.<br />
<br />
Dinda Fitria Septiani adalah seorang Pramugari pada sebuah penerbangan swasta, usianya baru menginjak 19 tahun, wajahnya cantik imut-imut, postur tubuhnya tinggi dan langsing proporsional. Dengan dianugerahi penampilan yang cantik ini sangat memudahkan baginya untuk diterima bekerja sebagai seorang pramugari. Demikian pula dengan karirnya dalam waktu yang singkat karena kecantikannya itulah dia telah menjadi sosok primadona di perusahaan penerbangan itu. Banyak lelaki yang berusaha merebut hatinya, baik itu sesama karyawan ditempatnya bekerja atau kawan-kawan lainya. Namun karena alasan masih ingin berkarir maka dengan secara halus maksud-maksud dari para lelaki itu ditolaknya.<br />
<br />
Akan tetapi tidak semua lelaki memahami atas sikap dari Dinda itu. Paul adalah salah satu dari orang yang tidak bisa menerima sikap Dinda terhadap dirinya. Kini dirinya bersama dengan seorang temannya telah melakukan seuatu perhitungan terhadap Dinda. Rencana busuk dilakukannya terhadap Dinda. Malam ini mereka telah menyergap Dinda dikamar kostnya. Paul adalah satu dari sekian banyaknya lelaki yang menaruh hati kepada dirinya, akan tetapi Paul bukanlah seseorang yang dikenalnya dengan baik karena kedudukannya bukanlah seorang karyawan penerbangan ditempatnya bekerja atau kawan-kawannya yang lain, melainkan dia adalah seorang tukang batu yang bekerja dibelakang kost-kostan ini. Ironisnya, Paul yang berusia setengah abad lebih dan melebihi usia ayah Dinda itu lebih sering menghalalkan segala cara dalam mendapatkan sesuatu, maklumlah dia bukan seseorang yang terdidik. Segala tingkah laku dan perbuatannyapun cenderung kasar, karena memang dia hidup dilingkungan orang-orang yang bertabiat kasar.<br />
<br />
“Huh rasakan kau gadis sombong !”, bentaknya kepada Dinda yang tengah tergolek dikasurnya.<br />
“Aku dapatkan kau sekarang….!”, lanjutnya. Sejak perjumpaannya pertama dengan Dinda beberapa bulan yang lalu, Paul langsung jatuh hati kepada Dinda. Dimata Paul, Dinda bagaikan bidadari yang turun dari khayangan sehingga selalu hadir didalam lamunnanya. Diapun berniat untuk menjadikannya sebagai istri yang ke-4. Bak bukit merindukan bulan, Paul tidak berdaya untuk mewujudkan impiannya itu. Predikatnya sebagai tukang batu, duda dari 3 kali perkawinan, berusia 51 tahun, lusuh dan miskin menghanyutkan impiannya untuk dapat mendekati sang bidadari itu.<br />
Terlebih-lebih ada beberapa kali kejadian yang sangat menyakitkan hatinya terkait dengan Dinda<br />
sang bidadari bayangannya itu. Sering tegur sapanya diacuhkan oleh Dinda,tatapan mata Dindapun selalu sinis terhadap dirinya. Lama kelamaan didalam diri Paul tumbuh subur rasa benci terhadap Dinda, penilaian terhadapnyapun berubah, rasa kagumnya telah berubah menjadi benci namun gairah nafsu sex terhadap Dinda tetap bersemi didalam dirinya tumbuh subur menghantui dirinya selama ini. Akhirnya dipilihlah sebuah jalan pintas untuk melampiaskan nafsunya itu, kalaupun cintanya tidak dapat setidaknya dia dapat menikmati tubuh Dinda pikirnya. Jadilah malam ini Paul melakukan aksi nekat, diapun membulatkan hatinya untuk memberi pelajaran kepada Dinda sekaligus melampiaskan nafsunya yang selama ini mulai tumbuh secara subur didalam dirinya.<br />
<br />
Kini sang bidadari itu telah tergeletak dihadapannya, air matanyapun telah membasahi wajahnya yang putih bersih itu. “Lihat aku, cewek *******…..!”, hardiknya seraya memegang kepala Dinda dan menghadapkan kewajahnya. “Hmmmphh….!!”, jeritnya yang tertahan oleh kain yang menyumpal dimulutnya, mata Dinda pun melotot ketika menyadari bahwa saat ini dia telah berhadapan dengan Paul seseorang yang dibencinya. Hatinyapun langsung ciut dan tergetar tatkala Paul yang berada dihadapannya tertawa penuh dengan kemenangan, “Hahaha….malam ini kamu jadi pemuasku, gadis cantik”. Keringatpun langsung mengucur deras membasahi tubuh Dinda, wajahnya nampak tersirat rasa takut yang dalam, dia menyadari betul akan apa-apa yang bakal terjadi terhadap dirinya. Disaat seperti inilah dia menyadari betul akan ketidak berdayaan dirinya, rasa sesal mulai hadir didalam hatinya, akan sikap- sikapnya yang tidak berhati-hati terhadap Paul.<br />
<br />
Kini dihadapan Dinda, Paul mulai melepaskan baju kumalnya satu persatu hingga akhirnya telanjang bulat. Walaupun telah berusia setengah abad lebih, namun karena pekerjaannya sebagai buruh kasar maka Paul memiliki tubuh yang atletis, badannya hitam legam dan kekar, beberapa buah tatto menghiasi dadanya yang bidang itu. Isak tangis mulai keluar dari mulut Dinda, disaat paul mulai mendekat ketubuhnya. Tangan kanannya memegang batang kemaluannya yang telah tegak berdiri itu dan diarahkannya kewajah Dinda. Melihat ini Dinda berusaha memalingkan wajahnya, namun tangan kiri Paul secepat kilat mencengkram erat kepala Dinda dan mengalihkannya lagi persis menghadap ke batang kemaluannya.. Dan setelah itu dioles-oleskannya batang kemaluannya itu diwajah Dinda, dengan tubuh yang bergetar Dinda hanya bisa memejamkan matanya dengan erat karena merasa ngeri dan jijik diperlakukan seperti itu. Sementara kepala tidak bisa bergerak-gerak karena dicengkraman erat oleh tangan Paul. “Ahhh….perkenalkan rudal gue ini sayang…..akhhh….” ujarnya sambil terus mengoles-oleskan batang kemaluannya diwajah Dinda, memutar-mutar dibagian pipi, dibagian mata, dahi dan hidungnya. Melalui batang kemaluannya itu Paul tengah menikmati kehalusan wajah Dinda. “Hai cantik !….sekarang sudah kenal kan dengan ****** gue ini, seberapa mahal sih wajah cantik elo itu hah ? sekarang kena deh ama ****** gue ini….”, sambungnya.<br />
<br />
Setelah puas dengan itu, kini Paul mendorong tubuh Dinda hingga kembali terjatuh kekasurnya.<br />
Sejenak dikaguminya tubuh Dinda yang tergolek tak berdaya ditempat tidurnya itu. Baju seragam<br />
pramugarinya masih melekat rapi dibadannya. Baju dalaman putih dengan dasi kupu-kupu berwarna biru ditutup oleh blazer yang berwarna kuning tua serta rok pendeknya yang berwarna biru seolah semakin membangkitkan birahi Paul, apalagi roknya agak tersingkap hingga pahanya yang putih mulus itu terlihat. Rambutnya yang panjang sebahu masih digelung sementara itu topi pramugarinya telah tergeletak jatuh disaat penyergapan lagi. “Hmmpphhh…mmhhh…”, sepertinya Dinda ingin mengucapkan sesuatu kepadanya, tapi apa perdulinya paling-paling cuma<br />
permintaan ampun dan belas kasihan. Tanpa membuang waktu lagi kini diputarnya tubuh Dinda menjadi tengkurap, kedua tangannya yang terikat kebelakang menempel dipunggung sementara dada dan wajahnya menyentuh kasur. Kedua tangan kasar Paul itu kini mengusap-usap bagian pantat Dinda, dirasakan olehnya pantat Dinda yang sekal. Sesekali tangannya menyabet bagian itu bagai seorang ibu yang tengah menyabet pantat anaknya yang nakal “Plak…Plak…”. “Wah sekal sekali pantatmu…”, ujar Paul sambil terus mengusap-usap dan memijit- mijit pantat Dinda.<br />
Dinda hanya diam pasrah, sementara tangisannya terus terdengar. Tangisnya terdengar semakin<br />
keras ketika tangan kanan Paul secara perlahan-lahan mengusap kaki Dinda mulai dari betis naik terus kebagian paha dan akhirnya menyusup masuk kedalam roknya hingga menyentuh kebagian selangkangannya.<br />
<br />
Sesampainya dibagian itu, salah satu jari tangan kanan Paul, yaitu jari tengahnya menyusup masuk kecelana dalamnya dan langsung menyentuh kemaluannya. Kontan saja hal ini membuat badan Dinda agak menggeliat, dia mulai sedikit meronta-ronta, namun jari tengah Paul tadi langsung menusuk lobang kemaluan Dinda. “Egghhmmmmm…….”, Dinda menjerit badannya mengejang tatkala jari telunjuk Paul masuk kedalam liang kewanitaannya itu. Badan Dindapun langsung menggeliat- geliat seperti cacing kepanasan, ketika Paul memainkan jarinya itu didalam lobang kemaluan Dinda. Dengan tersenyum terus dikorek- koreknyalah lobang kemaluan Dinda, sementara itu badan Dinda menggeliat-geliat jadinya, matanya merem-melek, mulutnya mengeluarkan rintihan- rintihan yang teredam oleh kain yang menyumpal mulutnya itu “Ehhmmmppphhh….mmpphhhh…..”. Setelah beberapa menit lamanya, kemaluan Dindapun menjadi basah oleh cairan kewanitaannya, Paul kemudian mencabut jarinya.<br />
<br />
Tubuh Dindapun dibalik sehingga posisinya terlentang. Setelah itu roknya disingkapkan keatas hingga rok itu melingkar dipinggulnya dan celana dalamnya yang berwarna putih itu ditariknya hingga bagian bawah Dinda kini telanjang. Terlihat oleh Paul, kemaluan Dinda yang indah, sedikit bulu-bulu tipis yang tumbuh mengitari lobang kemaluannya yang telah membengkak itu.<br />
Dengan bernafsunya direntangkan kedua kaki Dinda hingga mengangkang setelah itu ditekuknya hingga kedua pahanya menyentuh ke bagian dada. Wajah Dinda semakin tegang, tubuhnya gentar, seragam pramugarinyapun telah basah oleh keringat yang deras membanjiri tubuhnya, Paul bersiap-siap melakukan penetrasi ketubuh Dinda. “Hmmmmpphhh……….hhhhhmmmmppp…. ..”, Dinda menjerit dengan tubuhnya yang mengejang ketika Paul mulai menanamkan batang kemaluannya didalam lobang kemaluan Dinda. Matanya terbelalak menahan rasa sakit dikemaluannya, tubuhnya menggeliat-geliat sementara Paul terus berusaha menancapkan seluruh batang kemaluannya. Memang agak sulit selain Dinda masih perawan, usianyapun masih tergolong muda sehingga kemaluannya masih sangat sempit. Akhirnya dengan sekuat tenaganya, Paul berhasil menanamkan seluruh batang kemaluannya didalam vagina Dinda. Tubuh Dinda berguncang-guncang disaat itu karena dia menangis merasakan sakit dan pedih tak terkirakan dikemaluannya itu. Diapun menyadari bahwa malam itu keperawanannya akhirnya terenggut oleh Paul. “Ahh….kena kau sekarang !!! akhirnya Gue berhasil mendapatkan perawan elo !”, bisiknya ketelinga Dinda.<br />
<br />
Hujanpun semakin deras, suara guntur membahana memiawakkan telinga. Karena ingin mendengar suara rintihan gadis yang telah ditaklukkannya itu, dibukannya kain yang sejak tadi menyumpal mulut Dinda. “Oouuhhh…..baang….saakiitt…banngg….amp uunn …”, rintih Dinda dengan suara yang megap- megap. Jelas Paul tidak perduli. Dia malahan langsung menggenjot tubuhnya memopakan batang kemaluannya keluar masuk lobang kemaluan Dinda. “Aakkhh….ooohhhh….oouuhhhh….ooohhhggh… .”, Dinda merintih-rintih, disaat tubuhnya digenjot oleh Paul, badannyapun semakin menggeliat-geliat. Tidak disadarinya justru badannya yang menggeliat-geliat itu malah memancing nafsu Paul, karena dengan begitu otot-otot dinding vaginanya malah semakin ikut mengurut-urut batang kemaluan Paul yang tertanam didalamnya, karenanya Paul merasa semakin nikmat. Menit-menitpun berlalu dengan cepat, masih dengan sekuat tenaga Paul terus menggenjot tubuh Dinda, Dindapun nampak semakin kepayahan karena sekian lamanya Paul menggenjot tubuhnya. Rasa pedih dan sakitnya seolah telah hilang, erangan dan rintihanpun kini melemah, matanya mulai setengah tertutup dan hanya bagian putihnya saja yang terlihat, sementara itu bibirnya menganga mengeluarkan alunan-alunan rintihan lemah, “Ahhh…..ahhhh…oouuhhhh…”. Dan akhirnya Paulpun berejakulasi di lobang kemaluan Dinda, kemaluannya menyemburkan cairan kental yang luar biasa banyaknya memenuhi rahim Dinda. “A..aakkhhh…..”, sambil mengejan Paul melolong panjang bak srigala, tubuhnya mengeras dengan kepala menengadah keatas. Puas sudah dia menyetubuhi Dinda, rasa puasnya berlipat-lipat baik itu puas karena telah mencapai klimaks dalam seksnya, puas dalam menaklukan Dinda, puas dalam merobek keperawanan Dinda dan puas dalam memberi pelajaran kepada gadis cantik itu. Dinda menyambutnya dengan mata yang secara tiba-tiba terbelalak, dia sadar bahwa pasangannya telah berejakulasi karena disakannya ada cairan-cairan hangat yang menyembur membanjiri vaginanya. Cairan kental hangat yang bercampur darah itu<br />
memenuhi lobang kemaluan Dinda sampai sampai meluber keluar membasahi paha dan sprei kasur. Dinda yang menyadari itu semua, mulai menangis namun kini tubuhnya sudah lemah sekali.<br />
<br />
Dengan mendesah puas Paul merebahkan tubuhnya diatas tubuh Dinda, kini kedua tubuh itu jatuh lunglai bagai tak bertulang. Tubuh Paul nampak terguncang-guncang sebagai akibat dari isak tangis dari Dinda yang tubuhnya tertindih tubuh Paul. Setelah beberapa menit membiarkan batang kemaluannya tertanam dilobang kemaluan Dinda, kini Paul mencabutnya seraya bangkit dari tubuh Dinda. Badannya berlutut mengangkangi tubuh lunglai Dinda yang terlentang, kemaluannya yang nampak sudah melemas itu kembali sedikit- demi sedikit menegang disaat merapat kewajah Dinda. Dikala sudah benar-benar menegang, tangan kanan Paul sekonyong-konyong meraih kepala Dinda. Dinda yang masih meringis-ringis dan menangis tersedu-sedu itu, terkejut dengan tindakan Paul. Terlebih-lebih melihat batang kemaluan Paul yang telah menegang itu berkedudukan persis dihadapan wajahnya. Belum lagi sempat menjerit, Paul sudah mencekoki mulutnya dengan batang kemaluannya. Walau Dinda berusaha berontak namun akhirnya Paul berhasil menanamkan penisnya itu kemulut Dinda. Nampak Dinda seperti akan muntah, karena mulutnya merasakan batang kemaluan Paul yang masih basah oleh cairan sperma itu. Setelah itu Paul kembali memopakan batang kemaluannya didalam rongga mulut Dinda, wajah Dinda memerah jadinya, matanya melotot, sesekali dia terbatuk-batuk dan akan muntah. Namun Paul dengan santainya terus memompakan keluar masuk didalam mulut Dinda, sesekali juga dengan gerakan memutar-mutar. “Aahhhh….”, sambil memejamkan mata Paul merasakan kembali kenikmatan di batang kemaluannya itu mengalir kesekujur tubuhnya. Rasa dingin, basah dan geli dirasakannya dibatang kemaluannya. Dan akhirnya, “Oouuuuhhhh…Dinndaaaa…sayanggg… ..”, Paul mendesah panjang ketika kembali batang kemaluannya berejakulasi yang kini dimulut Dinda. Dengan terbatuk-batuk Dinda menerimanya, walau sperma yang dimuntahkan oleh Paul jumlahnya tidak banyak namun cukup memenuhi rongga mulut Dinda hingga meluber membasahi pipinya. Setelah memuntahkan spermanya Paul mencabut batang kemaluannya dari mulut Dinda, dan Dindapun langsung muntah-muntah dan batuk-batuk dia nampak berusaha untuk mengeluarkan cairan-cairan itu namun sebagian besar sperma Paul tadi telah mengalir masuk ketenggorokannya.<br />
<br />
Saat ini wajah Dinda sudah acak- acakan akan tetapi kecantikannya masih terlihat, karena memang kecantikan dirinya adalah kecantikan yang alami sehingga dalam kondisi apapun selalu cantik adanya. Dengan wajah puas sambil menyadarkan tubuhnya didinding kasur, Paulpun menyeringai melihat Dinda yang masih terbatuk-batuk. Paul memutuskan untuk beristirahat sejenak, mengumpulkan kembali tenaganya. Sementara itu tubuh Dinda meringkuk dikasur sambil terisak-isak. Waktupun berlalu, jam didinding kamar Dinda telah menunjukkan pukul 1 dinihari. Sambil santai Paulpun menyempatkan diri mengorek-ngorek isi laci lemari Dinda yang terletak disamping tempat tidur. Dilihatnya album foto- foto pribadi milik Dinda, nampak wajah-wajah cantik Dinda menghiasi isi album itu, Dinda yang anggun dalam pakaian seragam pramugarinya, nampak cantik juga dengan baju muslimnya lengkap dengan ****** ketika foto bersama keluarganya saat lebaran kemarin dikota asalnya yaitu Bandung. Kini gadis cantik itu tergolek lemah dihadapannya, setengah badannya telanjang, kemaluannya nampak membengkak. Selain itu, ditemukan pula beberapa lembar uang yang berjumlah 2 jutaan lebih serta perhiasan emas didalam laci itu, dengan tersenyum Paul memasukkan itu semua kedalam kantung celana lusuhnya, “Sambil menyelam minum air”, batinnya.<br />
<br />
Setelah setengah jam lamanya Paul bersitirahat,kini dia bangkit mendekati tubuh Dinda. Diambilnya sebuah gunting besar yang dia temukan tadi didalam laci. Dan setelah itu dengan gunting itu, dia melucuti baju seragam pramugari Dinda satu persatu. Singkatnya kini tubuh Dinda telah telanjang bulat, rambutnyapun yang hitam lurus dan panjang sebahu yang tadi digelung rapi kini digerai oleh Paul sehingga menambah keindahan menghiasi punggung Dinda. Sejenak Paul mengagumi keindahan tubuh Dinda, kulitnya putih bersih, pinggangnya ramping, payudaranya yang tidak terlalu besar, kemaluannya yang walau nampak bengkak namun masih terlihat indah menghias selangkangan Dinda. Tubuh Dinda nampak penuh dengan kepasrahan, badannya kembali tergetar menantikan akan apa-apa yang akan terjadi terhadap dirinya.<br />
<br />
Sementara itu hujan diluar masih turun dengan derasnya, udara dingin mulai masuk kedalam kamar yang tidak terlalu besar itu. Udara dingin itulah yang kembali membangkitkan nafsu birahi Paul. Setelah hampir sejam lamanya memberi istirahat kepada batang kemaluannya kini batang kemaluannya kembali menegang. Dihampirinya tubuh telanjang Dinda, “Yaa…ampuunnn bangg…udah dong….Dinda minta ampunn bangg…oohhh….”, Dinda nampak memelas memohon-mohon kepada Paul. Paul hanya tersenyum saja mendengar itu semua, dia mulai meraih badan Dinda. Kini dibaliknya tubuh telanjang Dinda itu hingga dalam posisi tengkurap. Setelah itu ditariknya tubuh itu hingga ditepi tempat tidur, sehingga kedua lutut Dinda menyentuh lantai sementara dadanya masih menempel kasur dipinggiran tempat tidur, Paulpun berada dibelakang Dinda dengan posisi menghadap punggung Dinda. Setelah itu kembali direntangkannya kedua kaki Dinda selebar bahu, dan…. “Aaaaaaaaakkkkhh………”, Dinda melolong panjang, badannya mengejang dan terangkat dari tempat tidur disaat Paul menanamkan batang kemaluannya didalam lobang anus Dinda.<br />
<br />
Rasa sakit tiada tara kembali dirasakan didaerah selangkangannya, dengan agak susah payah kembali Paul berhasil menanamkan batang kemaluannya didalam lobang anus Dinda. Setelah itu tubuh Dindapun kembali disodok-sodok, kedua tangan Paul meraih payudara Dinda serta meremas-remasnya. Setengah jam lamnya Paul menyodomi Dinda, waktu yang lama bagi Dinda yang semakin tersiksa itu. “Eegghhh….aakkhhh….oohhh…”, dengan mata merem-melek serta tubuh tersodok- sodok Dinda merintih-rintih, sementara itu kedua payudaranya diremas-remas oleh kedua tangan Paul. Paul kembali merasakan akan mendapatkan klimaks, dengan gerakan secepat kilat dicabutnya batang kemaluan itu dari lobang anus Dinda dan dibaliklah tubuh Dinda itu hingga kini posisinya terlentang. Secepat kilatpula dia yang kini berada diatas tubuh Dinda menghujamkan batang kemaluannya kembali didalam vagina Dinda. “Oouuffffhhh……”, Dinda merintih dikala paul menanamkan batang kemaluannya itu. Tidak lama setelah Paul memompakan kemaluannya didalam liang vagina Dinda “CCREETT….CCRROOOT…CROOTT…”, kembali penis Paul memuntahkan sperma membasahi rongga vagina Dinda, dan Dindapun terjatuh tak sadarkan diri.<br />
<br />
Fajar telah menjelang, Paul nampak meninggalkan kamar kost Dinda dengan tersenyum penuh dengan kemenangan, sebatang rokok menemaninya dalam perjalanannya kesebuah stasiun bus antar kota, sementara itu sakunya penuh dengan lembaran uang dan perhiasan emas. Entah apa yang akan terjadi dengan Dinda sang pramugari cantik imut-imut itu, apakah dia masih menjual mahal dirinya. Entahlah, yang jelas setelah dia berhasil menikmati gadis cantik itu, hal itu bukan urusannya lagi</span></span>Private Securityhttp://www.blogger.com/profile/10275932906534986125noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4303797405610259907.post-43140182931169947382011-03-08T00:54:00.001-08:002011-03-08T00:54:56.877-08:00Nikmatnya Teman Pacar<span class="Apple-style-span" style="border-collapse: separate; color: black; font-family: 'Times New Roman'; font-size: small; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; letter-spacing: normal; line-height: normal; orphans: 2; text-indent: 0px; text-transform: none; white-space: normal; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span class="Apple-style-span" style="color: #333333; font-family: Verdana,Arial,Tahoma,Calibri,Geneva,sans-serif; font-size: 13px;">Sejak berpacaran dengan Lina, mahasiswi Fakultas Hukum Universitas terkemuka di Bandung, yang berbeda dua angkatan dengannya, Andi mulai bergaul dengan teman-teman Lina. Aktifitas Lina membawanya sering berkumpul dengan anak-anak Hukum yang seperti teman-teman baru bagi Andi. Kenyataan ia satu-satunya anak Ekonomi saat berkumpul dengan teman-teman Lina membuatnya mudah dikenali. Dari sering berkumpul ini pula ia mulai kenal satu persatu anak Hukum. Sikapnya yang mudah bergaul membuat ia juga diterima dengan tangan terbuka oleh komunitas anak-anak Hukum.<br />
<br />
Sebagai anak Ekonomi dan punya pengalaman organisasi lebih banyak dibanding teman-teman Lina, membuatnya sering memberikan wawasan baru bagi anak-anak Hukum angkatan Lina.<br />
Di sini juga ia menjadi kenal Lira, yang sama seperti teman Lina yang lain, sekedar kenal dengannya. Lira sering ikut datang karena statusnya sebagai pacar Boy, salah satu pentolan angkatan Lina. Tidak ada perhatian khusus Andi kepada Lira, kecuali tentu saja, sebagai laki-laki normal, dadanya yang super. Meski bersikap biasa kepada Lira dan cenderung bersikap sama terhadap teman Lina yang lain, kelebihan pada tubuh Lira kerap membuatnya tak kuasa melirik lebih dalam, terutama saat Lira memakai baju yang memamerkan lekuk tubuhnya secara sempurna, apalagi kulit Lira putih bersih dan mulus.<br />
<br />
Perkenalan lebih terjadi saat Lina meminta Andi mengantarnya ke kost Lira karena perlu meminjam bahan kuliah. Saat itu pun Andi masih belum sadar Lira itu siapa, dan baru paham setelah disebutkan pacar Boy. Meminjam buku menjadi waktu bertamu yang lebih lama setelah Andi dan Lira ternyata punya selera musik yang sama. Obrolan itu masih dalam batas koridor pertemanan, hanya bedanya setelah itu, Andi jadi lebih ingat siapa Lira, paling tidak namanya. Lira sendiri sebetulnya bukan teman akrab Lina. Bisa dikatakan beda gank, tapi hubungan mereka baik.<br />
<br />
Aktifitas mengantar Lina ke kampus pun kini menjadi lebih menyenangkan bagi Andi karena ia sering bertemu Lira. Namun, sekali lagi ini sebatas karena mereka punya selera musik yang sama. Paling tidak, saat menunggu Lina berurusan dengan orang lain, terutama di lingkungan organisasi mahasiswa kampus, Andi punya teman ngobrol baru yang nyambung diajak ngobrol. Lina pun merasa beruntung Andi mengenal Lira karena ia jadi lebih santai mengerjakan sesuatu di kampus terutama jika ia minta Andi menunggunya.<br />
<br />
Sampai tiba masa-masa sibuk di organisasi mahasiwa Hukum yaitu pemilihan ketua Badan Eksekutif Mahasiswa. Rapat-rapat sering digelar untuk merumuskan strategi kampanye. Kasihan kepada Andi, pada suatu hari Lina tidak minta ditunggu lagi oleh pacarnya itu, tapi ia minta dijemput lagi pukul empat sore, dua jam setelah rapat dimulai. Andi pun memutuskan untuk menunggu di kost-an salah satu teman yang kost di dekat kampus. Sayang, saat tiba di kost-kostan tersebut temannya sedang keluar. Tak habis akal ia menuju kost-an temannya yang lain. Namun, jalan ke kost-an temannya itu melewati kost-an Lira. Dari jalan, yang hanya berjarak sekitar 15 meter dari deretan kamar kost tersebut. Ia melihat Lira keluar dari kamarnya hendak menjemur handuk. Andi melambatkan motornya dan berharap Lira melihat. Dan, harapannya terkabul. Ia akhirnya memutuskan main di kost Lira sembari menunggu Lina selesai rapat.<br />
<br />
"Lina lagi rapat ya?"<br />
Lira membuka pembicaraan sambil sibuk menata rambutnya yang basah. Ia mempersilakan Andi duduk di atas karpet karena di kamarnya memang tidak ada kursi. Semua perabot terletak di bawah termasuk sebidang meja kecil tempat Lira belajar.<br />
<br />
"Iya. Loe kok ngga ikut Lir?"<br />
"Males. Gue tau pasti lama. Lagian sekarang kan yang rapat pentolan aja."<br />
"Boy di sana juga?"<br />
"Iyalah, dia kan proyeknya. Masa' dia ngga dateng. Ini juga gue lagi nungguin dia. Janjian ntar gue jemput jam enam, mau nonton."<br />
<br />
Andi baru sadar kalau ini adalah malam Minggu dan ia belum punya rencana. Dari tadi pandangannya tidak lepas dari rambut ikal sebahu Lira yang basah habis mandi. Ia hanya bisa menelan ludah melihat Lira yang seksi sekali dalam kondisi seperti itu. Aroma yang cukup familiar baginya merebak dari rambut Lira yang masih basah.<br />
<br />
"Shampo loe shampo bayi ya, Deedee kan, rasa strawbery?"<br />
"Hahaha, kecium ya, kok tau sih?<br />
"Yah, elo Lir, gue kan juga pake Deedee. Cemen yah?"<br />
"Buset, orang kayak loe shamponya Deedee? Lina yang mau apa emang elo yang suka?"<br />
"Gue udah pake shampo itu sejak SMA,"<br />
"Hihihi..., geli gue, lucu aja, liat loe shamponya Deedee," ledek Lira sambil tertawa geli.<br />
<br />
Keduanya terdiam sesaat. Sampai tawa Lira berderai lagi.<br />
"Kok sama lagi sih. Kita emang udah jodoh ketemu kali nih. Jodoh jadi temen gitu maksud gue."<br />
<br />
Lira berusaha meluruskan kalimatnya karena sadar perkataannya bisa diartikan berbeda. Keduanya memang saling nyambung awalnya karena punya selera musik yang sama.<br />
<br />
"Mungkin kali ya...., loe bocor sih," sahut Andi terkekeh.<br />
Obrolan pun terus berlanjut mengalir seperti sungai. Lira yang cerewet selalu punya bahan pembicaraan menarik demikian pula dengan Andi. Uniknya obrolan tersebut selalu nyambung. Di tengah ngobrol Andi sekali-sekali melirik dua tonjolan di dada Lira yang luar biasa ranum. Soal cewe, selera Andi memang yang memiliki dada besar. Ia sudah bersyukur punya Lina yang berdada lumayan berisi, namun melihat Lira, rasanya rugi kalau diabaikan, membuat darahnya berdesir kencang.<br />
<br />
Saat melihat dari jalan tadi, Andi menemukan Lira hanya memakai kimono mandi dan sedang menjemur handuk. Ia sempat diminta menunggu cukup lama oleh Lira karena harus berpakaian dulu. Harapannya, Lira keluar dengan pakaian lebih tertutup, tapi yang didapati adalah Lira hanya memakai tank top putih yang memamerkan ceplakan branya dengan jelas hingga renda-renda di dalamnya berikut celana pendek yang membuat 3/4 pahanya terbuka.<br />
<br />
"Eh, Lir, gue mo nanya nih...."<br />
"Apaan?"<br />
"Tapi jawab jujur ya...."<br />
"Apaan dulu??<br />
"Ya ini gue mo nanya?."<br />
"Oke, jujur...."<br />
"Anak-anak Hukum sebetulnya risih ngga sih gue sering ngumpul bareng mereka."<br />
"Angkatan gue??<br />
"Iya."<br />
"Jujur kan?...Ngga, yakin gue. Eh, tapi maksudnya ngumpul karena loe nemenin Lina kan?"<br />
"Iya."<br />
"Ya ngga sama sekali. Yang suka sama loe banyak kok."<br />
"Bener loe? Kalo cowo-cowonya gimana?"<br />
"Ngga juga. Kenapa sih? Ya kalo ada paling yang dulu naksir Lina tapi keserobot elo?hahahaha...."<br />
"Sialan loe?, serius nih gue."<br />
"Gue juga serius. Bener kok, percaya deh sama gue."<br />
"Mereka, terutama yang cewe, malah yang gue tau pada keki sama Lina."<br />
"Keki kenapa? emang salah gue apa?"<br />
"Maksudnya keki soalnya Lina dapet cowo kayak elo."<br />
"Emang gue kenapa?"<br />
"Ya?loe kan sabar banget tuh mau nungguin Lina, terus gabung sama kita-kita, maen bareng?"<br />
"Gitu ya...?"<br />
"Iya pak Andi. Nih ya, gue kasih bandingan: cowo gue yang dulu, itu sama sekali ngga mau gabung. Sebates nganterin gue aja. Sombong banget, kayak ngeliat apaan gitu kalo kita ngumpul. Ngga tau, pembawaan anak teknik kali ya, berasa pintar sedunia."<br />
<br />
Lira nyerocos tapi dari sorot matanya terlihat ia sangat serius.<br />
"Dulu gue tuh sering nahan hati soalnya cowo gue itu diomongin terus sama temen-temen gue. Sombong lah, belagu lah. Ya mereka sih ngomongnya baik-baik, minta gue ajak dia bergabung. Tapi cowo gue ngga mau gimana. Jadi serba salah kan?"<br />
"Anak teknik? Dani maksud loe?"<br />
"Betul pak! Dani. Mungkin juga karena ketuaan kali ya? Tapi ngga tau ah! Nah, ketika loe masuk dan mau mencoba berbaur. Temen-temen gue, ngga cewe ngga cowo, jelas seneng. Apalagi loe bisa nyambung. Yang cowo respek sama loe, yang cewe,....hihihi, demen."<br />
<br />
Lira sengaja hanya sampai kata itu. Sebetulnya ia ingin bilang ke Andi bahwa anak-anak, cewe-cewe tentunya, banyak yang naksir Andi.<br />
"Demen apaan?" Andi berusaha memaksa Lira memperjelas omongannya sambil tergelak.<br />
"Ya demen...ih, loe GR ya?" kata Lira sambil menunjuk Andi.<br />
"GR apaan? kan gue cuman minta diperjelas,"<br />
"Nih ya, ada satu temen gue yang bilang berharap banget loe putus sama Lina. Katanya, gue mau deh, biar bekas temen juga...tuh..."<br />
"Yang bener loe? Siapa?"<br />
"Ngga usah gue kasih tau. Kalo perasaan loe peka, loe pasti tau deh! Eh, bener tuh, dalem hati loe pasti seneng juga kan disenengin cewe-cewe....hahaha."<br />
"Sialan loe!" balas Andi sambil terkekeh.<br />
<br />
Tanpa sadar, Andi mendorong paha kiri Lina. Sejak perkenalan pertama mereka saat ngumpul bersama teman-teman yang lain sepuluhan bulan yang lalu. Baru kali ini mereka benar-benar saling bersentuhan secara fisik. Meski sebuah sentuhan tanpa maksud apa-apa, tak kurang Lira tertegun sejenak. Syaraf sensorik di pahanya seperti mengalirkan sesuatu yang menbuatnya berdesir. Hampir tidak ada yang tahu, bagian yang didorong dan disentuh Andi justru bagian paling sensitif pada Lira, bagian yang mampu mengalirkan perasaan erotik dalam diri cewe berumur 20 tahun itu.<br />
<br />
Lira berusaha tidak memandang mata Andi, tapi ia tak kuasa menahannya. Rangkaian kejadian yang hanya berlangsung sekitar satu detik itu seperti membuat tubuhnya mengalirkan darah demikian cepat.<br />
"Eh, Lir, sorry ya kalo terlalu keras. Ngga sakit kan?"<br />
<br />
Kali ini Lira malah berharap Andi kembali menyentuhnya. Desiran akibat sentuhan tak sengaja tadi benar-benar membuatnya merasakan sensasi yang selama ini belum pernah ia rasakan. Tapi, ia berusaha mengendalikan diri. Pahanya yang merinding tersentuh tangan Andi berusaha ia tutupi.<br />
<br />
"Ngga kok Ndi, ngga papa, cuma kaget."<br />
"Aduh, gue jadi ngga enak. Bukan maksud gue mau lancang ke loe kok, Lir reflek aja."<br />
"Iya gue tau," Lira berusaha menahan agar mulutnya tidak mengatakan bahwa bagian yang Andi sentuh adalah daerah paling sensitif dari tubuhnya.<br />
<br />
Andi benar-benar jadi tidak enak dan salah tingkah. Lira bukan tidak menyadari hal tersebut. Ia kini paham, Andi memang bukan tipe cowo yang suka merayu perempuan, bukan cowo yang suka pegang-pegang perempuan sembarangan. Memang tidak salah teman-teman di kampusnya banyak yang suka pada Andi. Sikapnya gentleman banget, sama sekali tidak terlihat dibuat-buat. Dan, kenyataannya Andi memang benar-benar menyesal telah berlaku kasar, menurut ukurannya, kepada seorang perempuan. Ia adalah laki-laki yang paling tidak bisa berbuat kasar pada perempuan.<br />
<br />
"Gue juga termasuk yang dongkol sama Lina, kenapa gue justru nyambung sama cowo-nya...hahaha," Lira berusaha mencairkan suasana dengan melontarkan joke yang sejujurnya ngga lucu.<br />
<br />
Andi pun tertawa meski masih agak dipaksa. Ia benar-benar merasa bersalah karena tanpa terkontrol menyentuh paha Lira terlalu dalam. Maksudnya hanya pengakuan 'kekalahan' karena didesak soal banyak perempuan yang menyenanginya. Sejujurnya ia juga suka Lira karena ia anggap perempuan yang suka bicara tanpa basa basi, apalagi dengan orang yang ia rasa bisa membuatnya nyaman. Sikapnya itu membuat Andi merasa lebih dekat dengannya, meski dengan dasar suka sebagai teman.<br />
<br />
Dari sisi laki-laki, Andi juga terkesiap dengan sentuhannya itu. Ia jadi menyadari Lira memiliki tubuh yang kencang dengan kulit yang halus. Benar-benar membuat kelaki-lakiannya bangkit. Ingin rasanya berbuat lebih dari itu. Tapi ia tidak tahu harus bagaimana. Ia juga sadar, situasi seperti ini sudah cukup sebagai tanda bahaya bagi dua insan berlainan jenis yang berada dalam satu ruangan. Hanya ia juga tak kuasa dan tak mengerti bagaimana menghentikannya. Langsung pergi, jelas akan membuat Lira marah, ia bisa menangkap bahwa Lira tidak menginginkan itu.<br />
<br />
Masih diliputi perasaan tak menentu dan membuatnya tertegun seperti patung, Andi terkejut ketika Lira sudah menjulurkan tangan dan meraih tangannya. Tapak tangannya digenggam kedua tangan Lira dan diarahkan ke bibirnya. Dalam keadaan terbuka, Lira menciumi perlahan-lahan permukaan telapak tangan kanannya. Andi benar-benar tegang bercampur kaget. Ia tahu itu sudah lebih dari sekedar pertanda Lira menginginkan sesuatu, lebih dari sekedar sentuhan tanpa sengaja. Lira pun bukan tanpa maksud seperti itu. Ia sadar antara dirinya dan Andi baru benar-benar kenal beberapa bulan belakangan. Tapi, akal sehatnya tak kuasa menahan keinginannya untuk disentuh lebih dalam oleh Andi.<br />
<br />
Andi benar-benar bimbang. Ia tahu, Lira sudah membuka gerbang dan kini dialah yang harus memainkan bola. Semua ada di tangannya. Di antara bimbang untuk meneruskan, yang artinya ia dan Lira sudah melanggar komitmen pada pasangan masing-masing, atau menghentikan, yang artinya ia bisa kehilangan kesempatan merasakan sesuatu yang selama ini sering membuat badannya bergetar dan hanya ia lampiaskan pada Lina, tangannya seperti bergerak sendiri membelai pipi kiri Lira. Jantung Andi berdegup kencang, bukan lagi takut Lira akan menolak, tapi sadar ia telah membuat sebuah pilihan penuh resiko tapi pasti sangat menyenangkan.<br />
<br />
Lira tersenyum. Merasakan belaian lembut jemari Andi di pipinya. Andi pun bergerak menyisir leher dan tengkuk Lira. Sampai di punggung, tangan kirinya ikut merangkul Lira dan seketika keduanya sudah berpelukan. Lira membenamkan seluruh tubuhnya ke Andi. Pelukannya bahkan lebih kuat dari Andi dan pantatnya ia geser mendekat. Keduanya masih duduk di lantai beralaskan sebuah karpet tebal berwarna merah. Andi mengangkat wajah Lira perlahan. Ia bisa melihat Lira tersenyum bahagia merasakan kehangatan tersebut. Andi sadar, ia melakukannya bukan untuk mengejar perasaan Lira, tapi lebih pada nafsu. Nalurinya sebagai laki-laki berkata bahwa ini adalah kesempatan merasakan nikmatnya tubuh seksi Lira yang selama ini sudah ia kagumi. Dalam hati ia terus membatin untuk tidak tanggung-tanggung dan ragu. Ia bertekad menunjukkan pada Lira bahwa ia memang laki-laki sejati. Sambil mulai menjilati daun telinga Lira, Andi berusaha membisikkan kata-kata rayuan ke telinga Lira.<br />
Glek! Mulutnya justru seperti terkunci. Semuanya sangat sulit untuk dikatakan. Balasan Lira hanya sebuah erangan manja berikut usapan halus disekujur punggung Andi. Tanpa ragu ia mendekatkan bibirnya yang merekah menyentuh bibir Andi. Halus, lembut dan perlahan penuh perasaan, keduanya saling mengulum bibir lawannya. Berpagutan dan saling bertukar lidah membuat suasana semakin hangat.<br />
<br />
"Ndi...," Lira berusaha mengontrol dirinya. Ia ingin terus merasakan belaian laki-laki yang dikaguminya itu.<br />
<br />
Andi tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Ia paham ini adalah titik kebimbangan Lira. Memaksa Lira menyelesaikan apa yang ingin dikatakannya sama saja berpeluang menghentikan semuanya. Ia terus mencium Lira penuh kehangatan. Tangannya mulai menggerayangi sisi kiri tubuh Lira dan berbalik ke atas menuju sebuah bongkah daging keinginan setiap laki-laki. Ia mulai dengan meraba permukaannya halus dan meremasnya pelan. Persis seperti yang ia lakukan pada Wita, sahabatnya, beberapa tahun silam. Perbuatan berdasarkan naluri yang membuat ia dan Wita hampir mengakhiri persahabatan erat yang mereka bangun sejak masuk kuliah, runtuh hanya bersisa nafsu.<br />
Andi seperti merasakan kembali sensasi itu. Sensasi bercumbu dengan perempuan yang rela menyerahkan tubuhnya secara total pada dirinya. Sesuatu yang justru tidak ia rasakan saat melakukannya pertama kali dengan Lina. Status berpacaran membuat mereka mudah melakukan apapun seperti ciuman, pelukan, bahkan rabaan. Andai dulu ia mengabaikan pertanyaan Wita apakah mereka benar melakukan hal tersebut, ia dan Wita saat ini pasti sudah tak ubahnya dua insan yang saling mengejar nafsu. Tidak ada lagi keindahan persahabatan dan keagungan sebuah kedekatan yang tidak dilandasi nafsu, murni sebuah kasih sayang dua manusia yang saling membutuhkan.<br />
<br />
Tapi dulu tindakannya tepat. Karena, ia dan Wita lebih membutuhkan hubungan tanpa berlandaskan nafsu birahi. Walaupun akhirnya ia dan Wita menghentikan semuanya sebelum keduanya bersatu dalam sebuah persetubuhan, perlu waktu berbulan-bulan untuk membangun kembali landasan yang telah mereka hancurkan sendiri.<br />
<br />
Kini, terhadap Lira, semuanya berbeda. Tidak ada halangan untuk melakukannya saat ini. Benar atau salah, itu soal nanti, karena saat ini nafsulah yang melandasi hubungan dirinya dengan Lira. Lira bukan teman dekatnya. Sejak awal ia tertarik pada Lira karena tubuh Lira yang menggoda iman. Kalau kemudian ia menjadi dekat dengan Lira karena sesuatu hal, itu tak ubahnya alat untuk masuk ke dalam perasaan Lira.<br />
<br />
Remasannya ke dada Lira semakin kuat. Tanpa ragu, ia menyisipkan jarinya dari sisi atas untuk merasakan langsung lembutnya bongkahan indah itu. Lira mengerang dan berusaha mendekap Andi lebih kuat. Tangan Andi meremasnya makin kuat dan semakin ia merasakan betapa kencangnya dada Lira. Kencang, halus dan terawat. Ia pun kagum kepada Lira yang menyadari bahwa bagian tubuhnya yang sedang remas Andi adalah daya tarik utama dirinya, terbukti dari hasil perawatan yang dilakukannya itu. Sembari tangan kanannya meremas dada Lira, dan lidahnya menjilati leher Lira. Tangan kirinya membuka pengait bra di belakang. Sekali terbuka, kedua tangannya menyusup dari bawah dan mengangkat pakaian Lira melewati leher. Dan sekejab ia langsung bisa melihat bukit besar menantang itu langsung di depan matanya. Sejenak ia kembali mengagumi keindahan yang terpampang di depan matanya itu. Dua bongkah daging yang sejak setahun lalu membuat dirinya kerap tak bisa tidur. Tak berlama-lama puting susu Lira sudah menjadi sasaran mulutnya. Kuluman bibir, gigitan kecil plus sapuan lidah membuat Lira terlonjak tak bisa menahan diri. Badannya menegang setiap Andi menghisap putingnya. Ingin rasanya Andi mengecup kuat area di kulit yang menutupi tonjolan dada Lira, tapi ia sadar hal tersebut akan mempersulit posisi Lira. Apalagi Lira memohon dengan suara lirih.<br />
"Jangan ada...bekasnya...Ndi...."<br />
<br />
Dua bukit besar itu seperti mainan baru bagi Andi. Ia juga sering merasakannya dari Lina, tapi yang disodorkan Lira dua kali lebih nikmat. Lina juga keras dan kencang, tapi tidak sebesar Lira. Besar tapi masih proporsional. Ia bisa merasakan puting Lira menyentuh telinganya saat ia berusaha membenamkan kepalanya ke sela-sela di antara dua bukit tersebut.<br />
<br />
Erangan pelan mulai terdengar keras keluar dari mulut Lira. Nafas Lira mulai memburu dan matanya terpejam. Mulutnya sedikit terbuka dan setiap isapan Andi di putingnya mengeras, kepalanya terlonjak ke belakang. Tangannya hanya bisa menekan kuat punggung Andi. Kendali dirinya benar-benar sudah hilang tertutup kenikmatan isapan dan sapuan lidah Andi di kedua payudaranya. Bahkan angin dingin khas kota Bandung yang kencang dari luar sudah tak terasa lagi di kulitnya. Tak hanya Lira yang terlena, Andi pun semakin bernafsu menggarap buah dada Lira yang menggairahkan itu. Sensasinya seperti mendapatkan sebuah mainan baru. Ia menjelahi setiap titik buah dada Lira tanpa terlewatkan. Ia ingin tahu reaksi apa yang diberikan Lira setiap ia menjelajah setiap permukaan buah dada itu.<br />
<br />
Keduanya sedikit tersentak ketika pintu kamar Lira tertutup sendiri tertiup angin kencang dari luar. Andi terdiam dan memandangi Lira sesaat.<br />
"Geblek, lupa ditutup...."<br />
Andi langsung bangkit dan memeriksa keadaan di luar dari jendela, apakah ada mata-mata tersembunyi yang menyaksikan perbuatan mereka.<br />
"Kunci Ndi..., sekalian korden..."<br />
Sebut Lira dengan suara parau dan lemah.<br />
<br />
Lira langsung menggamit lengan Andi dan memeluk laki-laki itu dan menempelkan keningnya ke dada bidang penuh bulu itu. Menunduk, ia bisa melihat puting buah dadanya menempel di atas perut Andi.<br />
"Ndi..., tolong...,"<br />
Ia melepaskan tangan Andi yang mengusap-usap halus punggungnya. Tangan kanannya membimbing tangan Andi ke arah selangkangannya. Ia merasakan sendiri sedikit demi sedikit kewanitaannya mulai basah mengalirkan cairan hangat. Ia tahu persis telah dihinggapi nafsu.<br />
<br />
Sejenak Lira was-was. Ia takut Andi melakukannya tindakan bodoh seperti laki-laki lain yang tidak peduli fase-fase seksualitas wanita. Ia ingin dilayani juga sebagai makhluk yang juga memiliki nafsu. Selama ini, yang ia alami hanya melayani keinginan laki-laki tanpa ada balasan dari laki-laki itu.<br />
<br />
Tapi kekhawatirannya segera lenyap saat Andi menyambut bimbingan tangannya dan mulai aktif menggerayangi daerah kewanitaannya. Dimulai dengan usapan lembut di atas daerah vaginanya yang masih tertutup dua lapisan, celana dan celana dalam. Dilanjutkan gosokan sedikit keras yang menekan alat genitalnya. Sekali lagi, saat Andi menyentuh paha bagian dalamnya, darahnya berdesir kencang, nafsunya semakin melonjak.<br />
<br />
Aliran darah seketika seperti mengalir deras di tengah-tengah selangkangannya. Andi pun tak mau berlama-lama menunggu. Sekali tarik, ia meloloskan celana pendek dan celana dalam yang membuat Lira makin tak berdaya telanjang bulat. Tangan Andi mulai mengusap-usap klitoris dan bagian luar vaginanya. Rasanya seperti melayang setiap sapuan jemari Andi mengenai alat kelaminnya itu. Dipadu permainan lidah di putingnya, Lira semakin lemah tak berdaya. Lututnya terasa lemas yang membuat Andi semakin mudah menjelajahi daerak kemaluannya karena menjadi terbuka.<br />
Tak tahan melakukannya sambil berdiri, Lira memundurkan tubuhnya dan menjatuhkan badannya ke ranjang. Lututnya ditekuk dan kedua pahanya ia buka lebar-lebar. Andi melepas sendiri kaus yang dikenakannya dan tak menyia-nyiakan pemandangan indah bibir-bibir vagina berwarna coklat muda yang terpampang di depannya. Bulu-bulu kemaluan Lira sangat terawat karena terlihat dari cukuran yang rapi. Bulu-bulu itu hanya tersisa di atas klitoris dan panjangnya tidak ada yang melebihi satu milimeter.<br />
<br />
Sambil memeluk pinggang Lira dengan tangan kiri, ia mulai memainkan jari kanannya di seluruh permukaan kewanitaan Lira. Pengalaman dengan Lina mengajarkannya untuk tidak langsung memasukkan jari ke dalam vagina. Ia lebih mementingkan usapan di klitoris. Dengan ibu jari dan jari tengah, ia membuka kulit penutup klitoris. Jari telunjuknya mulai meraba-raba permukaan klitoris yang menyembul berwarna merah muda. Lonjakan pantat Lira terasa kuat setiap ia mengusap klitoris itu dibarengi erangan keras dari mulut Lira. Lira meremas-remas sendiri buah dadanya. Ia menahan kenikmatan luar biasa yang dirasakannya.<br />
<br />
Puas jemarinya memainkan klitoris Lira, lidahnya mulai bergabung. Setiap jilatan sanggup membuat Lira menjerit. Kedua pahanya berusaha menjepit kepala Andi yang membuat Andi semakin ganas memainkan lidahnya. Sesekali permainan itu ia gabung dengan isapan keras klitoris Lira. Tak usah ditanya reaksi Lira karena perempuan muda itu semakin berisik mengeluarkan erangan dari mulutnya.<br />
Rasanya memang gila permainan mereka, karena jika erangan Lira terdengar sampai keluar, entah apa yang akan terjadi.<br />
<br />
Andi sudah mengarahkan lidahnya turun menuju vagina Lira ketika Lira menahan tubuh Andi dan bangkit meraih kancing celana Andi dan melepasnya. Bersama celana dalam, satu sorongan ke bawah langsung menjulurkan batang kemaluan Andi yang sudah mengacung sejak tadi. Lira tahu, apa yang mereka lakukan adalah perbuatan bersama dan kini gilirannya membelai, mencium, menjilat, dan meremas milik Andi. Tak canggung ia menggenggam penis Andi yang mengacung keras. Kedua tangannya mengenggam bersama, terasa besar dan penuh penis itu memenuhinya.<br />
<br />
Satu kocokan, kini giliran Andi yang terpaksa memejamkan mata merasakan nikmatnya genggaman tangan halus nan hangat itu. Dari bawah, Lira melirik ke atas dan tersenyum kepada Andi yang berlutut di kasur. Ia paham arti senyum balasan Andi. Tanpa berlama-lama lagi, ia lumat batang tersebut di dalam mulutnya. Sedikit gigitan, ia jilat seluruh permukaannya yang mengkilat itu. Urat-urat di sekujur penis Andi semakin membuat nafsunya memuncak. Ingin rasanya segera merasakannya merayap di dinding vaginanya. Andi terengah merasakan isapan dan kulumannya. Masih ada sedikit rasa dongkol pada Lina, kenapa temannya itu yang bisa mendapatkan laki-laki yang mampu menggetarkan hati setiap wanita itu. Di tengah usahanya memasukkan seluruh batang kemaluan Andi kemulutnya, Lira hampir tersedak karena ujung kemaluan Andi menyentuh pangkal rongga mulutnya sementara di luar masih tersisa. Ia semakin bernafsu mengulum penis ini. Pelan tapi pasti ia keluar masukkan penis itu di mulutnya. Lidahnya ia sentuhkan ke ujung penis yang kokoh itu. Ia paham laki-laki amat senang diperlakukan seperti itu. Terlihat dari paha Andi yang semakin terbuka membuat penisnya makin mengacung kencang. Seketika ia melihat penis Andi, Lira langsung merasakan rangsangan semakin besar dalam dirinya. Tanpa ragu ia berusaha memberikan pelayanan sempurna pada Andi, laki-laki yang sanggup membuatnya panas dingin meski hanya beradu pandang. Ia ingin Andi merasakan kenikmatan terdalam pelayanan perempuan.<br />
Lira memang tidak salah karena Andi pun mulai merasakan apa yang diharapkannya. Baru kali ini Andi merasakan perlakuan total perempuan selain Lina terhadap dirinya. Apalagi saat Lira mulai menjilati dan mengulum kantung buah zakarnya. Semuanya terasa berbeda, benar-benar sensasi yang memabukkan. Selain merasakan nikmatnya kuluman dan isapan Lira, pemandangan indah sekaligus ia dapatkan. Posisi Lira yang merangkak setengah menunduk membuat bongkahan pantatnya menjulang ke atas. Pasti nikmat membenamkan penisnya ke kemaluan Lira sekaligus menggenggam dan mengusap pantat yang padat dan berisi itu.<br />
<br />
Lira merasa belum cukup ketika Andi menarik lengannya. Tapi, ia mengikuti saja keinginan pujaan barunya itu dan menyambut kecupan hangat Andi di bibirnya. Ia merebahkan tubuhnya sembari menarik Andi. Lira sudah tahu kelakuan laki-laki. Jika sudah menarik dan merebahkan tubuh perempuan berarti laki-laki itu sudah ingin melakukan penetrasi.<br />
<br />
Namun, dugaannya meleset. Andi justru merebahkan badannya di sisi Lira. Berbaring miring, Andi mengisap lagi buah dadanya. Lira semakin kagum akan laki-laki yang satu ini, benar-benar penuh kendali diri. Ia semakin kaget ketika jemari Andi mulai bermain lagi di sekitar kemaluannya. Kali ini usapannya sedikit keras dan cepat menggosok klitorisnya. Lira menggelinjang menerima perlakuan Andi. Benar-benar laki-laki penuh misteri, pikirnya.<br />
<br />
Laki-laki sempurna, pikir Lira menyadari betapa beruntungnya ia berhasil mendapatkan Andi seperti sekarang. Bisa mendapatkan lagi sesuatu yang dulu hilang direnggut kejamnya Dani terhadap dirinya. Kalau saja ia tahu Dani hanya mempermainkannya saat itu, tidak akan ia mau menyerahkan semua kehormatannya kepada laki-laki brengsek pengecut itu. Rasanya muak hatinya mendengar semua orang membicarakan perkawinan Dani saat ia baru dua bulan memadu kasih dengan laki-laki keparat itu.Untung Boy hadir sebagai penyelamat. Ia sayang pada laki-laki ini, tapi kadang perasaannya tak tega melihat kebaikkan hati Boy.<br />
<br />
Tapi kali ini ia ingin total merasakan kehangatan Andi. Kekagumannya membuat ia semakin senang akan apa yang dilakukan Andi padanya saat ini. Menikmati usapan jemari Andi yang cepat itu membuatnya ia sanggup melupakan semua pikirannya pada dua laki-laki yang telah sempat mengisi relung hatinya.<br />
<br />
Di tengah lonjakan-lonjakan kecil menikmati permainan Andi, tiba-tiba ia merasakan sekujur tubuhnya sebuah rambatan energi tiada tara yang membuat sejenak dirinya seperti melayang. Suara-suara di sekitarnya seketika seperti lenyap, hanya terasa desiran tiada tara yang membuat tubuh sempat terbujur kaku sejenak dan berikutnya terlonjak-lonjak demikian kuat yang semakin lama semakin melemah frekuensi dan intensitasnya. Matanya terpejam, ia baru saja merasakan sensasi terbesar yang belum pernah sekalipun ia rasakan dengan laki-laki lain. Liang vaginanya pun terasa berdenyut lebih kuat dan saat semuanya belum mereda, Andi sudah menindih tubuhnya. Ia bisa merasakan bobot tubuh Andi terutama di bagian bawah pinggangnya. Tangan Andi sudah tegak di sisi buah dada Lira kekar menopang badannya sendiri. Ia bisa merasakan bagian tubuh bawah Andi bergerak-gerak berusaha mengarahkan acungan penisnya. Lira pun langsung meraih penis nan kokoh itu dan membimbingnya ke ujung vaginanya.<br />
<br />
Andi tersenyum dan Lira membalasnya dengan senyuman manis diiringi anggukan penuh kepasrahan tanpa paksaan. Terasa Andi mendorong kuat pantatnya dan Lira juga bisa merasakan rengsekan batang kemaluan Andi di dinding vaginanya. Sungguh halus dan penuh perasaan Andi memasukkan penisnya ke vagina Lira. Perlahan cairan di dalam vagina melumasi permukaan penis Andi. Tak ada rasa sakit sama sekali meski penis tersebut lebih besar ketimbang milik Dani dan Boy. Itu karena Andi melakukannya tanpa terburu-buru dan tanpa memaksa. Mulai terasa perih ia menarik kembali penisnya sedikit dan membenamkannya lagi sampai akhir seluruh penisnya dilumat vagina Lira. Sodokan pertama penis tersebut masuk seluruhnya sanggup menyentuh bagian dalam vagina Lira yang belum pernah tersentuh sebelumnya. Lira pun merasakan sekali lagi kenikmatan luar biasa itu. Apalagi, Andi tidak langsung memompa pantatnya cepat-cepat dan keras. Pertama masuk penuh, ia menahannya dan memandangi wajah Lira dan kali ini ditambah sebuah kecupan mesra. Lira seperti diawang-awang diperlakukan seperti itu. Ia merasa dirinya demikian berharga di hadapan Andi,<br />
<br />
Andi sendiri merasa telah memenangi sebuah peperangan. Penisnya yang sudah bersarang di vagina Lira adalah sebuah tanda babak baru hubungannya dengan Lira yang tidak akan mudah dikembalikan seperti sedia kala. Bersatunya kedua tubuh mereka adalah sebuah ikatan emosi yang hanya bisa dirasakan oleh Andi dan Lira, tak seorangpun bisa merasakan itu.<br />
<br />
Setelah itu, mulailah Andi menggerakkan pantatnya mengangkat dan menekan yang membuat penisnya keluar masuk bergesekan dengan liang vagina Lira. Hangat dan lembut bisa Andi rasakan lewat sekujur penisnya dari dalam vagina Lira.<br />
<br />
Lira menyambut setiap gerakan Andi dengan jepitan dan gerakan kecil pantatnya. Dari mulutnya keluar erangan yang semakin lama semakin keras dan cepat berirama. Melihat Lira terpejam dan mengerang dengan mulut yang sedikit terbuka sambil mendongakkan kepala membuat Andi makin bernafsu. Lira semakin seksi dalam kondisi seperti itu. Lehernya yang putih dan guncangan kuat pada buah dadanya membuat Andi semakin ingin membenamkan penisnya dalam-dalam di vagina Lira. Apalagi setiap ujung penisnya menyentuh pangkal vagina Lira. Rasanya sungguh tiada tara. Derit ranjang mulai terdengar seiring semakin kuatnya sodokan Andi. Tapi mereka sudah tidak peduli. Lira bukan tidak menyadari seseorang pasti ada yang mendengar deritan tersebut di bawah. Apalagi kalau teman kost yang menempati kamar di bawahnya sedang berada di kamar. Tapi ia yakin semua temannya akan maklum.<br />
<br />
Semakin kuat dan cepat sodokan Andi membuat Lira merasakan lagi desakan rasa luar biasa yang akan tiba. Ia hanya bisa mencengkram punggung Andi keras-keras ketika desiran itu semakin kuat dan mencapai puncak. Kepalanya benar-benar mendongak ke atas hingga kedua bola matanya hanya terlihat tinggal putihnya. Setelah sampai, sekali lagi ia merasakan tubuhnya ringan dan aliran darah mengalir deras ke arah vaginanya. Dinding vaginanya berdenyut kuat hingga Andi juga bisa merasakannya. Andi langsung menghentikan gerakannya membiarkan penisnya merasakan cengkraman kuat yang terjadi hanya beberapa detik itu. Tindakan Andi juga membuat Lira merasakan kenikmatan luar biasa. Kali ini terasa lebih nikmat karena denyutan vaginanya tertahan penis Andi yang sedang membenami kemaluannya itu. Semakin banyak saja kekaguman Lira pada Andi. Tahu kapan ia akan merasakan puncak kenikmatan dan menghentikan sodokan membuat Lira bisa merasakan sepenuhnya kenikmatan tersebut. Sebuah teknik bercinta yang baru kali ini Lira rasakan.<br />
"Andi...,nikmat sekali...,"<br />
<br />
Lira memeluk Andi kuat-kuat dan menciumi pipi dan pundak laki-laki itu. Sekali lagi Andi tersenyum membalas Lira.<br />
"Enak?"<br />
"Banget!" Jawab Lira singkat dan tegas.<br />
"Gaya lain...?"<br />
Lira langsung mengangguk dan menunggu aba-aba Andi gaya apa yang diinginkan Andi.<br />
<br />
Andi membalik badan Lira dan mengangkat badan bagian bawah Lira dengan memeluk pinggang dari belakang. Lira langsung berdebar-debar begitu tahu Andi ingin melakukan gaya doggy. Missionari saja sudah sanggup mencapai pangkal vaginanya, apalagi doggy.<br />
<br />
Tak menunggu lama Andi langsung memasukkan penisnya. Lira menunduk sambil menggigit bibirnya merasakan seluruh penis Andi terbenam makin dalam di vaginanya. Pantatnya terangkat tinggi yang membuat Andi semakin tak bisa mengendalikan birahinya. Kali ini Andi langsung mendorong dengan cepat dan Lira mengikuti irama dengan mendorong pantatnya ke belakang. Keduanya sama-sama merasakan kenikmatan yang lebih dalam.<br />
<br />
Masuk hitungan belasan menit menyodok vagina Lira, belum ada tanda-tanda dorongan Andi melemah. Sebaliknya justru makin kuat, membuat Lira makin bernafsu. Tetesan peluh mulai membasahi keduanya, namun baik Lira dan Andi justru makin bersemangat. Lira, yang bisa dua kali beruntun merasakan kenikmatan puncak saat disodok Andi dari belakang justru semakin ingin merenguk terus kenikmatan itu. Pantat dan pinggangnya makin bergerak liar membuat Andi tak mampu menahan lenguhannya.<br />
<br />
Tiba-tiba ganti Lira yang berinisiatif. Ia lepaskan penis Andi dari vaginanya dan mendorong Andi sampai terlentang. Ia langsung memanjat tubuh Andi dan duduk di atas acungan penis Andi yang masih kokoh berdiri. Melihat Lira bergerak naik turun, Andi tak kuasa untuk tidak meremas buah dada Lira yang terguncang-guncang. Telapaknya yang besar berusaha meraup seluruh permukaan buah dada itu, tapi tidak pernah berhasil. Remasannya makin kuat membuat Lira makin mempercepat gerakannya.<br />
<br />
Sekali lagi Lira harus mengaku kalah. Karena meski ia telah mencoba berbagai goyangan yang dipadu dengan gerakan naik turunnya, justru ia yang kembali merasakan desakan kenikmatan dari liang vaginanya. Lira langsung ambruk menindih Andi yang sudah siap menerimanya dengan pelukan mesra dan kecupan hangat di ubun-ubunnya.<br />
"Kamu kuat banget Ndi..."<br />
"Kamu di bawah lagi ya...?"<br />
Lira mengangguk lemah dan menggulingkan badannya ke sisi kanan Andi.<br />
<br />
Sebelum Andi memasukkan lagi penisnya ke vagina Lira, Lira memberikan sesuatu yang belum pernah ia lakukan pada laki-laki manapun yaitu memasukkan penis tersebut ke mulutnya. Sebelumnya ia tidak mau mengulum penis yang sudah masuk ke vaginanya. Tapi, untuk Andi, yang telah memberikannya kenikmatan tiada tara, ia lakukan itu.<br />
<br />
Puas mengulum dan menjilati penis yang dipenuhi lendir sisa persetubuhan mereka, Lira kembali merebahkan dirinya dan menyuruh Andi memulai lagi aksinya. Andi langsung bergerak dan dorongan seperti saat pertama mereka memulainya yaitu perlahan dan terus semakin lama semakin kuat dan cepat. Lira sudah pasrah kalau ia harus sekali lagi merasakan orgasme, tapi baru ia berpikirbegitu, tiba-tiba sodokan Andi terasa lebih keras dari sebelumnya. Sesaat kemudian Andi mengerang panjang dan menyodokkan penisnya sangat kuat beberapa kali. Lira pun bisa merasakan hangatnya muncratan sperma Andi di dalam vaginanya. Andi masih terus menyodok terputus-putus dan semakin melemah. Sperma Andi juga Lira rasakan mengalir keluar setiap Andi menyodokkan lagi penisnya. Setelah benar-benar selesai, Andi pun ambruk menindih Lira. Andi terdiam sesaat di atas buah dada idamannya itu merasakan betapa nikmat persetubuhannya dengan Lira.<br />
<br />
Lira mengusap lembut kepala Andi penuh kehangatan.<br />
"Puas Ndi...?"<br />
Andi hanya mengangguk. Badannya terasa lemas. Lira tersenyum bahagia mendapatkan jawaban Andi. Paling tidak, tekadnya membuat Andi merasakan kenikmatan tertinggi berhasil ia lakukannya.<br />
"Lir, nikmatnya benar-benar ngga ada yang nyamain..."<br />
"Kamu juga hebat Ndi. Baru kali ini aku ngerasain orgasme...."<br />
<br />
Keduanya pun duduk berdampingan di sisi ranjang. Lira merebahkan kepalanya di pundak Andi. Sambil membakar rokok, Andi merangkul Lira. Keduanya hanya bisa terdiam dan sama-sama tidak percaya apa yang baru saja terjadi di antara mereka.<br />
<br />
Lira masih tidak percaya ia telah melakukan hubungan seks dengan Andi, pacar Lina, teman satu angkatannya. Meski ia memang sudah kagum pada Andi sejak pertama berkenalan, tapi akhirnya sampai berhubungan intim dengan Andi, adalah sesuatu yang tidak terbayangkan sebelumnya.<br />
<br />
Andi, walaupun ia juga tertarik pada Lira diawali oleh ketertarikan fisik, tetap saja apa yang baru saja ia alami benar-benar di luar dugaannya. Apalagi Lira seperti menyambut keinginan terpendam Andi itu yang sebetulnya ia simpan dalam-dalam. Ia kenal Boy dan tahu bagaimana Boy selalu menerima sarannya dalam hal aktifitas di kampus. Ia juga tahu Boy sangat menghormatinya terutama sebagai senior meski beda fakultas.<br />
<br />
Dalam diamnya, Lira tidak bisa membayangkan bagaimana marahnya Lina yang terkenal emosional di kampus. Serupa dengan Lira, Andi juga sulit membayangkan apa yang akan terjadi pada Boy jika ia tahu apa yang dilakukannya dengan Lira. Boy memang pendiam dan tenang, tapi Andi tahu Boy adalah orang yang keras.<br />
<br />
Andi mengeratkan rangkulannya pada Lira. Lira pun membalasnya diikuti kecupan di bibir. Tapi Andi tak membalasnya yang membuat Lira bingung.<br />
"Kenapa...?"<br />
Andi menggeleng sambil tersenyum dan mengecup kening Lira dan mendekap Lira lebih dalam.<br />
"Yuk ke kampus...," ajak Andi sambil melepas pelukannya.<br />
<br />
Lira mengangguk sambil tersenyum. Berpakaian, kedua lantas keluar kamar bersikap biasa. Andi lebih dulu menuju motornya di lantai bawah.<br />
"Bareng aja...," sahut Andi.<br />
"Oke!"<br />
<br />
Waktu saat itu menunjukkan pukul 4.15 sore. Keduanya tak sadar telah dua jam bercumbu dan berhubungan intim. Kalau sesuai janji, Andi sebetulnya sudah terlambat. Dan memang benar, saat tiba di kampus FH, anak-anak yang rapat sudah duduk-duduk di koridor kampus.<br />
"Bareng Lira?" Tanya Lina tanpa curiga.<br />
"Iya, tadi ketemu di jalan, ya sekalian aja."<br />
"Tunggu bentar ya, 10 menit lagi."<br />
"Oke, aku tunggu di sini ya."<br />
<br />
Di tempatnya duduk, Andi melihat Lira berdiri di samping Boy. Boy masih sibuk membahas beberapa masalah dengan teman-temannya. Lira pun melirik ke arah Andi dan memberikan sebuah senyum yang manis. Keduanya memang harus kembali bersikap normal, tapi di hati kecil mereka, baik Andi dan Lira sama-sama berharap kejadian yang mereka alami terulang lagi?</span></span>Private Securityhttp://www.blogger.com/profile/10275932906534986125noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4303797405610259907.post-43080492271261279732011-03-08T00:53:00.001-08:002011-03-08T00:53:31.410-08:00Nikmatnya Bercinta Dengan Lia dan Teman - Temannya Part 2.<span class="Apple-style-span" style="border-collapse: separate; color: black; font-family: 'Times New Roman'; font-size: small; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; letter-spacing: normal; line-height: normal; orphans: 2; text-indent: 0px; text-transform: none; white-space: normal; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span class="Apple-style-span" style="color: #333333; font-family: Verdana,Arial,Tahoma,Calibri,Geneva,sans-serif; font-size: 13px;">Lia pernah menjanjikan kepadaku akan membawa teman-teman akrabnya main ke rumah untuk diajarkan olahraga senggama. Dan saat yang tepat adalah sekarang, dimana Tante Linda tidak akan ada di rumah untuk beberapa hari, dan Lia juga mulai libur karena kelasnya dipakai untuk testing uji coba siswa kelas 3. Sangat kebetulan sekali kalau hari ini sabtu, sekolah Lia pulang sangat awal dikarenakan guru-guru sibuk menyiapkan bahan untuk testing uji coba siswa kelas 3. Lia telpon ke kantorku, menanyakan apakah aku bisa pulang cepat atau tidak. Lia juga mengatakan kalau dia membawa teman-temannya seperti yang telah dijanjikannya.<br />
<br />
Kontan saja mendengar kabar itu, aku langsung ijin pulang. Sebelum pulang ke rumah kusempatkan mampir ke apotik untuk membeli sejumlah obat-obatan yang kuperlukan nantinya, aku ingin penantian yang begitu lamanya, di hari ini akan terlaksana.<br />
<br />
Sesampainya di rumah, benar saja, ada tiga gadis teman akrab Lia, mereka semua cantik-cantik. Tidak kalah cantik dengan Lia. Gadis pertama bernama Anna, wajahnya cantik, hidungnya mancung, rambutnya lurus potongan pendek, tubuhnya tidak terlalu kurus, senyumnya selalu menghiasi bibirnya yang sensual, payudaranya kelihatan belum tumbuh akan tetapi satu yang membuat aku heran, dari benjolan bajunya, kutahu kalau itu puting susunya Anna, sepertinya lumayan besar. Tetapi masa bodo, yang penting miliknya bisa dinikmati. Anna ini sepertinya tomboy, wow, kuat juga nih senggamanya, pikiran kotorku muncul mendadak.<br />
<br />
Lalu gadis kedua bernama Indah, wajahnya mirip Lia, hidungnya mancung, rambutnya lurus panjang sebahu, agaknya lumayan pendiam, tubuhnya sedikit lebih besar dibandingkan dengan Lia dan Anna, payudaranya sudah sedikit tumbuh, terlihat dari permukaan bajunya yang sedikit membukit, lumayan bisa buat diremas-remas, sebab tanganku sudah lama tidak meremas payudara montok.<br />
<br />
Gadis yang ketiga, inilah yang membuatku terpana, namanya Devi. Ternyata Devi ini masih keturunan India, cantik sekali, rambutnya pendek, hidungnya sangat mancung, dan sepertinya sedikit cerewet. Tubuhnya sama dengan Lia, kecil dan imut, payudaranya kurasa juga belum tumbuh. Sekilas, puting susunya saja belum terlihat.<br />
<br />
Aku pulang tidak lupa dengan membawa oleh-oleh yang sengaja kubeli, aku manjakan mereka semua sesuai dengan pesan Lia. Teman-temannya ingin melihat olahraga senggama yang sering Lia lakukan. Lia memang sedikit ceroboh, membocorkan hal-hal seperti ini, tetapi Lia menjamin, karena ketiga gadis itu adalah sahabat sejatinya.<br />
Singkat waktu, malam pun tiba. Ketiga gadis teman Lia itu sudah berencana untuk menginap di rumah Lia, sebab besoknya adalah minggu, alias libur, seninnya juga masih libur dan lagi mereka pun sudah ijin kepada orang tuanya masing-masing untuk menginap di tempatnya Lia, alasannya menemani Lia yang ditinggal mamanya ke luar kota.<br />
<br />
Pertama sekali, aku diperkenalkan Lia kepada ketiga temannya, dan tidak ada basa-basi seperti apa yang kulakukan kepada Lia dulu. Aku meminta Lia memutarkan film Tarzan X kesukaannya kepada ketiga temannya itu. Gadis-gadis kecil itu rupanya sudah menantikan. Menonton pun dengan konsentrasi tinggi layaknya sedang ujian. Aku takjub melihat mereka, dan justru cekikikan sendiri melihat adegan demi adegan, sepertinya ketiga teman Lia itu sudah pernah melihat yang sesungguhnya atau pemandangan yang nyata.<br />
<br />
Setelah film usai, aku lalu beranikan diri bertanya ke mereka. Pertama sekali adalah ke Anna yang aku nilai paling berani.<br />
“Anna, Oom penasaran, kayaknya Anna sering lihat olahraga begituan?” tanyaku penuh selidik.<br />
<br />
“Iya benar kok Oom… Anna sering lihat olahraga begitu, terlebih kakak Anna sama pacarnya, mereka selalu berbuat begituan di rumah” jawab Anna jujur menjelaskan dan membenarkan.<br />
<br />
“Hah? Masak sih di rumah..” tanyaku lagi dengan heran.<br />
“Iya, bener kok Oom, sebab papa dan mama Anna kan ngga tinggal di sini” Anna menjawab keherananku.<br />
<br />
“Oohhh…” aku hanya bisa manggut-manggut.<br />
“Emang sih, Anna lihatnya dengan sembunyi-sembunyi, sebab merasa penasaran sebenarnya apa sih yang kakak Anna lakukan bersama pacarnya? Ternyata seperti di film Tarzan itu Oom…” Anna menjawab dengan menerangkan tanpa merasa aneh atau bahkan malu.<br />
<br />
Lalu aku selanjutnya bertanya kepada Indah. Indah sedikit tergagap sewaktu kutanya, ternyata Indah sendiri sudah mengetahui hal begituan secara tidak sengaja sewaktu sedang menjemur pakaian di loteng rumahnya. Indah bercerita, tanpa sengaja dia melihat di halaman belakang tetangganya, ada yang sedang bermain seperti yang dilakukan di dalam film Tarzan X tersebut. Intinya Indah tahu kalau titit itu bisa dimasukkan ke lubang wanita.<br />
<br />
Terakhir aku bertanya ke Devi, dengan polosnya Devi mengungkapkan kalau dia mengetahui hal-hal begituan dari melihat apa yang papa dan mamanya lakukan ketika malam hari. Sama seperti dengan pengalaman Lia pertama kali melihat hal itu.<br />
Setelah aku mendengar cerita mereka, aku menawarkan, apakah mereka ingin melihat langsung, kompak sekali mereka bertiga menjawab ya. Lalu aku bertanya sekali lagi, apakah mereka ingin merasakannya juga, sekali lagi dengan kompaknya, mereka bertiga menjawab ya.<br />
<br />
“Kalo begitu… Oom mulai sekarang ya…?” jantungku berdegup kencang karena girang yang tiada tara, aku tidak mengira akan semulus ini.<br />
<br />
Aku akhirnya melepaskan seluruh pakaian yang kukenakan, sesuai dengan rencana, aku akan memamerkan olahraga senggama itu berpasangan dengan Lia, dan sebetulnya Lia yang mempunyai ide merencanakan itu semua.<br />
<br />
Anna, Indah dan Devi memandangi terus ke bagian bawah tubuhku, apalagi kalau bukan batang kemaluanku yang sangat kubanggakan, hitam, panjang, besar, berotot, dan berdenyut-denyut. Lia sendiri sudah melepaskan seluruh pakaiannya. Puting susu Lia sudah membenjol cukup besar karena sering kali kuhisap, dan oleh Lia sendiri sering ditarik-tarik saat menjelang tidur. Payudaranya masih belum nampak mulai menumbuh. Untuk bagian bawah, vagina Lia sudah sedikit berubah. Dulunya hanya seperti garis membujur, sekarang dari kemaluan Lia sudah mencuat bibir bibir berdaging, hal ini dikarenakan sudah sering kumasuki dengan batang kemaluanku tentunya, tetapi itu semua tidak mengurangi keindahan dan kemampuan empotnya (hisapan dan pijatan vagina).<br />
<br />
Aku main tembak langsung saja kepada Lia, sebab aku tahu Lia sudah sangat berpengalaman sekali untuk hal beginian. Kupagut bibir Lia, tanganku memainkan puting susu dan liang nikmatnya, Lia sudah cepat sekali terangsang, kulepaskan pagutanku, lalu kuciumi puting susunya. Kuhisap bergantian, kiri dan kanan. Anna, Indah dan Devi melihat caraku memainkan tubuh telanjang Lia, napas mereka bertiga mulai memburu, rupanya nafsu ingin ikut merasakan telah menghinggapi mereka.<br />
<br />
Sekian lama kuciumi dan hisap puting susu mungil yang sudah lumayan membenjol besar itu, aku memang sangat suka sekali menetek dan menghisap puting susu, terlebih bila melihat ibu muda sedang menyusui bayinya, ouw, pasti aku langsung terangsang hebat.<br />
<br />
Setelah puas kuberkutat di puting susu Lia dengan ciuman dan hisapan mulutku, kualihkan ke liang senggama Lia, kalau dahulu Lia tidak bisa menahan puncak orgasmenya, sekarang sudah sedikit ada kemajuan. Kuhisap dan kuciumi liangnya, Lia masih bisa menahan agar tidak jebol, tidak lama aku merasakan Lia sudah bergetar, kupikir jika aku terlalu lama menghisap lubang senggamanya, Lia pasti tidak akan kuat lagi menahan cairan maninya keluar, maka langsung saja kumasukkan batang kemaluanku yang sudah sangat tegang itu ke lubang kenikmatan Lia. Aku tidak merasa kesulitan lagi untuk memasuki lubang vagina Lia, sudah begitu hapal, maka semua batang kemaluanku amblas ke dalam lubang senggama Lia.<br />
<br />
Anna, Indah dan Devi melihat dengan sedikit melotot seolah tidak percaya batang kejantananku yang hitam, panjang dan sedemikian besarnya bisa masuk ke lubang senggama teman mereka, yaitu Lia. Mereka bertiga mendesah-desah aku merasa mereka sudah ingin sekali merasakan lubang kenikmatan mereka juga diterobos batang kejantananku.<br />
<br />
Aku menggerakan maju mundur, mulai dari perlahan lalu bertambah cepat, kemudian berganti posisi, berulang kali sekitar 15 menit. Aku sudah merasakan Lia akan mencapai puncak orgasmenya. Betul saja, tidak lama kemudian, Lia memelukku erat dan dari dalam lubang surganya aku merasakan ada semprotan yang keras menerpa kepala kejantananku yang berada di dalam lubang vaginanya. Banyak sekali Lia mengeluarkan cairan mani, Lia terkulai lemas, batang kejantananku masih gagah dan kokoh, memang aku sengaja untuk tidak menguras tenagaku berlebihan, target tiga vagina perawan yang menanti harus tercapai.<br />
<br />
Lia kusuruh istirahat, Lia langsung menuju ke kamar mandi untuk membersihkan badan sekaligus beristirahat, selanjutnya kutawarkan ke Anna, Indah, dan Devi, siapa yang mau duluan. Sejenak mereka bertiga sepertinya ragu, lalu akhirnya Anna yang mengajukan diri untuk mencoba.<br />
<br />
“Bagus Anna, kamu berani deh.” pujiku kepada Anna.<br />
Tanpa berlama-lama, kusuruh Anna untuk membuka seluruh pakaian yang melekat di tubuhnya, langsung saja Anna melakukan apa yang kusuruh, aku memandangi Anna yang mulai melepas pakaiannya satu persatu, sampai akhirnya telanjang bulat. Tubuh Anna putih bersih, apa yang tadi membuatku penasaran sudah terobati, puting susu Anna kunilai aneh, payudaranya memang belum tumbuh, akan tetapi puting susunya itu membenjol lumayan besar. Bentuknya unik dan baru kali ini aku melihatnya, bentuknya mengerucut tumpul, puting susu dan lingkaran hitam kecoklatannya menyatu dan meninggi. Kata kamus ilmiah, puting susu berbentuk seperti ini langka sekali dan kualitas sensitifnya sangat tinggi, bisa dikatakan sangat perasa sekali. Sedangkan vaginanya masih berupa garis, dengan bagian sisinya sedikit membukit. Sepertinya vagina ini kenyal sekali dan super enak. Tidak sabar rasanya kuingin segera merasakannnya.<br />
<br />
Aku langsung menciumi bibir Anna yang sensual itu, kupagut dengan mesra. Tanganku bergerak mengusap puting susu unik milik Anna. Benar saja, begitu telapak tanganku mengusap puting susunya, Anna merasa sangat terangsang.<br />
<br />
“Ouwww… Oommm… enak sekali Oom..” Anna mengomentari apa yang dirasakannya.<br />
Aku merasakan puting susu Anna mulai menegang. Segera saja kulepaskan pagutanku di bibir Anna, aku merasa senang, rupanya Anna telah tanggap dengan apa yang kumau, dengan tangannya sendiri menjepit puting susunya dan menyodorkan kepadaku. Maka dengan rakusnya, mulailah kuciumi dan kuhisap, Anna berkali-kali menjerit kecil. Rupanya puting susu Anna sangat perasa, tanganku tanpa sadar menyentuh kemaluan Anna, ternyata vagina Anna sudah basah dan banyak juga cairan maninya yang merembes keluar. Aku terus saja menyusu dan mengempot puting susu Anna, kiri dan kanan bergantian.<br />
<br />
“Oomm… Anna kok seperti mau pipis nih… Ada sesuatu yang mau keluar dari memek Anna nih…” Anna mengungkapkan apa yang akan terjadi.<br />
“Tahan dikit dong…” jawabku.<br />
<br />
Mendengar hal ini, kulepaskan hisapanku dari puting susu Anna, lalu mulutku beralih ke liang senggama Anna. Secara otomatis, Anna sudah mengangkangkan kedua kakinya, aku mencium aroma dahsyat dari liangnya Anna. Sungguh legit. Vagina Anna merah sekali dan sudah mengkilap, kujilati kemaluan yang basah itu, selanjutnya kuhisap dalam-dalam. Anna rupanya mengelinjang liar karena merasa nikmat.<br />
“Oomm… Anna udah ngga kuat lagi nihhh… aahhh…” jerit Anna seiring dengan tubunnya yang menegang.<br />
<br />
Saat itu, mulutku masih menghisap lubang kemaluan Anna, aku merasakan ada sesuatu yang menyemprot, rasanya asih dan gurih. Inikah cairan mani Anna karena sudah mencapai orgame pertamanya, tanpa pikir panjang kutelan saja cairan mani itu, kujilati dengan rakus. Kulihat juga buah klitoris Anna yang kecil mencuat berdenyut-denyut. Aku sendiri merasakan sudah akan mencapai puncak orgasmeku.<br />
<br />
“Anna.. Oom mau masukin titit Oom ke lubang memek Anna nih..” aku meminta ijin kepada Anna.<br />
<br />
“Ya Oom, masukin saja, ayo dong cepat…” Anna rupanya sudah tidak sabar lagi ingin merasakan batang kejantananku memasuki lubang surganya.<br />
<br />
Kuarahkan kepala senjataku ke lubang senggamanya Anna, Anna tanpa diminta memegang batang kemaluanku dan membimbingnya memasuki lubang kemaluannya. Surprise, insting Anna hebat juga nih pikirku, tanpa kesulitan, lubang vagina yang sudah banjir dengan cairan mani itu menerima kepala kemaluan dan batang kemaluanku. Lumayan sempit juga, untungnya tertolong oleh cairan mani dan pengertian Anna membimbing masuk batang kemaluanku sehingga aku tidak kerepotan saat memasukannya.<br />
<br />
“Blusss…” kutekan sepenuhnya, aku maju mundurkan dengan segera, perlahan, lalu cepat.<br />
<br />
Aku merasa akan mencapai klimaksku, hisapan vagina Anna sungguh dahsyat. Ini yang membuatku tidak kuat menahan cairan maniku untuk lama keluar. Anna memang kuat sekali, aku merasakan Anna berkali-kali menyemprotkan cairan maninya, mungkin ada lima kali lebih, akan tetapi Anna masih mampu mengimbangi gerakanku, hebatnya lagi, goyangan pantatnya. Oh edan, akhirnya aku merasa tidak kuat menahan lagi, kulihat Anna pun sudah akan mencapai orgasme puncaknya.<br />
<br />
“Anna.. kita sama-sama keluarkan yaaa.. please sayang..” pintaku sambil sekuat tenaga menahan.<br />
<br />
“Iiiiyaaa.. Oommm.. sekarang yaaa…” Anna berkata dengan bergetar.<br />
Aku mengeram, tubuhku menegang, tubuh kecil Anna yang kutindih, kupeluk erat sekali.<br />
“Crottt… crrruttt… aaahhh.. seerrr…” kukeluarkan cairan mani puncak orgasmeku di dalam lubang kemaluan Anna yang sempit itu.<br />
<br />
Karena banyaknya cairan mani di dalam lubang senggama Anna, lubang kelamin itu tidak bisa menampung semua, maka merembes dengan derasnya cairan mani itu keluar dari lubang senggama, cairan maniku yang bercampur dengan cairan mani Anna. Kucabut batang kemaluanku yang masih cukup tegang dari lubang kemaluan Anna, batang kejantananku sangat mengkilap, seperti habis di pernis.<br />
<br />
Indah dan Devi, tanpa sepengetahuanku ternyata telah telanjang bulat, rupanya mereka berdua tidak tahan melihat pergulatanku yang cukup lama dengan Anna. Memang kuakui Anna sangat kuat, cewek tomboy ternyata benar-benar hebat permainan senggamanya. Apa yang dikatakan orang memang bukan isapan jempol, aku sudah membuktikannya hari ini lewat gadis kecil bernama Anna. Kupikir jika gadis tomboy yang sudah matang pasti akan lebih kuat lagi.<br />
<br />
Kulihat juga Lia sudah selesai membersihkan badan dan sekarang dengan penuh pengertian sibuk di dapur untuk membuat makanan. Anna yang masih terkulai lemas, kusuruh untuk mandi dulu dan istirahat, lalu setelah itu kusuruh juga untuk membantu Lia di dapur.<br />
<br />
Indah dan Devi dengan telanjang bulat telah menghampiriku, dari pandangan mata mereka seolah meminta giliran. Aku sebenarnya merasa kasihan, aku masih cukup lelah untuk memulainya lagi. Kupikir kalau kubiarkan mereka terlalu lama menanti, pastilah akan membuat mereka kehilangan gairah nantinya, akhirnya kuminum obat yang kubeli tadi di apotik. Kuminum 6 pil sekaligus, reaksi obat ini sangat cepat, badanku merasa panas. Melihat tubuh-tubuh kecil telanjang bulat milik Indah dan Devi, batang kemaluanku yang tadinya loyo sekarang tegang dan mengacung-ngacung, gairahku lebih membara lagi.<br />
<br />
Indah seingatku tadi masih menggunakan pakaian lengkapnya, sekarang sudah telanjang bulat, sungguh aku mengagumi tubuhnya, payudaranya sedikit menumbuh dan membukit, puting susunya kecil, mungil, coklat kehitaman telah menegang sehingga meruncing, lubang kemaluannya pun kulihat sudah basah menunggu penantian. Lalu Devi, yang juga tadi masih kulihat berpakaian lengkap, sekarang telah telanjang bulat pula. Devi memang lain sendiri dibandingkan Anna, Lia dan Indah, mungkin karena masih keturunan India, akan tetapi Devi juga yang paling muda sendiri. Usianya selisih satu tahun lebih muda dibandingkan Anna, Indah maupun Lia. Jelas sekali dengan kurun usia relatif sangat muda, pertumbuhan payudaranya belum ada sama sekali, puting susunya juga belum menampakkan benjolan yang berarti, masih rata dengan dada. Tetapi karena terangsang, rupanya menjadi sedikit meruncing. Lalu vaginanya pun masih biasa saja, kesimpulanku Devi masih imut sekali. Mungkin satu tahun ke depan baru ada perubahan, aku sebenarnya tidak tega untuk menerobos keperawanannya sekarang, tetapi apa komentarnya nanti, pastilah dikatakan olehnya tidak adil, bahkan yang kukuatirkan adalah Devi nantinya akan marah dan cerita tentang hal ini kepada orang lain.<br />
<br />
Dalam waktu yang bersamaan, kurengkuh dua gadis kecil itu sekaligus. Kupagut bibir Devi, kuciumi leher dahi dan tengkuknya. Devi merasa enak dan geli, sedangkan Indah, puting susu dan payudaranya kuusap-usap dengan tanganku, payudaranya yang sudah cukup membukit menjadikan tanganku bisa meremasnya. Indah mendesah keenakan. Aku minta ke Indah untuk memijat-mijat batang kemaluanku, ternyata Indah pandai juga memijat. Batang kejantananku semakin menegang. Pijatan Indah sungguh enak sekali, apalagi remasan tangganya di buah kejantananku.<br />
<br />
Selanjutnya, kulepaskan pagutanku di bibir Devi, kulanjutkan dengan menghisap puting susu Devi yang meruncing kecil. Devi menggelinjang keenakan, kujilati dan kubuat cupang banyak sekali di dada Devi, sampai akhirnya aku beralih ke liangnya Devi yang sangat imut, kemaluan ini sama seperti kepunyaan anak-anak kecil yang sering kulihat mandi di sungai. Tetapi, ah masa bodo. Devi kegelian ketika kumulai menciumi, menjilat dan menghisap vaginanya itu. Kukangkangkan kedua kaki Devi, maka terkuaklah belahan kemaluan dengan lubang yang sangat sempit. Jika kuukur, lubang kemaluan itu hanya seukuran pulpen kecil. Aku sempat gundah, apakah batang kejantananku bisa masuk? Tetapi akan kucoba, kuyakin lubang surga itu kan elastis, jadi bisa menampung batang kemaluan sebesar apapun.<br />
<br />
Devi merasa sangat keenakan ketika kumainkan kemaluannya, berkali-kali Devi orgasme. Cairan maninya sungguh wangi. Setelah puas memainkan vagina Devi, kuminta Devi bersiap, sedangkan Indah kusuruh berhenti memainkan buah zakar dan batang kemaluanku. Lalu kupagut bibir Indah sebentar, kemudian kuciumi leher dan tengkuknya. Indah mendesah, tidak berapa lama, kuberalih ke payudara dan puting susu Indah. Kuciumi dan hisap dengan penuh nafsu, payudara yang baru membukit itu kuremas-remas dengan gemas. Puting susunya yang kecil itu kuhisap dan kusedot. Aku menyusu cukup lama, vagina Indah yang sudah basah pun tidak luput dari hisapanku. Devi sudah menunggu-nunggu, menantikan batang kemaluanku memasuki lubang nikmat kecilnya.<br />
<br />
Segera saja kuselesaikan hisapanku di lubang kemaluan Indah. Kurasa dengan lubang kemaluan Indah, aku tidak akan merasa kesulitan, lubang kemaluan Indah kunilai sama dengan punya Anna dan Lia waktu pertama kali dimasuki batang kejantananku. Yang kupikir, kesulitannya adalah lubang vagina Devi, selanjutnya kusuruh Indah untuk bersiap-siap juga.<br />
<br />
Kuludahi batang kemaluanku agar licin, lalu kuarahkan perlahan kepala kemaluanku itu ke lubang surganya Devi. Kutekan sedikit, meleset, kuposisikan lagi, tekan lagi, tetap saja meleset, tidak mau masuk. Untunglah Anna dan Lia datang, mereka berdua tanggap dengan kesulitan yang kuhadapi. Lia dengan sigap menepiskan kedua sisi vagina Devi dengan kedua sisi telapak tangannya. Lubang senggama Devi bisa terkuak, kucoba masukkan lagi, ternyata masih meleset juga, Anna yang melihat hal itu tanpa ragu-ragu juga ikut turun membantuku. Anna mengulurkan jari tanggannya, memijat bagian atas dan bawah lubang senggama Devi, sehingga secara elastis lubang kemaluan Devi bisa lebih terkuak sedikit. Aku berkonsentrasi memasukkan kepala kejantananku ke lubang senggama Devi itu.<br />
<br />
Kepala kemaluanku dengan sedikit kupaksakan, bisa masuk ke lubang surganya Devi, kutahu Devi merasa kesakitan. Devi hanya meringis dan dari sudut matanya meleleh air matanya. Indah yang dari tadi menunggu giliran lubang senggamanya ditembus batang kejantananku, karena mengetahui bahwa aku mengalami kesulitan, akhirnya ikutan pula membantuku memuaskan Devi. Tanpa malu-malu, Indah menyodorkan puting susunya ke mulut Devi, layaknya ibu kepada bayinya yang minta susu. Devi mengulum puting susu Indah dengan kuat. Indah merasakan kalau puting susunya digigit oleh Devi, Indah diam saja, hanya sedikit menyeringai, menahan sakit tentunya.<br />
<br />
Aku menekan terus, sehingga sudah separuh batang kejantananku masuk ke dalam lubang senggama Devi. Kepala kemaluanku bagaikan disetrum dan dihisap oleh suatu tenaga yang luar biasa mengenakan. Kutekan sekuat tenaga, dan “Blusss…”<br />
Masuknya seluruh batang kejantananku ke dalam lubang kemaluan Devi diiringi dengan dua jeritan. Yang pertama adalah jeritan Devi sendiri karena merasa sakit dan enak, matanya sampai meram melek, kadang membelalak. Satunya lagi adalah jeritan Indah, sebab tanpa Devi sadari, Devi telah menggigit keras puting susu Indah yang masih dikulumnya itu.<br />
<br />
Anna dan Lia hanya tersenyum-senyum saja, kubiarkan batang kejantananku membenam di dalam lubang senggama Devi. Kurasakan empotan-empotan vagina Devi. Setelah sekian lama aku menikmati, kumundurkan pantatku, ternyata bibir kemaluan Devi ikut tertarik. Bibir kemaluan Devi mengikuti gerakan pantatku, begitu aku mundurkan maka bibir kemaluan Devi akan mencuat ke atas karena ikut tertarik. Sebaliknya, jika kumajukan lagi pantatku, maka bibir kemaluan Devi pun ikut mencuat ke bawah dan terbenam. Sungguh fantastis, aku tidak menyesal merasakan enaknya yang luar biasa.<br />
<br />
Kupercepat gerakan maju mundurku, semakin lama aku merasakan lubang senggama Devi membasah dan membanjir. Lorong lubang vagina Devi pun semakin licin, tetapi tetap saja sempit, sampai akhirnya Devi terkuras tenaganya dan tidak bisa mengimbangiku mencapai puncak kenikmatan. Tubuh Devi berkali-kali menegang.<br />
“Oommm… Devi pipis lagi… ahhh…” desahnya.<br />
<br />
Cairan mani putih dan hangat milik Devi merembes deras keluar dari celah-celah lubang kemaluannya yang masih disumpal oleh batang kejantananku.<br />
Devi sudah lelah sekali, aku pun sudah mulai bergetar pertanda puncakku pun sudah dekat, maka kucabut saja batang kemaluanku dari lubang senggama Devi.<br />
Begitu kucabut, terdengar bunyi, “Ploppp…” seperti bunyi batang pompa dikeluarkan dari pipanya.<br />
<br />
Devi kusuruh istirahat, ternyata Devi suka menyusu juga, karena puting susu Indah ternyata masih dikulumnya. Devi manja tidak mau melepaskan, sampai akhirnya, Anna yang sedang duduk-duduk berkata.<br />
<br />
“Eh Vi… udah dong neteknya, kasihan tuh Indah, kan sekarang gilirannya dia.” Anna mengingatkan, “Besok-besok kan masih bisa lagi…” tambah Anna.<br />
“Iya-iya… aku tahu kok…” Devi akhirnya menyadari, lalu melepaskan puting susu Indah dari mulutnya.<br />
<br />
“Vi… nih kalo mau… puting susuku juga boleh kamu isepin sepuasnya…” ujar Anna sambil memijat-mijat sendiri puting susunya yang membenjol paling besar sendiri.<br />
Devi mau saja memenuhi ajakan Anna, maka kulihat Devi begitu rakusnya mengulum dan menyedot puting susu Anna. Kadang Devi nakal, menggigit puting susunya Anna, sehingga Anna menjerit kecil dan marah-marah.<br />
<br />
Setelah lepas dari Devi, Indah kemudian menempatkan diri dan bersiap-siap. Indah mengangkangkan kedua kakinya lebar-lebar, sehingga terkuaklah lubang senggamanya yang sudah cukup basah karena cairan mani yang meleleh dari dinding di lubang vaginanya. Betul juga, aku berusaha tanpa melalui kesulitan, berhasil memasuki lubang senggama Indah, seperti halnya aku pertama kali menerobos lubang kemaluan Lia dan Anna. Kumasukkan batang kejantananku seluruhnya ke dalam lubang kenikmatan Indah. Indah menahan perih, karena keperawanannya baru saja kutembus. Tetapi karena sudah sangat bernafsunya, maka rasa perih itu tidak dirasakannya lagi, yang ada hanyalah rasa enak, geli dan nikmat. Indah meram melek merasakan adanya batang kejantananku di dalam lubang senggamanya.<br />
<br />
“Oom Agus, gerakin dong…” Indah memintaku untuk segera memulai.<br />
“Baik Indah, Oom minta Indah imbangi Oom ya…!” Indah tidak menjawab tetapi hanya manggut-manggut.<br />
<br />
Kumulai saja gerakan maju mundur pantatku, batang kemaluanku masuk dan keluar dengan leluasanya, pertama dengan perlahan dan kemudian kupercepat. Indah sudah banyak belajar dari melihat langsung permainanku tadi dengan Lia, Anna, maupun dengan Devi. Indah memutar-mutar pantatnya sedemikian rupa. Aku merasa kalau Indah yang pendiam ternyata mempunyai nafsu yang besar. Kurasa Indah akan lebih kuat mengimbangiku.<br />
<br />
Betul juga dugaanku Indah memang kuat juga, setelah hampir seperempat jam kuberpacu, Indah masih belun juga mengeluarkan cairan maninya, sedangkan aku sendiri memang masih bisa menahan puncak orgasmeku, disebabkan aku telah minum obat dopping 6 pil sekaligus.<br />
<br />
“Ayoooo Oomm… Indah merasa enakkk… terusiiinnn…” Indah kembali meracau.<br />
Kuteruskan memacu, aku heran, kenapa Indah bisa selama ini, padahal Indah baru pertama kali merasakan nikmatnya senggama.<br />
<br />
“Indah… kamu kok kuat sekali sih…?” tanyaku sambil terus memacu.<br />
“Ini berkat obat Oom lhoooo…” jawab Indah bersemangat sambil memutar-mutarkan pantatnya ke kiri dan ke kanan, sedangkan kedua tangannya meremas-remas payudaranya sendiri dan sesekali menarik-narik puting susunya yang masih menegang.<br />
Aku kaget juga mendengar pengakuan Indah, sampai aku berhenti melakukan gerakan. Ternyata Indah meminum obatku juga, jelas saja.<br />
<br />
“Kok berhenti Oom… gantian Indah yang di atas ya?” kata Indah lagi.<br />
Aku diam saja, kami berganti posisi. Kalau tadi Indah dalam posisi aku tindih, sekarang Indah yang berada di atas dan menindihku. Indah menaik-turunkan pantatnya, maju mundur, perlahan dan cepat, kadang berposisi seperti menunggang kuda, liar dan binal.<br />
Permainan dalam posisi Indah di atas dan aku di bawah, ternyata menarik perhatian Lia.<span class="Apple-converted-space"> </span><br />
<br />
Dari tadi Lia memang hanya melihat pergulatanku dengan Indah.<br />
“Oom Agus… masa sih kalah sama Indah…” sindir Lia kepadaku.<br />
“Ngga dong… tenang saja Lia…” jawabku membela diri.<br />
<br />
Kulihat juga Devi rupanya menyudahi kegiatan menyusunya dari puting susu Anna. Mereka bertiga rupanya tertarik menontonku. Kadang berkomentar yang membuatku tersenyum.<br />
<br />
“Yaccchhh… Oom Agus ngga adil… Oom Agus curang, sama Indah bisa selama ini, sama Anna kok cepet sekali.” Anna memprotes.<br />
<br />
“Lho, kan Anna tadi sudah kecapean, maka Oom suruh istirahat, dan cuma Indah sendiri yang belon capek nih…” lanjutku.<br />
<br />
Indah sudah berkeringat banyak sekali, aku merasakan ada cairan hangat yang merembes di batang kejantananku. Aku sendiri mulai merasa adanya desakan-desakan dari pangkal kemaluanku.<br />
<br />
“Oomm… Indah udah ngga kuat nahannya nih… sshh heehh…” kata Indah sepertinya menahan.<br />
<br />
Mendengar ini, langsung saja kuganti posisi lagi. Aku kembali di atas dan Indah di bawah, kupercepat gerakanku sampai maksimal.<br />
<br />
“Oommmm… Indahhh… aaakkkhhhh… hekkksss aahhh…” Indah menjerit histeris.<br />
Tubuhnya menegang dan memelukku dengan erat, rupanya Indah telah mencapai puncak nikmatnya, dari dalam lubang senggamanya menyemprot berkali-kali cairan maninya yang hangat menyiram kepala kejantananku yang masih berada di dalam lubang vaginanya.<br />
<br />
Lubang kemaluan Indah dibanjiri oleh cairan maninya sendiri, becek sekali vagina Indah. Batang kejantananku sampai terasa licin, sehingga menimbulkan bunyi berdecak. Indah sudah tidak bisa mengimbangiku, padahal aku dalam keadaan hampir sampai, katakanlah menggantung. Kucabut saja batang kemaluanku dari lubang senggama Indah, lalu kutarik Devi yang sedang duduk bengong, kusuruh Devi tidur telentang dengan kaki di kangkangkan. Devi tahu maksudku. Segera saja Devi melakukan apa yang kusuruh. Anna dan Lia langsung riuh berkomentar.<br />
<br />
“Yacchhh Oom Agus, kok Devi sih yang dipilih…” rungut Anna.<br />
Sedangkan Lia hanya tersenyum kecut sambil berkata, “Ayoooo Oomm… cepetan dong… habis ini kita makan… Lia udah buat capek-capek tadi.” sambil menyuruhku menyelesaikan finalnya.<br />
<br />
Aku seperti terhenyak. Segera saja kumasukkan batang kejantananku ke lubang senggamanya Devi yang masih merah. Beruntung sekali, lubang senggama itu masih basah oleh cairan mani, sehingga hanya dengan kupaksakan sekali saja langsung masuk. Lubang kemaluan Devi yang begitu sempit memijat hebat dan menghisap batang kejantananku. Aku ingin menyelesaikan puncak orgasmeku secepatnya. Makin kupacu gerakanku. Devi yang tadinya sudah dingin dan kurang bernafsu langsung terangsang lagi. Tidak sampai lima menit, aku memeluk erat tubuh kecil Devi dan kumuncratkan cairan maniku di dalam lubang senggama Devi.<br />
<br />
“Aaahhh… hiaaahhh… Cruuutttt… Crottt…”<br />
Cairan maniku banyak sekali. Aku langsung lemas seketika. Batang keperkasaanku pun sudah mulai loyo, sungguh pergulatan yang hebat. Aku dikeroyok oleh empat gadis kecil dengan hisapan mulut senggamanya yang luar biasa. Kucabut batang kejantananku dari lubang nikmatnya Devi. Kemudian kuajak Devi dan Indah mandi sekalian denganku. Habis mandi kami makan bersama, lumayan enak makanan buatan Anna dan Lia.<br />
Setelah makan, aku mengevaluasi dan bercakap-cakap dengan gadis-gadis kecil itu. Ternyata Anna, Lia, Indah dan Devi masih bersemangat dan mereka mengajakku melakukannya lagi. Aku terpaksa menolak, kelihatan sekali mereka kecewa. Untuk mengobati rasa kecewa mereka, kuberikan kepada mereka kaset BF tentang lesbian untuk ditonton. Isi ceritanya tentang hubungan badan wanita dengan wanita yang saling memberi rangsangan. Aku hanya mengawasi saja, sampai akhirnya mereka mempraktekkan apa yang baru saja mereka tonton.<br />
<br />
Aku dikelilingi oleh gadis-gadis kecil yang haus sex. Besok harinya, kebetulan adalah hari minggu, aku memuaskan gadis-gadis kecil itu dalam berolahraga senggama, sampai aku merasa sangat kelelahan, sehari minggu itu aku bercinta dengan gadis-gadis kecil. Betul-betul enak.<br />
<br />
Kejadian ini berlangsung lama. Aku lah yang membatasi diri terhadap mereka, sampai akhirnya mereka mengalami yang namanya masa datang bulan, dan mereka juga mengerti kalau apa yang kusebut olahraga ternyata adalah hubungan sex yang bisa untuk membuat adik bayi, tetapi mereka tidak menyesal. Jadi jika akan melakukan senggama, kutanyakan dulu jadwal mereka. Aku tidak ingin mereka hamil. Anna, Lia, Indah maupun Devi akhirnya mengetahui kapan masing-masing akan mendapatkan jatahnya.<br />
<br />
Setelah mereka berempat duduk di bangku SMU kelas 2, bisa dikatakan telah beranjak dewasa dan matang, begitu juga umurku sudah menjadi 36 tahun. Aku sudah menjalin hubungan serius dengan wanita rekan sekerjaku, lalu aku menikahinya dan aku membeli rumah sendiri, tidak lagi kost di tempat Lia. Anna, Lia, Indah dan Devi pun sudah mempunyai pacar, tetapi mereka tidak mau melakukan hubungan senggama dengan pacarnya. Mereka hanya mau berbuat begitu denganku saja.<br />
<br />
Karena aku sudah beristri, mereka pun memahami posisiku. Hubunganku dengan mereka tetap terjalin baik. Istriku juga menganggap mereka gadis-gadis yang baik pula, aku pun berterus terang kepada istriku mengenai apa yang sudah kualami bersama gadis-gadis itu. Istriku memakluminya, aku sangat mencintai istriku. Akan tetapi istriku kurang bisa memenuhi kebutuhan seksku yang memang sangat tinggi. Karena istriku mengetahui kekurangannya, lalu istriku yang bijaksana mengijinkan Anna, Lia, Indah, dan Devi untuk tetap bermain seks denganku.<br />
<br />
Pernah dalam semalam, aku melayani lima wanita sekaligus, Anna, Lia, Indah, Devi dan istriku sendiri. Dari keempat gadis kecil itu, yang paling sering menemaniku dan istriku bersenggama hanyalah Anna dan Lia. Untuk Anna, disebabkan selain orang tua dan kakak Anna tidak tinggal di kota ini, Anna takut tinggal sendiri di rumah besarnya. Hampir tiap hari Anna menginap di tempatku. Untunglah para tetanggaku mengira kalau Anna adalah keponakan istriku. Sedangkan Lia, masih tetap seperti dahulu, papanya bekerja di ibukota dan mamanya masih bekerja di otomotif, kadang justru tidak pulang, jadi jika begitu, Lia ikut pula menginap di rumahku. Tante Linda masih percaya penuh kepadaku. Walaupun sepertinya mengetahui hubunganku dengan anak gadisnya, aku santai saja.</span></span>Private Securityhttp://www.blogger.com/profile/10275932906534986125noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4303797405610259907.post-63891974549162107902011-03-08T00:52:00.002-08:002011-03-08T00:52:55.903-08:00Nikmatnya Bercinta Dengan Lia dan Teman - Temannya Part 1<span class="Apple-style-span" style="border-collapse: separate; color: black; font-family: 'Times New Roman'; font-size: small; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; letter-spacing: normal; line-height: normal; orphans: 2; text-indent: 0px; text-transform: none; white-space: normal; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span class="Apple-style-span" style="color: #333333; font-family: Verdana,Arial,Tahoma,Calibri,Geneva,sans-serif; font-size: 13px;">Cerita ini bermula ketika aku berumur 32 tahun, aku waktu itu sudah bekerja sebagai kepala bagian di sebuah perusahaan BUMN, penghasilanku lebih dari cukup. Apapun bisa kupenuhi, hanya satu yang belum dapat kuraih, yaitu kebahagiaan keluarga, atau dengan kata lain punya istri dan punya anak. Aku hidup sebagai bujangan, kadang untuk memenuhi hasrat biologisku, aku mencarter wanita malam yang kesepian.<br />
<br />
Ketika itu aku masih kost di kota A, kota yang indah dan tidak terlalu ramai, sebab di kota A itulah aku bekerja. Aku kost di rumah seorang ibu muda dengan satu anak gadisnya. Sebut saja ibu muda itu adalah Tante Linda, dan anak gadisnya yang masih 12 tahun usianya dan duduk di bangku SMP kelas 1, namanya Lia. Suami Tante Linda, sebut saja Oom Joko bekerja di ibukota, di suatu instansi pemerintah, dan mempunyai jabatan strategis. Setiap 2 minggu sekali, Oom Joko pulang ke kota A, aku sendiri cukup akrab dengan Oom Joko, umurku dengannya tidak terlalu terpaut jauh. Oom Joko aku taksir baru berumur sekitar 35 tahun, sedangkan Tante Linda justru lebih tua sedikit, 37 tahun. Aku menyebut mereka Oom dan Tante, sebab walaupun beda umur antara aku dan mereka sedikit, tetapi mereka sudah berkeluaga dan sudah punya seorang anak gadis.<br />
<br />
Tante Linda merupakan seorang sekretaris di sebuah perusahaan otomotif di kota B yang jaraknya tidak begitu jauh dari kota A. Tante Linda berangkat pagi dan pulang malam, begitu seterusnya setiap harinya, sehingga aku kurang begitu dekat dengan Tante Linda. Justru kepada anak gadisnya yang masih SMP yang bernama Lia, aku merasa dekat. Sebab pada hari-hari kosongku, Lia lah yang menemaniku.<br />
<br />
Selama tinggal serumah dengan Tante Linda dan anak gadisnya, yaitu Lia, aku tidak pernah berpikiran buruk, misalnya ingin menyetubuhi Tante Linda atau yang lainnya. Aku menganggapnya sudah seperti kakak sendiri. Dan kepada Lia, aku juga sudah menganggapnya sebagai keponakanku sendiri pula. Sampai akhirnya ketika suatu hari, hujan gerimis rintik-rintik, pekerjaan kantor telah selesai aku kerjakan, dan saat itu hari masih agak siang. Aku malas sekali ingin pulang, lalu aku berpikir berbuat apa di hari seperti ini sendirian. Akhirnya aku putuskan meminjam kaset VCD Blue Film yang berjudul Tarzan X ke rekan kerjaku. Kebetulan dia selalu membawanya, aku pinjam ke dia, lalu aku cepat-cepat pulang. Keadaan rumah masih sangat sepi, sebab Lia masih sekolah, dan Tante Linda bekerja. Karena aku kost sudah cukup lama, maka aku dipercaya oleh Oom Joko dan Tante Linda untuk membuat kunci duplikat. Jika sewaktu-waktu ada perlu di rumah, jadi tidak harus repot menunggu Lia pulang ataupun Tante Linda pulang.<br />
<br />
Aku sebetulnya ingin menyaksikan film tersebut di kamar, entah karena masih sepi, maka aku menyaksikannya di ruang keluarga yang kebetulan tempatnya di lantai atas. Ah.. lama juga aku tidak menyaksikan film seperti ini, dan memang lama juga aku tidak ML (making love) dengan wanita malam yang biasa kupakai akibat stres karena kerjaan yang tidak ada habis-habisnya.<br />
<br />
Aku mulai memutar film tersebut, dengan ukuran TV Sony Kirara Baso, seakan aku menyaksikan film bioskop, adegan demi adegan syur membuatku mulai bernafsu dan membuat batang kemaluanku berontak dari dalam celanaku. Aku kasihan pada adik kecilku itu, maka kulepaskan saja celanaku, kulepaskan juga bajuku, sehingga aku hanya menggunakan kaos singlet ketat saja. Celana panjang dan celana dalamku sudah kulepaskan, maka mulai berdiri dengan kencang dan kokohnya batang kemaluanku yang hitam, panjang, besar dan berdenyut-denyut. Aku menikmatinya sesaat, sampai akhirnya kupegangi sendiri batang kemaluanku itu dengan tangan kananku. Mataku tetap konsentrasi kepada layar TV, melihat adegan-adegan yang sudah sedemikian panasnya. Tarzan yang bodoh itu sedang diajari oleh wanitanya untuk memasukkan batang kemaluannya itu ke lubang kemaluan si wanita.<br />
<br />
Batang kemaluan yang dari tadi kupegangi, kini telah kukocok-kocok, lambat dan cepat silih berganti gerakanku dalam mengocok. Setelah sekian lama, aku merasa sudah tidak kuat lagi menahan cairan mani yang ingin keluar.<br />
<br />
Lalu, “Ahh… crrrottt.. cccroottt…,” aku sudah menyiapkan handuk kecil untuk menampung cairan mani yang keluar dari lubang kencing kemaluanku. Sehingga cairan itu tidak muncrat kemana-mana.<br />
<br />
Ternyata tanpa sepengetahuanku, ada sepasang mata melihat ke arahku dengan tidak berkedip, sepasang mata itu rupanya melihat semua yang kulakukan tadi. Aku baru saja membersihkan batang kemaluanku dengan handuk, lalu sepasang mata itu keluar dari persembunyiannya, sambil berkata kecil.<br />
<br />
“Oom Agus, lagi ngapain sih, kok main-main titit begitu, emang kenapa sih?” kata suara kecil mungil yang biasa kudengar.<br />
<br />
Bagaikan disambar geledek di siang hari, aku kaget, ternyata Lia sudah ada di belakangku. Aku gugup akan bilang apa, kupikir anak ini pasti sudah melihat apa yang kulakukan dari tadi.<br />
<br />
“Eh, Llliiiiaaa.. baru pulang?” sahutku sekenanya.<br />
“Iya nih Oom, ngga ada pelajaran.” tukas Lia, lalu Lia melanjutkan perkataannya, “Oom Agus, Lia tadi kan nanya, Oom lagi ngapain sih, kok mainin titit gitu?”<br />
“Oohh ini..,” aku sudah sedikit bisa mengontrol diri, “Ini.. Oom habis melakukan olahraga , Lia.”<br />
“Ooohh.. habis olahraga yaaa..?” Lia sedikit heran.<br />
“Iya kok.. olahraga Oom, ya begini, sama juga dengan olahraga papanya Lia.” jawabku ingin meyakinkan Lia.<br />
“Kalo olahraga Lia di sekolah pasti sama pak guru Lia disuruh lari.” Lia menimpali.<br />
“Itu karena Lia kan masih sekolah, jadi olahraganya harus sesuai dengan petunjuk pak guru.” jawabku lagi.<br />
“Oom, Lia pernah lihat papa juga mainin titit persis seperti yang Oom Agus lakukan tadi, cuma bedanya papa mainin tititnya sama mama.” Lia dengan polosnya mengatakan hal itu.<br />
“Eh, Lia pernah lihat papa dan mama olahraga begituan?” aku balik bertanya karena penasaran.<br />
“Sering lihat Oom, kalo papa pulang, kalo malem pasti melakukannya sama mama.” ujar Lia masih dengan polosnya menerangkan apa yang sering dilihatnya.<br />
“Seperti ini yaa..?” sambil aku menunjuk ke cover gambar film Tarzan X, gambar Tarzan dengan memasukkan batang kemaluannya ke lubang kelamin wanitanya.<br />
“Iya Oom, seperti apa yang di film itu lho!” jawab Lia, “Eh.. Oom, bagus lho filmnya, boleh ngga nih Lia nonton, mumpung ngga ada mama?”<br />
“Boleh kok, cuma dengan syarat, Lia tidak boleh mengatakan hal ini sama papa dan mama, oke?” aku memberi syarat dengan perasaan kuatir jika sampai Lia cerita pada mama dan papanya.<br />
“Ntar Oom beliin coklat yang banyak deh.” janjiku.<br />
“Beres Oom, Lia ngga bakalan cerita ke mama dan papa.” dengan santai Lia menjawab perkataanku, rupanya Lia langsung duduk di sofa menghadap ke TV.<br />
Kuputar ulang lagi film Tarzan X tersebut, dan Lia menontonnya dengan sepenuh hati, adegan demi adegan dilihatnya dengan penuh perhatian. Aku sendiri termenung menyaksikan bahwa di depanku ada seorang gadis kecil yang periang dan pintar sedang menonton blue film dengan tenangnya. Sedangkan aku sendiri masih belum memakai celanaku, ikut melihat lagi adegan-adegan film Tarzan X itu, membuat batang kemaluanku tegang dan berdiri kembali, kubiarkan saja. Lama kelamaan, aku tidak melihat ke arah film Tarzan X itu, pandanganku beralih ke sosok hidup yang sedang menontonnya, yaitu Lia.<br />
<br />
Lia adalah yang tergolong imut dan manis untuk gadis seusianya. Entah kenapa, aku ingin sekali bersetubuh dengan Lia, aku ingin menikmati rasanya lubang kelamin Lia, yang kubayangkan pastilah masih sangat sempit. Ahhh.. nafsuku kian membara karena memikirkan hal itu. Aku mencoba mencari akal, bagaimana caranya agar keperawanan Lia bisa kudapatkan dan kurasakan. Kutunggu saja waktu tepatnya dengan sabar. Tidak terasa, selesailah film tersebut. Suara Lia akhirnya memecahkan keheningan.<br />
“Oom, tuh tititnya berdiri lagi.” kata Lia sambil menunjuk ke arah batang kemaluanku yang memang sedang tegang.<br />
<br />
“Iya nih Lia, tapi biarin saja deh, gimana dengan filmnya?” jawabku santai.<br />
“Bagus kok Oom, persis seperti apa yang papa dan mama lakukan, dan Lia ada beberapa pertanyaan buat Oom nih.” Lia sepertinya ingin menanyakan sesuatu.<br />
“Pertanyaannya apa?” tanyaku.<br />
<br />
“Kenapa sih, kalo olahraga gituan harus masukin titit ke… apa tuh, Lia ngga ngerti?” tanya Lia.<br />
<br />
“Oh itu.., itu namanya titit dimasukkan ke lubang kencing atau disebut juga lubang memek, pasti papa Lia juga melakukan hal itu ke mama kan?” jawabku menerangkan.<br />
“Iya benar Oom, papa pasti masukin tititnya ke lubang yang ada pada memek mama.” Lia membenarkan jawabanku.<br />
<br />
“Itulah seninya olahraga beginian Lia, bisa dilakukan sendiri, bisa juga dilakukan berdua, olahraga ini khusus untuk dewasa.” kataku memberi penjelasan ke Lia.<br />
“Lia sudah boleh ngga Oom.. melakukan olahraga seperti itu?” tanya Lia lagi.<br />
Ouw.. inilah yang aku tunggu.. dasar rejeki.. selalu saja datang sendiri.<br />
“Boleh sih, dengan satu syarat jangan bilang sama mama dan papa.” jelasku.<br />
Terang saja aku membolehkan, sebab itulah yang kuharapkan.<br />
<br />
“Lia harus tahu, jika Lia melakukan olahraga beginian akan merasa lelah sekali tetapi juga akan merasakan enak.” tambahku.<br />
<br />
“Masa sih Oom? Tapi kayaknya ada benarnya juga sih, Lia lihat sendiri mama juga sepertinya merasa lelah tapi juga merasa keenakan, sampai menjerit-jerit lho Oom, malahan kadang seperti mau nangis.” Lia yang polos rupanya sudah mulai tertarik dan sepertinya ingin tahu bagaimana rasanya.<br />
<br />
“Emang gitu kok. Ee…, mumpung masih siang nich, mama Lia juga masih lama pulangnya, kalo Lia memang ingin olahraga beginian, sekarang saja gimana?” aku sudah tidak sabar ingin melihat pesona kemaluannya Lia, pastilah luar biasa.<br />
“Ayolah!” Lia mengiyakan.<br />
<br />
Memang rasa ingin tahu anak gadis seusia Lia sangatlah besar. Ini adalah hal baru bagi Lia. Segera saja kusiapkan segala sesuatunya di otakku. Aku ingin Lia merasakan apa yang belum pernah dirasakan sebelumnya. Kaos singlet yang menempel di tubuhku telah kulepas. Aku sudah telanjang bulat dengan batang kejantananku mengacung-ngacung keras dan tegang. Baru pernah seumur hidupku, aku telanjang di hadapan seorang gadis belia berumur 12 tahun. Lia hanya tersenyum-senyum memandangi batang kemaluanku yang berdiri dengan megahnya. Mungkin karena kebiasaan melihat papa dan mamanya telanjang bulat, sehingga melihatku telanjang bulat merupakan hal yang tidak aneh lagi bagi Lia.<br />
<br />
Kusuruh Lia untuk membuka seluruh pakaiannya. Awalnya Lia protes, tetapi setelah kuberitahu dan kucontohkan kenapa mama Lia telanjang bulat, dan kenapa ceweknya Tarzan juga telanjang bulat, sebab memang sudah begitu seharusnya. Akhirnya Lia mau melepas pakaiannya satu persatu. Aku melihat Lia melepaskan pakaiannya dengan mata tidak berkedip. Pertama sekali, lepaslah pakaian sekolah yang dikenakannya, lalu rok biru dilepaskan juga. Sekarang Lia tinggal mengenakan kaos dalam dan celana dalam saja.<br />
Di balik kaos dalamnya yang cukup tebal itu, aku sudah melihat dua benjolan kecil yang mencuat, pastilah puting susunya Lia yang baru tumbuh. Baru saja aku berpikiran seperti itu, Lia sudah membuka kaos dalamnya itu dan seperti apa yang kubayangkan, puting susu Lia yang masih kuncup, membenjol terlihat dengan jelas di kedua mataku. Puting susu itu begitu indahnya. Lain sekali dengan yang biasa kulihat dan kurasakan dari wanita malam langgananku, rata-rata puting susu mereka sudah merekah dan matang, sedangkan ini, aku hanya bisa menelan ludah.<br />
<br />
Payudara Lia memang belum nampak, sebab karena faktor usia. Akan tetapi puting susunya sudah mulai menampakkan hasilnya. Membenjol cukup besar dan mencuat menantang untuk dinikmati. Warna puting susu Lia coklat kemerahan, aku melihat puting susu itu menegang tanpa Lia menyadarinya. Lalu Lia melepaskan juga celana dalamnya. Kembali aku dibuatnya sangat bernafsu, kemaluan Lia masih berupa garis lurus, seperti kebanyakan milik anak-anak gadis yang sering kulihat mandi di sungai. Vagina yang belum ditumbuhi bulu rambut satu pun, masih gundul. Aku sungguh-sungguh melihat pemandangan yang menakjubkan ini. Terbengong-bengong aku dibuatnya.<br />
<br />
“Oom, udah semua nih, udah siap nih Oom.”<br />
Aku tersentak dari lamunan begitu mendengar Lia berbicara.<br />
“Oke, sekarang dimulai yaaa…?”<br />
<br />
Kuberi tanda ke Lia supaya tiduran di sofa. Pertama sekali aku meminta ijin ke Lia untuk menciuminya, Lia mengijinkan, rupanya karena sangat ingin atau karena Lia memang sudah mulai menuruti nafsunya sendiri, aku kurang tahu. Yang penting bagiku, aku merasakan liang perawannya dan menyetubuhinya siang ini.<br />
<br />
Aku ciumi kening, pipi, hidung, bibir dan lehernya. Kupagut dengan mesra sekali. Kubuat seromantis mungkin. Lia hanya diam seribu bahasa, menikmati sekali apa yang kulakukan kepadanya.<br />
<br />
Setelah puas aku menciuminya, “Lia, boleh ngga Oom netek ke Lia?” tanyaku meminta.<br />
“Tapi Oom, tetek Lia kan belon sebesar seperti punya mama.” kata Lia sedikit protes.<br />
“Ngga apa-apa kok Lia, tetek segini malahan lebih enak.” kilahku meyakinkan Lia.<br />
“Ya deh, terserah Oom saja, asalkan ngga sakit aja.” jawab Lia akhirnya memperbolehkan.<br />
<br />
“Dijamin deh ngga sakit, malahan Lia akan merasakan enak dan nikmat yang tiada tara.” jawabku lagi.<br />
<br />
Segera saja kuciumi puting susu Lia yang kiri, Lia merasa geli dan menggelinjang-gelinjang keenakan, aku merasakan puting susu Lia mulai mengalami penegangan total. Selanjutnya, aku hisap kedua puting susu tersebut bergantian. Lia melenguh menahan geli dan nikmat, aku terus menyusu dengan rakusnya, kusedot sekuat-kuatnya, kutarik-tarik, sedangkan puting susu yang satunya lagi kupelintir-pelintir.<br />
<br />
“Oom, kok enak banget nihhh… oohhh… enakkk…” desah Lia keenakan.<br />
Lia terus merancau keenakan, aku sangat senang sekali. Setelah sekian lama aku menyusu, aku lepaskan puting susu tersebut. Puting susu itu sudah memerah dan sangat tegangnya. Lia sudah merasa mabuk oleh kenikmatan. Aku bimbing tangannya ke batang kemaluanku.<br />
<br />
“Lia, kocok dong tititnya Oom Agus.” aku meminta Lia untuk mengocok batang kemaluanku.<br />
<br />
Lia mematuhi apa yang kuminta, mengocok-ngocok dengan tidak beraturan. Aku memakluminya, karena Lia masih amatir, sampai akhirnya aku justru merasa sakit sendiri dengan kocokan Lia tersebut, maka kuminta Lia untuk menghentikannya. Selanjutnya, kuminta Lia untuk mengangkangkan kedua kakinya lebar-lebar, tanpa bertanya Lia langsung saja mengangkangkan kedua kakinya lebar-lebar, aku terpana sesaat melihat vagina Lia yang merekah. Tadinya kemaluan itu hanya semacam garis lurus, sekarang di hadapanku terlihat dengan jelas, buah klitoris kecil Lia yang sebesar kacang kedelai, vaginanya merah tanpa ditumbuhi rambut sedikit pun, dan yang terutama, lubang kemaluan Lia yang masih sangat sempitnya. Jika kuukur, hanya seukuran jari kelingking lubangnya.<br />
<br />
Aku lakukan sex dengan mulut, kuciumi dan hisap kemaluan Lia dengan lembut, Lia kembali melenguh. Lenguhan yang sangat erotis. Meram melek kulihat mata Lia menahan enaknya hisapanku di kemaluannya. Kusedot klitorisnya. Lia menjerit kecil keenakan, sampai tidak berapa lama.<br />
<br />
“Oom, enak banget sih, Lia senang sekali, terussinnn…” pinta Lia.<br />
Aku meneruskan menghisap-hisap vagina Lia, dan Lia semakin mendesah tidak karuan. Aku yakin Lia hampir mencapai puncak orgasme pertamanya selama hidup.<br />
“Oommm… ssshhh… Lia mau pipis nich..”<br />
<br />
Lia merasakan ada sesuatu yang mendesak ingin keluar, seperti ingin kencing.<br />
“Tahan dikit Lia… tahan yaaa…” sambil aku terus menjilati, dan menghisap-hisap kemaluannya.<br />
<br />
“Udah ngga tahan nich Oommm… aahhh…”<br />
Tubuh Lia mengejang, tangan Lia berpegangan ke sofa dengan erat sekali, kakinya menjepit kepalaku yang masih berada di antara selangkangannya.<br />
Lia ternyata sudah sampai pada klimaks orgasme pertamanya. Aku senang sekali, kulihat dari bibir lubang perawannya merembes keluar cairan cukup banyak. Itulah cairan mani nikmatnya Lia.<br />
<br />
“Oohhh… Oom Agus… Lia merasa lemes dan enak sekali… apa sih yang barusan Lia alami, Oom…?” tanya Lia antara sadar dan tidak.<br />
<br />
“Itulah puncaknya Lia.., Lia telah mencapainya, pingin lagi ngga?” tanyaku.<br />
“Iya.. iya.. pingin Oom…” jawabnya langsung.<br />
<br />
Aku merasakan kalau Lia ingin merasakannya lagi. Aku tidak langsung mengiyakan, kusuruh Lia istirahat sebentar, kuambilkan semacam obat dari dompetku, obat dopping dan kusuruh Lia untuk meminumnya. Karena sebentar lagi, aku akan menembus lubang perwannya yang sempit itu, jadi aku ingin Lia dalam keadaan segar bugar.<br />
Tidak berapa lama, Lia kulihat telah kembali fit.<br />
<br />
“Lia… tadi Lia sudah mencapai puncak pertama, dan masih ada satu puncak lagi, Lia ingin mencapainya lagi kan..?” bujukku.<br />
<br />
“Iya Oom, mau dong…” Lia mengiyakan sambil manggut-manggut.<br />
“Ini nanti bukan puncak Lia saja, tetapi juga puncak Oom Agus, ini finalnya Lia” kataku lagi menjelaskan.<br />
<br />
“Final?” Lia mengernyitkan dahinya karena tidak paham maksudku.<br />
“Iya, final.., Oom ingin memasukan titit Oom ke lubang memek Lia, Oom jamin Lia akan merasakan sesuatu yang lebih enak lagi dibandingkan yang tadi.” akhirnya aku katakan final yang aku maksudkan.<br />
<br />
“Ooh ya, tapi.. Oom.. apa titit Oom bisa masuk tuh? Lubang memek Lia kan sempit begini sedangkan tititnya Oom.. gede banget gitu…” Lia sambil menunjuk lubang nikmatnya.<br />
<br />
“Pelan-pelan dong, ntar pasti bisa masuk kok.. cobain ya..?” pintaku lagi.<br />
“Iya deh Oom…” Lia secara otomatis telah mengangkangkan kakinya selebar-lebarnya.<br />
Kuarahkan kepala kemaluanku ke lubang vagina Lia yang masih super sempit tersebut. Begitu menyentuh lubang nikmatnya, aku merasa seperti ada yang menggigit dan menyedot kepala kemaluanku, memang sangat sulit untuk memasukkannya. Sebenarnya bisa saja kupaksakan, tetapi aku tidak ingin Lia merasakan kesakitan. Kutekan sedikit demi sedikit, kepala kemaluanku bisa masuk, Lia mengaduh dan menjerit karena merasa perih. Aku menyuruhnya menahan. Efek dari obat dopping itu tadi adalah untuk sedikit meredam rasa perih, selanjutnya kutekan kuat-kuat.<br />
“Blusss…”<br />
<br />
Lia menjerit cukup keras, “Ooommm… tititnya sudaaahhh masuk… kkaahhh?”<br />
“Udah sayang… tahan ya…” kataku sambil mengelus-ngelus rambut Lia.<br />
<br />
Aku mundurkan batang kemaluanku. Karena sangat sempitnya, ternyata bibir kemaluan Lia ikut menggembung karena tertarik. Kumajukan lagi, kemudian mundur lagi perlahan tetapi pasti. Beberapa waktu, Lia pun sepertinya sudah merasakan enak. Setelah cairan mani Lia yang ada di lubang perawannya semakin membanjir, maka lubang kenikmatan itu sudah sedikit merekah. Aku menggenjot maju mundur dengan cepat. Ahhh.. inikah kemaluan perawan gadis imut. Enak sekali ternyata. Hisapannya memang tiada duanya. Aku merasa keringat telah membasahi tubuhku, kulihat juga keringat Lia pun sudah sedemikian banyaknya.<br />
<br />
Sambil kuterus berpacu, puting susu Lia kumainkan, kupelintir-pelintir dengan gemas, bibir Lia aku pagut, kumainkan lidahku dengan lidahnya. Aku merasakan Lia sudah keluar beberapa kali, sebab aku merasa kepala batang kemaluanku seperti tersiram oleh cairan hangat beberapa kali dari dalam lubang surga Lia. Aku ganti posisi. Jika tadi aku yang di atas dan Lia yang di bawah, sekarang berbalik, aku yang di bawah dan Lia yang di atas. Lia seperti kesetanan, bagaikan cowboy menunggang kuda, oh enak sekali rasanya di batang kemaluanku. Naik turun di dalam lubang surga Lia.<br />
<br />
Sekian lama waktu berlalu, aku merasa puncak orgasmeku sudah dekat. Kubalik lagi posisinya, aku di atas dan Lia di bawah, kupercepat gerakan maju mundurku. Lalu aku peluk erat sekali tubuh kecil dalam dekapanku, kubenamkan seluruh batang kemaluanku. Aku menegang hebat.<br />
<br />
“Crruttt… crruttt…”<br />
Cairan maniku keluar banyak sekali di dalam lubang kemaluan Lia, sedangkan Lia sudah merasakan kelelahan yang amat sangat. Aku cabut batang kemaluanku yang masih tegang dari lubang kemaluan Lia. Lia kubiarkan terbaring di sofa. Tanpa terasa, Lia langsung tertidur, aku bersihkan lubang kelaminnya dari cairan mani yang perlahan merembes keluar, kukenakan kembali semua pakaiannya, lalu kubopong gadis kecilku itu ke kamarnya. Aku rebahkan tubuh mungil yang terkulai lelah dan sedang tertidur di tempat tidurnya sendiri, kemudian kucium keningnya. Terima kasih Lia atas kenikmatannya tadi. Malam pun tiba.<br />
<br />
Keesokan harinya, Lia mengeluh karena masih merasa perih di vaginanya, untungnya Tante Linda tidak tahu. Hari berlalu terus. Sering kali aku melakukan olah raga senggama dengan Lia, tentunya tanpa sepengetahuan Oom Joko dan Tante Linda.<br />
<br />
Kira-kira sudah berjalan setengah tahun lamanya, Lia sudah sangat pintar untuk ukuran gadis seusianya dalam melakukan olahraga senggama. Aku pun sangat memanjakannya, uang yang biasa kuhamburkan untuk membayar wanita malam, kuberikan ke Lia. Untuk menghindari kecurigaan orang tuanya, uang itu kubelikan hal-hal yang Lia suka, seperti makanan, mainan dan masih banyak lagi.<br />
<br />
Sekarang Lia sudah kelas 2 SMP, naik kelas dengan nilai yang bagus, apa yang kulakukan dengan Lia tidak mempengaruhi belajarnya. Inilah yang membuat aku semakin sayang, dan sampai suatu saat, Tante Linda diharuskan pergi beberapa hari lamanya ke ibu kota untuk menemani Oom Joko menghadiri resepsi-resepsi pernikahan dari rekan-rekan kerja Oom Joko yang kebetulan berurutan tanggalnya. Aku ditinggal berdua di rumah dengan Lia, memang sudah terlalu biasa, sedikit bedanya adalah sekarang sudah super bebas, tidak mengkhawatirkan kalau-kalau Tante Linda pulang dari kerja.</span></span>Private Securityhttp://www.blogger.com/profile/10275932906534986125noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4303797405610259907.post-14216219279967615872011-03-08T00:52:00.000-08:002011-03-08T00:52:04.101-08:00Nikmatnya kakak teman<span class="Apple-style-span" style="border-collapse: separate; color: black; font-family: 'Times New Roman'; font-size: small; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; letter-spacing: normal; line-height: normal; orphans: 2; text-indent: 0px; text-transform: none; white-space: normal; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span class="Apple-style-span" style="color: #333333; font-family: Verdana,Arial,Tahoma,Calibri,Geneva,sans-serif; font-size: 13px;">Setelah permainan cintaku dengan Evi sore itu, kami jadi sering melakukannya apabila ada kesempatan. Kadang kami bercinta di Kamar Evi dan kadang di kamarku. Evi yang masih berusia 22 tahun itu bercerita tentang hilangnya kegadisannya oleh pacarnya ketika masih SMA. Menurut ceritanya dia dijebak pacarnya untuk minum-minum ketika perayaan ulangtahunnya yang ke 17. Ketika dia mulai mabuk dia dibawa pacarnya dan di perkosa di hotel. Tragisnya dia diperkosa secara bergantian oleh 2 orang teman pacarnya saat itu.<br />
<br />
Paginya setelah sadar dia di antar pulang dan pacar maupun kedua temannya menghilang entah kemana. Setelah lulus SMA akhirnya dia memutuskan untuk kuliah di Bali jurusan hotel dan tourisme. Sejak kuliah di Bali pun dia sudah beberapa kali melakukan sex dengan beberapa teman kuliah-nya. Hubungan kami pun cuma sebagai teman, tidak lebih, hubungan kami berdasarkan suka sama suka. Mungkin karena usia ku yang lebih muda. Hanya saja aku dapat previlege untuk tubuhnya kapan saja aku mau. Hubunganku dengan Evi pun tidak diketahui oleh Silvi kakaknya yang sudah bekerja di salah satu hotel di kawasan Jimbaran.<br />
<br />
Silvi, tidak kalah cantiknya dengan Evi. Keduanya memiliki kulit yang putih bersih. Silvi lebih dewasa dalam pembawaan dan enak juga diajak ngobrol. Karena Silvi juga cantik aku sering bercanda dengan Evi mengatakan ingin tahu rasanya bila berhubungan dengan Silvi. Evi kadang tertawa dan kadang marah kalo aku berkata begitu. Walau marah, Evi akan hilang kemarahannya kalau kucumu lagi.<br />
<br />
Seperti halnya sore itu, Ketika aku baru pulang kuliah, kulihat kamar Evi terbuka tetapi tidak ada orang didalamnya. Karena situasi kost yang sepi akupun masuk ke kamarnya dan mendengar ada yang sedang mandi dan akupun menutup pintu kamar Evi. Sudah seminggu lebih aku menginap di Denpasar karena sedang ujian akhir.<br />
<br />
Setelah pintu kututup, kupanggil Evi yang ada dikamar mandi.<br />
<br />
"Vi, lagi mandi yah? tanyaku basa-basi.<br />
<br />
Tidak ada jawaban dari dalam kamar mandi. Akupun melanjutkan.<br />
<br />
"Kamu marah yah Vi?, Maaf yah aku gak kasih tahu kamu kalo aku mau nginep di Denpasar. Hari ini aku mau buat kamu puas Vi. Aku akan cium kamu, bikin kamu puas hari ini. Aku aka.<br />
"Mandi kucing kan kamu Vi mulai dari ujung rambut hingga ujung kaki." Rayuku.<br />
<br />
Masih tidak ada jawaban dari dalam kamar mandi.<br />
<br />
"Vi, ingat film yang dulu kita tonton kan. Aku akan bikin kamu puas beberapa kali hari ini sebelum kau rasakan penisku ini Vi. Aku akan cium vaginamu sampai kau menggelinjang puas dan memohon agar aku memasukkan penisku".<br />
<br />
Terdengar suara batuk kecil dari dalam kamar mandi.<br />
<br />
"Vi, kututup pintu dan gordennya yah Vi". Akupun berbalik dan menutup gorden jendela yang memang masih terbuka.<br />
<br />
Ketika gorden kututup, kudengar pintu kamar mandi terbuka. Akupun tersenyum dan bersorak dalam hati. Setelah aku menutup gorden akupun berbalik. Dan ternyata, yang ada dalam kamar mandi itu adalah Silvi, kakak Evi, yang baru saja selesai mandi keluar dengan menggunakan bathrope berwarna pink dan duduk diatas tempat tidur dengan kaki bersilang dan terlihat dari belahan bathropenya.<br />
<br />
Kaki yang putih terawat, betisnya yang indah terlihat terus hingga ke pahanya yang putih, kencang dan seksi sangat menantang sekali untuk dielus. Belum lagi silangan bathrope di dadanya agak kebawah sehingga terlihat dada putih dan belahan payudaranya. Kukira ukuran Branya sedikit lebih besar dari Evi, karena aku belum pernah menyentuhnya.<br />
<br />
"Evi sedang ke Yogya, dia sedang Praktek kerja selama 2 bulan" Kata Silvi sambil memainkan tali bathrope-nya.<br />
"Jadi selama ini kamu suka make love ya sama Evi, padahal aku percaya kamu tidak akan begitu sama adikku"<br />
"Maaf Mbak, aku gak tahu kalo yang didalam itu Mbak Silvi" Kataku sambil mataku memandang wajah Silvi.<br />
<br />
Rambutnya yang hitam sepundak tergerai basah. Dada yang putih dengan belahan yang terlihat cukup dalam. Paha yang putih mulus dan kencang hingga betis yang terawat rapih. Kalau menurutku Silvi boleh mendapat angka 8 hingga 8,5.<br />
<br />
"Lalu kalo bukan Mbak kenapa?, Kamu enggak mau mencium Mbak, buat Mbak puas, memandikucingkan Mbak seperti yang kamu bilang tadi?" Tanya Silvi memancingku.<br />
"Aku sih mau aja Mbak kalo Mbak kasih" Jawabku langsung tanpa pikir lagi sambil melangkah ke tempat tidur. Sebab sebagai laki-laki normal aku sudah tidak kuat menahan nafsuku melihat sesosok wanita cantik yang hampir pasti telanjang karena baru selesai mandi. Belum lagi pemandangan dada dan putih mulus yang sangat menggoda.<br />
"Kamu sudah lama make love dengan Evi, Ren?" Tanya Silvi ketika aku duduk di sebelah kirinya. Aku tidak langsung menjawab, setelah duduk di sebelahnya aku mencium wangi harum tubuhnya.<br />
"Tubuh Mbak harum sekali", kataku sambil mencium lehernya yang putih dan jenjang.<br />
<br />
Silvi menggeliat dan mendesah ketika lehernya kucium, mulutku pun naik dan mencium bibirnya yang mungil dan merah merekah. Silvi pun membalas ciumanku dengan hangatnya. Perlahan kumasukkan lidahku ke dalam rongga mulutnya dan lidah kami pun saling bersentuhan, hal itu membuat Silvi semakin hangat.<br />
<br />
Perlajan tangan kiriku menyelusup ke dalam bath robenya dan meraba payudaranya yang kenyal. Sambil terus berciuman kuusap dan kupijat lembut kedua payudaranya bergantian. Payudaranya pun makin mengeras dan putingnyapun mulai naik. Sesekali kumainkan putingnya dengan tanganku sambil terus melumat bibirnya.<br />
<br />
Aku pun mengubah posisiku, kurebahkan tubuh Silvi di tempat tidur sambil terus melumat bibirnya dan meraba payudaranya. Setelah tubuh Silvi rebah, perlahan mulutku pun turun ke lehernya dan tanganku pun menarik tali pengikat bathrope-nya. Setelah talinya terlepas kubuka bathropenya. Aku berhenti mencium lehernya sebentar untuk melihat tubuh wanita yang akan kutiduri sebentar lagi, karena aku belum pernah tubuh Silvi tanpa seutas benang sedikitpun. Sungguh pemandangan yang indah dan tanpa cela sedikit pun.<br />
<br />
Payudaranya yang putih dan tegak menantang berukuran 36 C dengan puting yang sudah naik sangat menggairahkan. Pinggang yang langsing karena perutnya yang kecil. Bulu halus yang tumbuh di sekitar selangkangannya tampak rapi, mungkin Silvi baru saja mencukur rambut kemaluannya. Sungguh pemandangan yang sangat indah.<br />
<br />
"Hh" Desah Silvi membuyarkan lamunanku, Aku pun langsung melanjutkan kegiatanku yang tadi terhenti karena mengagumi keindahan tubuhnya.<br />
<br />
Kembali kulumat bibir Silvi sambil tanganku mengelus payudaranya dan perlahan-lahan turun ke perutnya. Ciumanku pun turun ke lehernya. Desahan Silvi pun makin terdengar. Perlahan mulutku pun turun ke payudaranya dan menciumi payudaranya dengan leluasanya. Payudaranya yang kenyal pun mengeras ketika aku mencium sekeliling payudaranya.<br />
<br />
Tanganku yang sedang mengelus perutnya pun turun ke pahanya. Sengaja aku membelai sekeliling vaginanya dahulu untuk memancing reaksi Silvi. Ketika tanganku mengelus paha bagian dalamnya, kaki Silvi pun merapat. Terus kuelus paha Silvi hingga akhirnya perlahan tanganku pun ditarik oleh Silvi dan diarahkan ke vaginanya.<br />
<br />
"Elus dong Ren, Biar Mbak ngerasa enak Ren" Ucapnya sambil mendesah.<br />
<br />
Bibir vagina Silvi sudah basah ketika kesentuh. Kugesekan jariku sepanjang bibir kemaluan Silvi, dan Silvi pun mendesah. Tangannya meremas kepalaku yang masih berada di payudaranya.<br />
<br />
"Ahh, terus Ren", Pinggulnya makin bergyang hebat sejalan dengan rabaan tanganku yang makin cepat. Jari-jariku kumasukkan kedalam lubang vaginanya yang semakn basah.<br />
"Ohh Ren enak sekali Ren", desah Silvi makin hebat dan goyangan pinggulnya makin cepat.<br />
<br />
Jariku pun semakin leluasa bermain dalam lorong sempit vagina Silvi. Kucoba masukan kedua jariku dan desahan serta goyangan Silvi makin hebat membuatku semakin terangsang.<br />
<br />
"Ahh Ren", Silvi pun merapatkan kedua kakinya sehingga tanganku terjepit di dalam lipatan pahanya dan jariku masih terus mengobok-obok vaginanya Silvi yang sempit dan basah.<br />
<br />
Remasan tangan Silvi di kepalaku semakin kencang, Silvi seperti sedang menikmati puncak kenikmatannya. Setelah berlangsung cukup lama Silvi pun melenguh panjang jepitan tangan dan kakinya pun mengendur.<br />
<br />
Kesempatan ini langsung kupergunakan secepat mungkin untuk melepas kaos dan celana jeansku. Penisku sudah tegang sekali dan terasa tidak nyaman karena masih tertekan oleh celana jeansku. Setelah aku tinggal mengunakan CD saja kuubah posisi tidur Silvi. Semula seluruh badan Silvi ada di atas tempat tidur, Sekarang kubuat hanya pinggul ke atas saja yang ada di atas tempat tidur, sedangkan kakinya menjuntai ke bawah.<br />
<br />
Dengan posisi ini aku bisa melihat vagina Silvi yang merah dan indah. Kuusap sesekali vaginannya, masih terasa basah. Akupun mulai menciumi vaginanya. Terasa lengket tapi harum sekali. Kukira Silvi selalu menjaga bagian kewanitaannya ini dengan teratur sekali.<br />
<br />
"Ahh Ren, enak Ren", racau Silvi. Pinggulnya bergoyang seiring jilatan lidahku di sepanjang vaginanya. Vagina merahnya semakin basah oleh lendir vaginanya yang harum dan jilatanku. Desahan Silvi pun makin hebat ketika kumasukkan lidahku kedalam bibit lubang vaginanya. Evi pun menggelinjang hebat.<br />
<br />
"Terus Ren", desahnya. Tanganku yang sedang meremas pantatnya yang padat ditariknya ke payudara. Tnagnku pun bergerak meremas-remas payudaranya yang kenyal. Sementara lidahku terus menerus menjilati vaginanya. Kakinya menjepit kepalaku dan pinggulnya oun bergerak tidak beraturan. Sepuluh menit hal ini berlangsung dan Silvi pun menalami orgasme yang kedua.<br />
<br />
"Ahh Ren, aku keluar Ren", aku pun merasakan cairan hangat yang keluar dari vaginanya. Cairan itu pun kujilat dan kuhabiskan dan kusimpan dalam mulutku dan secepatnya kucium bibir Silvi yang sedang terbuka agar dia merasakan cairannya sendiri.<br />
<br />
Lama kami berciuman, dan perlahan posisi penisku sudah berada tepat didepan vaginanya. Sambil terus menciumnya kugesekkan ujung penisku yang mencuat keluar CD ku ke bibir vaginanya. Tangan Silvi yang semula berada disamping bergerak ke arah penisku dan menariknya. Tangannya mengocok penisku perlahan-lahan.<br />
<br />
"Besar juga punya kamu Ren, panjang lagi" Ucap Silvi di sela-sela ciuman kami.<br />
<br />
Sambil masih berciuman aku melepaskan CDku sehingga tangan Silvi bisa leluasa mengocok penisku. Setelah lima menit akupun menepis tangan Silvi dan menggesekkan penisku dengan bibir vaginanya. Posisi ini lebih enak dibandingkan dikocok.<br />
<br />
Perlahan aku mulai mengarahkan penisku kedalam vaginanya. Ketika penisku mulai masuk, badan Silvi pun sedikit terangkat. Terasa basah sekali tetapi nikmat. Lobang vaginanya lebih sempit dibandingkan Evi, atau mungkin karena lubang vaginanya belum terbiasa dengan penisku.<br />
<br />
"Ahh Rensha.. Begitu sayang, enak sekali sayang" Racaunya ketika penisku bergerak maju mundur. Pinggul Silvi pun semakin liar bergoyang mengimbangi gerakanku. Akupun terus menciumi bagian belakang lehernya.<br />
<br />
"Ahh.." desahnya semakin menjadi. Akupun semakin bernafsu untuk terus memompanya. Semakin cepat gerakanku semakin cepat pula goyangan pinggul Silvi. Kaki Silvi yang menjuntai ke bawah pun bergerak melingkari pinggangku. Akupun mengubah posisiku sehingga seluruh badan kami ada di atas tempat tidur.<br />
<br />
Setelah seluruh badan ada diatas tempat tidur, akupun menjatuhkan dadaku diatas payudara besar dan kenyalnya. Tanganku pun bergerak ke belakang pinggulnya dan meremas pantatnya yang padat.<br />
<br />
Goyangan Silvi pun semakin menjadi-jadi oleh remasan tanganku di pantatnya. Sedangkan pinggulku pun terus menerus bergerak maju mundur dengan cepat dan goyangan pinggul Silvi yang semakin liar.<br />
<br />
"Ren.. Kamu hebat Ren.. Terus Ren.. Penis kamu besar keras dan panjang Ren.. Terus Ren.. Goyang lebih cepat lagi Ren.." begitu racau Silvi di sela kenikmatannya.<br />
<br />
Aku pun semakin cepat menggerakkan pinggulku. Vagina Slvi memang lebih enak dari Evi adiknya. Lebih sempit sehingga penisku sangat menikmati berada di dalam vaginanya. Goyangan Silvi yang makin liar, desahan yang tidak beraturan membuatku semakin bernafsu dan mempercepat gerakanku.<br />
<br />
"Mbak aku mau keluar Mbak" Kataku.<br />
"Di dalam aja Ren biar enak" desah Silvi sambil tangannya memegang pantatku seolah dia tidak mau penisku keluar dari vaginanya sedikitpun.<br />
"Ahh" Desahku saat aku memuntahkan semua cairanku kedalam lubang rahimnya.<br />
<br />
Tangan Silvi menekan pantatku sambil pinggulnya mendorong keatas, seolah dia masih ingin melanjutkan lagi, matanya pun terpejam. Aku pun mencium bibir Silvi. Dengan posisi badanku masih diatasnya dan penisku masih dalam vaginanya. Mata Silvi terbuka, dia membalas ciuman bibirku hingga cukup lama. Badannya basah oleh keringatnya dan juga keringatku.<br />
<br />
"Kamu hebat Ren, aku belum pernah sepuas ini sebelumnya" Kata Silvi.<br />
"Mbak juga hebat, vagina Mbak sempit, legit dan harum lagi." Ucapku.<br />
"Memang vagina Evi enggak" senyumnya sambil menggoyangkan pinggulnya.<br />
"Sedikit lebih sempit Mbak punya dibanding Evi" jawabku sambil menggerakkan penisku yang masih menancap di dalamnya. Tampaknya Silvi masih ingin melanjutkan lagi pikirku.<br />
"Penis kamu masih keras Ren?" tanya Silvi sambil memutar pinggulnya.<br />
"Masih, Mbak masih mau lagi?" tanyaku<br />
"Mau tapi Mbak diatas ya" Kata Silvi.<br />
"Cabut dulu Ren"<br />
<br />
Setelah dicabut, mulut Silvi pun bergerak dan mencium penisku, Silvi mengulum penisku terlebih dahulu sambil memberikan vaginanya padaku. Kembali terjadi pemanasan dengan posisi 69. Desahan-desahan Silvi, vagina Silvi yang harum membuatku melupakan Evi sementara waktu.<br />
<br />
Hari itu sejak pukul lima sore hingga esok paginya aku bercinta dengan Silvi, entah berapa kali kami orgasme. Dan itu pun berlangsung hampir setiap malam selama Evi belum kembali dari Praktek Kerjanya di yogya selama 2 bulan lebih. Kupikir mumpung Evi tidak ada kucumbu saja kakaknya dulu.</span></span>Private Securityhttp://www.blogger.com/profile/10275932906534986125noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4303797405610259907.post-29145955456106357412011-03-08T00:47:00.001-08:002011-03-08T00:47:18.538-08:00Oh..adik Iparku<span class="Apple-style-span" style="border-collapse: separate; color: black; font-family: 'Times New Roman'; font-size: small; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; letter-spacing: normal; line-height: normal; orphans: 2; text-indent: 0px; text-transform: none; white-space: normal; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span class="Apple-style-span" style="color: #333333; font-family: Verdana,Arial,Tahoma,Calibri,Geneva,sans-serif; font-size: 13px;">cerita ini bermula ketika ku sedang ngecet di rumah kontrakan mertuaku yg akan ku tempatin, karena istriku pindah kerjaan yg kantornya dekat dengan rumah orang tuanya. Oh iya.. nama saya Wahyu, 27thn, ku sudah menikah namun belum punya anak, saya bekerja d sebuah Provaider telekomunikasi. Siang itu ku sempatkan u/ ngecat rmh kontrakan yg akan ku tinggalin mumpung lagi libur (saya kerja sifting jd liburnya ga nentu). Ketika sedang asik ngecat tiba2 adik iparku Rensi masuk kdalam rmh, “yu,wahyu…lg ngapain loh..?” Rensi memanggilku, “ini lg ngecat sambil beberes”ku jawab sekenanya. Tanpa melihat k arahnya,”mau gw bantuin ga”,Rensi menawarkan bantuan “, “Boleh2…kebetulan kalo ada yg bantuin”, ku sambil jawab sambil konsen ngecet.<br />
tak terasa gw dah 2jam ngecet, sambil istirahat ku duduk sambil memandangi Rensi yg sedang ngecet , ternyata Rensi baru mandi, tercium dr wangi tubuh dan rambut yg agak basah, Rensi bertubuh tinggi 160Cm dengan badan yg proporsional dia terlihat cukup cantik,dengan baju daster yg rada tipis, samar2 trlihat baju dalemannya. Sebetulnya gw lebih suka dengan Rensi dr pd kknya Rosi istriku, namun saying dia sudah kawin duluan dan udah punya 1 anak. “ren, jangan dsitu aja ngecetnya, tuh yg atas jg donk”, “iya bawell.. bgt sih lo..”rensi mnjawab dengan jutek. Ku balas dengan senyum nakal.<br />
Ketika rensi mulai ngecet tembok bagian atas dengan naik bangku yg cukup tinggi, gw pura2 ngecet bagian bawahnya, sambil curi2 lihat dr bwah dasternya, “Oww..ternyata mulus jg lo ren”, “ehh…enak aje lo ngintip2”,rensi sadar kalo gw ngintip sambil menutupi bagian bawah dasternya, lalu dia turun dr bangku, lalu sambil pura2 ngecet ku pura2 mnjangkau tembok bagian atas, ku memepet tubuh reni yg ngecet bagian bawah, tercium aroma rambutnya yg baru keramas mmbuat nafsu, sambil senyum2 Rensi curi2 pandang k arah gw yg sekarang tepat dbelakangnya. “knapa loh Ren senyum2 gitu?” ku bertanya, “Engga apa2, yeh..GR aje lo”, rensi menjawab sambil trsipu2. “lo makin cakep aje ren”,mulailah gw ngegombal. “emang dr dulu gw cakep, baru nyadar loh”, rensi mnjawab dngn jutek. Tp mkin jutek smakin cantik. Dengn lembut gw mulai peluk dia dr blakang, tangn kiri melingkar dpinggangnya sdangkan tangan kanan gw sibuk ngecet. Trdengar suara nafas rensi yg mmburu, dan denyut jntungnya yg smakin cepat. “jngan ah.. yu, ntar keliatan orang loh”, tiba2 tangan gw d lepas dr pinggangnya.<span class="Apple-converted-space"> </span><br />
Langsung gw ambil inisiatif u/ menutup pintu depan dan menguncinya, lalu kembali lg k posisi semula, “nah kalo skarang ga bakalan keliatan dr luar kan”, “ih..ngeres deh otak lo”, rensi mnjawab. Tp show must go on, kadung nafsu udah sampe umbun2 nih, “ren, gw suka sama lo”,langsung gw ungkapkan perasaan gw sambil memeluk pinggang rensi dr belakang. Kali ini bukanna menghindar tp rensi malah menyandarkan palanya k dada gw, dengan cepat langsung gw sosor bibir tebal seksi Rensi, “ehm..ehm… wahyu…nekat lo yah”, nafasnya semakin memburu, tangnnya sekarang sudah melingkar d leher gw, tangan gw langsung beraksi, tangan kiri gw angkat dasternya dan langsung meyusup ke dlm CD Rensi,dan tangan kanan meremas2 Teteknya yg sudah mulai mengeras. Terasa basah skali m***knya ketika gw coba masukin jari gw, tubuh Rensi seperti tak bertulang bersender k badan gw, “m***k lo pernah d sedot ga Ren?”, ku berbisik di telinganya, lalu rensi menggelengkan kpala, gw Tanya lg “MAU?” sambil mendesah “ouw..oh…oh..mau”, rensi menjawab sambil mendesah2 ke enakan.<br />
Dengan cepat gw lepas baju daster rensi, dan buka baju gw jg, gw baringkan rensi d lantai, sambil mengelus2 m***knya gw buka CD Rensi yg sdh mulai basah, lalu dengan lahap gw langsung kenyot m***k rensi seperti kenyot kerang.. “AAAAHHH…WAHYUUUU…. Oh…OHHH…..” Rensi memekik k enakan sambil menekan lebih dlm pala gw. “Soni ga pernah giniin gw yu, teruussss…teruss.. ach…yes..”, Soni suaminya Rensi emang udah rada tua, umuran 30an, emang rada cuek kalo urusan sex. Kaki Rensi mengejang mengangkang namun gw tahan dengan k2 tangan, kurang lebih 10menit Rensi sepertinya akan keluar, Cairan m***knya makin banjir keluar dr dlm lubang kemaluannya, lalu dengan sebuah dorongan hebat akhirnya Rensi Orgasme, “AHH..OH…OH…TERUSS..TERUSS.. KENYOOTT… gw mo Keeluarrr…”, “AAAAAHHHH…. Yessss…” Cairan yg cukup banyak mengucur dr Lobang kemaluannya…dengan lahap gw sedot terus m***knya. Dengan muka lemes Rensi terbujur kaku, gw peluk rensi dengan erat, dbales dngn pelukan tak kalah eratnya. “makasih yah…yu, gw puaasss bgt”, Rensi berkata sambil memeluk erat. “eit..ntar dulu ren, gantian donk, Keluarin gw donk”, gw minta gantian pd Rensi. Lalu Rensi mnjawab “d Sepong Aja yah, gw pengen rasain Nyepong”, “iya deh” yg penting enak dlm hati gw. Dengan sigap Rensi menggenggam Batang K****L gw sambil d kocok2 kemudian dngan ragu2 dia mulai menghisapnya. Awalnya rasanya kurang berasa “Ouh..oh.. Ren, Isepnya daleman dikit donk”, dengan sedikit menekan pala Rensi agar lebih dalam menghisapnya. “Ouh…oh..oh..yes.. berasa bgt bibir Rensi yg tebal dan seksi menghisap2 batang k****L gw, oh..rensi, akhirnya kesampaian jg merasakan bibir seksimu. Hehehe.. Sedotan Rensi semakin lama semakin keras menghujam, mmbuat ga tahan K****L gw pengen muncrat.. “Ah.. ren..ah..hh… gw pengen muncrat…” Croott…Croot..Croott… 5x Semburan mani menyembur k dlm rongga mulut rensi, seperti k setanan rensi dngan semangat menelannya… sampai habis. Setelah itu kami berciuman mesra sekali, sambil berpelukan. Tiba2 terdengar suara anaknya rensi mencari ibunya, rumah rensi beda 2 rumah dr kontrakan gw jd terdengar. “Eh…yu.. Anak gw udah pulang tuh, udahan dulu yah.. takut ketauan nih”, Seperti kesambar Petir Rensi langsung buru2 memakai bajunya dengan panik. Dengan kecupan yg sangat beringas ku tarik rensi, dan berkata “lain waktu kita lanjutkan lg yah ren”, Dengan Anggukan pelan Rensi lalu pergi meninggalkan gw dengan senyum genit. Rensi, adik iparku ku tunggu kau d kesempatan berikutnya. hehehe...<img alt="" border="0" class="inlineimg" src="http://www.semprot.com/x_img/em/wink.gif" style="border-width: 0px; max-width: 800px; position: relative; top: 2px;" title="Wink" /></span></span>Private Securityhttp://www.blogger.com/profile/10275932906534986125noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4303797405610259907.post-60877622697798884112011-03-08T00:46:00.001-08:002011-03-08T00:46:33.512-08:00ML sama adik kandung<span class="Apple-style-span" style="border-collapse: separate; color: black; font-family: 'Times New Roman'; font-size: small; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; letter-spacing: normal; line-height: normal; orphans: 2; text-indent: 0px; text-transform: none; white-space: normal; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span class="Apple-style-span" style="color: #333333; font-family: Verdana,Arial,Tahoma,Calibri,Geneva,sans-serif; font-size: 13px;">Nama Gw dian, gw mahasiswi ekonomi Universitas Pajajaran. Semenjak dua tahun yang lalu, saat diterima kuliah di Universitas Pajajaran, Gw tinggal di Bandung. Gw berasal dari Sukabumi, ayah gw berasal dari Bandung, sedangkan ibu gw asli Sukabumi. Mereka tinggal di Sukabumi. Cerita Sex Sedarah ini menceritakan kisahku yang terjadi saat Gw kelas 1 SMU di waktu Gw masih tingal di Sukabumi dan cerita dewasa ini masih terus berlanjut sampai detik ini!gw terus kecanduan ngentot ama adik kandung gw sendiri<span class="Apple-converted-space"> </span><br />
Gw anak yang paling tua dari tiga bersaudara. Gw mempunyai satu adik laki-laki dan satu adik perempuan. Umurku berbeda 1 tahun dengan adik lelakiku namu adik perempuanku beda lagi 10 tahun. Kami sangat dimanja oleh orang tua kami, sehingga tingkahku yang tomboy dan suka maksa pun tidak dilarang oleh mereka. Begitupun dengan adikku yang tidak mau disunat walaupun dia sudah kelas 2 SMP.<span class="Apple-converted-space"> </span><br />
Waktu kecil, Gw sering mandi bersama bersama adik gw, tetapi sejak dia masuk Sekolah Dasar, kami tidak pernah mandi bersama lagi. Walaupun begitu, Gw masih ingat betapa kecil dan keriputnya penis adik gw. Sejak saat itu, Gw tidak pernah melihat lagi penis adik gw. Sampai suatu hari, Gw sedang asyik telpon dengan teman cewekku. Gw telpon berjam-jam, kadang tawa keluar dari mulutku, kadang kami serius bicara tentang sesuatu, sampai akhirnya Gw rasakan kandung kemihku penuh sekali dan Gw kebelet pengen pipis. Benar-benar kebelet pipis sudah di ujung lah. Cepat-cepat kuletakkan gagang telpon tanpa permisi dulu sama temanku. Gw berlari menuju ke toilet terdekat. Ketika kudorong ternyata sedang dikunci.<br />
<br />
hallow..! Siapa di dalam buka dong..! Udah nggak tahan..! Gw berteriak sambil menggedor-gedor pintu kamar mandi<br />
Iyaaaaaaa..! Wait..! ternyata adikku yang di dalam. Terdengar suaranya dari dalam.<br />
Nggak bisa nunggu..! Cepetan..! kata Gw memaksa.<br />
aduhhhhhhhh….. Gw benar-benar sudah tidak kuat menahan ingin pipis.<br />
<br />
kreottttttt..! terbuka sedikit pintu toilet, kepala adikku muncul dari celahnya.<br />
Ada apa sih kak? katanya.<br />
Tanpa menjawab pertanyaannya, Gw langsung nyerobot ke dalam karena sudah tidak tahan. Langsung Gw jongkok, menaikkan rokku dan membuka celana dalamku.<br />
criitttttt keluar air seni dari vagina Gw.<br />
Kulihat adikku yang berdiri di depanku, badannya masih telanjang bulat.<br />
<br />
Yeahhhhh..! Sopan dikit napa kak? teriaknya sambil melotot tetap berdiri di depanku.<br />
Waitttt..! Udah nggak kuat nih, kata Gw.<br />
Sebenarnya Gw tidak mau menurunkan pandangan mata Gw ke bawah. Tetapi sialnya, turun juga dan akhirnya kelihatan deh burungnya si adik gw.<br />
hahahahah.. Masih keriput kayak dulu, cuma sekarang agak gede dikit kataku dalam hati.<br />
Gw takut tertangkap basah melihat kontolnya, cepat-cepat kunaikkan lagi mata Gw melihat ke matanya. Eh, ternyata dia sudah tidak melihat ke mata Gw lagi. Sialan..! Dia lihat vagina Gw yang lagi mekar sedang pipis. Cepat-cepat kutekan sekuat tenaga otot di vagina Gw biar cepat selesai pipisnya. Tidak sengaja, kelihatan lagi burungnya yang masih belum disunat itu. Sekarang penisnya kok pelan-pelan semakin gemuk. Makin naik sedikit demi sedikit, tapi masih kelihatan lemas dengan kulupnya masih menutupi helm penisnya.<br />
<br />
Sialan nih adikku. Malah ngeliatin lagi, mana belum habis nih air kencing..! Gw bersungut dalam hati.<br />
o0oooo.. Kayak gitu ya Kak..? katanya sambil tetap melihat ke vagina Gw.<br />
Eh kurang ajar Lu ya dik! langsung saja Gw berdiri mengambil gayung dan kulemparkan ke kepalanya.<br />
Kletokkkk..! kepala adikku memang kena pukul, tetapi hasilnya air kencingku kemana-mana, mengenai rok dan celana dalamku.<br />
<br />
Ya... basah deh rok kakak... katGw melihat ke rok dan celana dalamku.<br />
Syukurin..! Makanya jangan masuk seenaknya..! katanya sambil mengambil gayung dari tanganku.<br />
Mandi lagi ahh..! lanjutnya sambil menyiduk air dan menyiram badannya.<br />
Terus dia mengambil sabun dan mengusap sabun itu ke badannya.<br />
Waduh.., sialan nih adik gw! sungutku dalam hati.<br />
Waktu itu Gw bingung mau gimana nih. Mau keluar, tapi Gw jijik pake rok dan celana dalam yang basah itu. Akhirnya kuputuskan untuk buka celana dalam dan rokku, lalu pinjam handuk adikku dulu. Setelah salin, baru kukembalikan handuknya.<br />
<br />
Udah.., pake aja handuk Gw kak! kata adikku.<br />
Sepertinya dia mengetahui kebingunganku. Kelihatan kontolnya mengkerut lagi.<br />
Jadi lucu lagi gitu..! Hihihi..! dalam hatiku.<br />
Gw lalu membuka celana dalam gw yang warnanya merah muda, lalu dilanjutkan dengan membuka rok. Kelihatan lagi deh memek Gw. Gw takut adikku melihatku dalam keadan seperti itu. Jadi kulihat adik gw. Eh sialan, dia memang memperhatikan Gw yang tanpa celana.<br />
<br />
kakak Memek tu emang gemuk kayak gitu ya..? kakakaka..! katanya sambil nyengir.<br />
Sialan, dia menghina vagina Gw, Daripada culun kayak punya lhoo..! kata Gw sambil memukul bahu adik gw.<br />
Eh tiba-tiba dia berkelit, wakzzzzzz..! katanya.<br />
Karena Gw memukul dengan sekuat tenaga, akhirnya Gw terpeleset. Punggungku jatuh ke tubuhnya. Kena deh pantatku ke penisnya.<br />
Iiihhh.., rasanya geli banget..! cepat-cepat kutarik tubuhku sambil bersungut, Huh..! kakak sih..!<br />
<br />
kak.. kata Kakak tadi culun, kalau kayak gini culun nggak..? katanya mengacuhkan omonganku sambil menunjuk ke penisnya.<br />
Kulihat penisnya mulai lagi seperti tadi, pelan-pelan semakin gemuk, makin tegak ke arah depan.<br />
Ya.. gitu doang..! Masih kayak anak SD ya..? kata Gw mengejek dia.<br />
Padahal Gw kaget juga, ukurannya bisa bertambah begitu jauh. Ingin juga sih tahu sampai dimana bertambahnya. Iseng Gw tanya, Gedein lagi bisa nggak..? kata Gw sambil mencibir.<br />
Bisa..! Tapi kakak harus bantu dikit dong..! katanya lagi.<br />
Megangin ya..? Wisssss.., ya nggak mau lah..! kataku.<br />
Bukan..! kakak taruh ludah aja di atas kontolku..! jawabnya.<br />
<br />
Karena penasaran ingin melihat penis cowok kalau lagi penuh, kucoba ikuti perkataan dia.<br />
Gitu doang kan..? Mau kakak ngeludahin Kamu mah. Dari dulu Kakak pengen ngeludahin Kamu†ujarku<br />
Sialan nih adikku, Gw dikerjain. Kudekatkan kepal Gw ke arah penisnya, lalu Gw mengumpulkan air ludahku. Tapi belum juga Gw membuang ludahku, kulihat penisnya sudah bergerak, kelihatan penisnya naik sedikit demi sedikit. Diameternya makin lama semakin gede, jadi kelihatan semakin gemuk. Dan panjangnya juga bertambah. keren banget melihatnya. Geli di sekujur tubuh melihat itu semua. Tidak lama kepala penisnya mulai kelihatan di antara kulupnya. Perlahan-lahan mendesak ingin keluar. Wahh..! Bukan main perasaan senangku waktu itu. Gw benar-benar asyik melihat helm itu perlahan muncul.<span class="Apple-converted-space"> </span><br />
Akhirnya bebas juga kepala penis itu dari halangan kulupnya. Penis adikku sudah tegang sekali. Menunjuk ke arahku. Warnanya kini lebih merah. Gw jadi terangsang melihatnya. Kualihkan pandangan ke adikku.<br />
Hehe... dia ke arahku. Masih culun nggak..? katanya lagi. Hehe..! Macho kan kak! katanya tetap tersenyum.<br />
Tangannya tiba-tiba turun menuju ke selangkanganku. Walaupun Gw terangsang, tentu saja Gw tepis tangan itu.<br />
<br />
Apaan sih dik..! kubuang tangannya ke kanan.<br />
Kak..! Please kakkk.. Pegang aja kak... Nggak akan diapa-apain... Gw pengen tahu rasanya megang itu-nya cewek. Cuma itu aja kak.. kata adik gw, kembali tangannya mendekati selangkangan dan mau memegang memek gw.<br />
ehmmmm.. sebenarnya Gw mau jaga image, masa mau sih sama adik sendiri, tapi Gw juga ingin tahu bagaimana rasanya dipegang oleh cowok di memek!hihihii…<br />
Inget..! Jangan digesek-gesekin, taruh aja tanganmu di situ..! akhirnya Gw mengiyakan. Deg-degan juga hati ini.<br />
<br />
Tangan adik gw lalu mendekat, bulu kemaluanku sudah tersentuh oleh tangannya. Ihh geli sekali... Gw lihat penisnya sudah keras sekali, kini warnanya lebih kehitaman dibanding dengan sebelumnya. opppssttttt... Hangatnya tangan sudah terasa melingkupi vagina Gw. Geli sekali rasanya saat bibir vagina Gw tersentuh telapak tangannya. Geli-geli nikmat di syaraf vagina Gw. Gw jadi semakin terangsang sehingga tanpa dapat ditahan, vagina Gw mengeluarkan cairan.<br />
Hihihi.. kakak terangsang ya..?<br />
Enak aja... sama adik mah mana bisa terangsang..! jawabku sambil merapatkan selangkangan gw agar cairannya tidak semakin keluar.<br />
Ini basah banget apaan Kak..?<br />
Itu sisa air kencing Kakak tahuuu..! kata Gw berbohong padanya.<br />
Kak... memek tu anget, empuk dan basah ya..?<br />
Tau ah... Udah belum..? Gw berlagak sepertinya Gw menginginkan situasi itu berhenti, padahal sebenarnya Gw ingin tangan itu tetap berada di situ, bahkan kalau bisa mulai bergerak menggesek bibir memek Gw.<br />
<br />
Kak... gesek-gesek dikit ya..? pintanya.<br />
Tuh kan..? Katanya cuma pegang aja..! Gw pura-pura tidak mau.<br />
Dikit aja Kak... Please..!<br />
Terserah adik aja deh..! Gw mengiyakan dengan nada malas-malasan, padahal mau banget tuh. Hihihi.. Habis enak sih...<br />
Tangan adik gw lalu makin masuk ke dalam, terasa bibir vagina Gw terbawa juga ke dalam.<br />
uhhhhhh..! Hampir saja kata-kata itu keluar dari mulut gw. Rasanya nikmat sekali. Otot di dalam vagina Gw mulai terasa berdenyut. Lalu tangannya ditarik lagi, bibir vagina Gw ikut tertarik lagi.<br />
Ouughhhhhhhhh..! akhirnya keluar juga desahan nafasku menahan rasa nikmat di vagina Gw.<br />
Badanku terasa limbung, bahuku condong ke depan. Karena takut jatuh, Gw bertumpu pada bahu adik gw.<br />
<br />
Enak ya kak..?<br />
Heeheee.., jawabku sambil memejamkan mata.<br />
Tangan adik gw lalu mulai maju dan mundur, kadang klitoris gw tersentuh oleh telapak tangannya. Tiap tersentuh rasanya nikmat luar biasa, badan ini akan tersentak ke depan.<br />
kak..! Adek juga pengen ngerasaain enaknya dong..!<br />
Kamu mau diapain..? jawab gw lalu membuka mata dan melihat ke arahnya.<br />
Ya pegang-pegangin juga..! katanya sambil tangan satunya lalu menuntun tanganku ke arah  kontolnya.<br />
Kupikir egois juga jika Gw tidak mengikuti keinginannya. Kubiarkan tangannya menuntun tangan gw. Terasa hangat penisnya di genggaman tangan ini. Kadang terasa kedutan di dalamnya. Karena masih ada sabun di penisnya, dengan mudah Gw bisa memaju-mundurkan tanganku mengocok penisnya.<br />
<br />
Kulihat tubuh adikku kadang-kadang tersentak ke depan saat tanganku sampai ke pangkal penisnya. Kami berhadapan dengan satu tangan saling memegang kemaluan dan tangan satunya memegang bahu.<br />
Tiba-tiba dia berkata, Kak..! Titit Adek sama memek Kakak digesekin aja yah..!<br />
hooh Gw langsung mengiyakan karena Gw sudah tidak tahan menahan rangsangan di dalam tubuh.<br />
Lalu dia melepas tangannya dari vagina Gw, memajukan badannya dan memasukkan penisnya di antara selangkangan gw. Terasa hangatnya batang penisnya di bibir vagina Gw. Lalu dia memaju-mundurkan pinggulnya untuk menggesekkan penisnya dengan vagina Gw.<br />
<br />
ohhhhh..! Gw kini tidak malu-malu lagi mengeluarkan erangan.<br />
Dek... masukin aja..! Kakak udah nggak tahan..! Gw benar-benar sudah tidak tahan, setelah sekian lama menerima rangsangan. Gw akhirnya menghendaki sebuah penis masuk ke dalam memek Gw.<br />
Iya Kak..!<br />
Lalu dia menaikkan satu paha Gw, dilingkarkan ke pinggangnya, dan tangan satunya mengarahkan penisnya agar tepat masuk ke itil Gw.<br />
<br />
Gw terlonjak ketika sebuah benda hangat masuk ke dalam kemaluanku. Rasanya ingin berteriak sekuatnya untuk melampiaskan nikmat yang kurasa. Akhirnya Gw hanya bisa menggigit bibir gw untuk menahan rasa nikmat itu. Karena sudah dari tadi dirangsang, tidak lama kemudian Gw mengalami orgasme. Vagina Gw rasanya seperti tersedot-sedot dan seluruh syaraf di dalam tubuh berkontraksi.<br />
ohhhhhh..! Gw tidak kuat untuk tidak berteriak.<br />
Kulihat adik gw masih terus memaju-mundurkan pinggulnya dengan sekuat tenaga. Tiba-tiba dia mendorong sekuat tenaga hingga badanku terdorong sampai ke tembok.<br />
Ouughhh..! katanya.<br />
Pantatnya ditekannya lama sekali ke arah vagina Gw. Lalu badannya tersentak-sentak melengkung ke depan. Kurasakan cairan hangat di dalam vagina Gw.<br />
<br />
Lama kami terdiam dalam posisi itu, kurasa penisnya masih penuh mengisi vagina Gw. Lalu dia mencium bibirku dan melumatnya. Kami berpagutan lama sekali, basah keringat menyiram tubuh ini. Kami saling melumat bibir lama sekali. Tangannya lalu meremas payudara dan memilin putingnya.<br />
Kak..! Kakak nungging, terus pegang bibir bathtub itu..! tiba-tiba dia berkata.<br />
Wahh..! Gila adik ya..!<br />
Udah.., ikutin aja..! katanya lagi.<br />
Gw pun mengikuti petunjuknya. Gw berpegangan pada bathtub dan menurunkan tubuh bagian atasku, sehingga batang kemaluannya sejajar dengan pantatku. Gw tahu adikku bisa melihat dengan jelas vagina Gw dari belakang. Lalu dia mendekatiku dan memasukkan penisnya ke dalam vagina Gw dari belakang.<br />
<br />
uhhhhhh..! %@!#$&tt..! Gw menjerit saat penis itu masuk ke dalam rongga vagina Gw.<br />
Rasanya lebih nikmat dibanding sebelumnya. Rasa nikmat itu lebih kurasakan karena tangan adikku yang bebas kini meremas-remas payudara Gw. Adikku terus memaju-mundurkan pantatnya sampai sekitar 10 menit ketika kami hampir bersamaan mencapai orgasme. Gw rasakan lagi tembakan sperma hangat membasahi rongga vagina Gw. Kami lalu berciuman lagi untuk waktu yang cukup lama.<br />
<br />
Setelah kejadian itu, kami jadi sering melakukannya, terutama di kamar gw ketika malam hari saat orang tua sudah pergi tidur. Minggu-minggu awal, kami melakukannya bagaikan pengantin baru, hampir tiap malam kami bersetubuh. Bahkan dalam semalam, kami bisa melakukan sampai 4 kali. Biasanya Gw membiarkan pintu kamar gw tidak terkunci, lalu sekitar jam 2 malam, adik gw akan datang dan menguncinya. Lalu kami bersetubuh sampai kelelahan. Kini setelah Gw di Bandung, kami masih selalu melakukannya jika ada kesempatan. Kalau bukan Gw yang ke Sukabumi, maka dia yang akan datang ke Bandung untuk menyetor jatah spermanya ke memek Gw. Saat ini Gw mulai berani menelan sperma yang dikeluarkan oleh adik kandung gw sendiri! Beginilah cerita sex sedarah yang kami lakukan sampai sekarang! Terus terang gw kecanduan ngentot ama adik gw!</span></span>Private Securityhttp://www.blogger.com/profile/10275932906534986125noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-4303797405610259907.post-21970264465481088452011-03-08T00:45:00.002-08:002011-03-08T00:45:42.157-08:00Gairah Kakak Kandung 02<span class="Apple-style-span" style="border-collapse: separate; color: black; font-family: 'Times New Roman'; font-size: small; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; letter-spacing: normal; line-height: normal; orphans: 2; text-indent: 0px; text-transform: none; white-space: normal; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span class="Apple-style-span" style="color: #333333; font-family: Verdana,Arial,Tahoma,Calibri,Geneva,sans-serif; font-size: 13px;">Beberapa saat kupermainkan kedua puting-puting susunya yang kemerahan dengan ujung jemariku. Kak Mira menggelinjang lagi. Kupuntir sedikit putingnya dengan lembut. "Mmm.." Kak Mira semakin mendesah tak karuan. Aku tak tahan, secara bersamaan akhirnya kuremas-remas gemas kedua buah dadanya dengan sepenuh nafsu. "Aawww.. nngg.." dia mengerang dan kedua tangannya memegangi kain sprei dengan kuat. Aku semakin menggila, tak puas kuremas lalu mulutku mulai menjilati kedua buah dadanya secara bergantian. Lidahku kujulur-julurkan menjilati seluruh permukaan susunya itu sampai basah, mulai dari payudara yang kiri lalu berpindah ke payudaranya yang kanan. Kugigit-gigit puting-puting susunya secara bergantian sambil kuremas-remas dengan gemas sampai dia berteriak-teriak kesakitan. "Sshh.. shh.. oohh.. oouwww.. Ndre.." erangnya. Lima menit kemudian lidahku bukan saja menjilati, kini mulutku mulai beraksi menghisap kedua puting-puting susunya sekuat-kuatnya. Aku tak peduli Kak Mira menjerit dan menggeliat kesana kemari. Sesekali kedua jemari tangannya memegang dan mengeremasi rambut kepalaku yang bergerak liar. Sementara kedua tanganku tetap mencengkeram dan meremasi kedua buah dadanya bergantian sambil kuhisap-hisap dengan penuh rasa nikmat. Bibir dan lidahku dengan sangat rakus mengecup, mengulum dan menghisap kedua payudaranya yang kenyal dan padat. Di dalam mulut puting susunya kupilin-pilin dengan lidahku sambil terus menghisap sampai pipiku terasa kempot, aku mengkhayal meminum air susunya. Dia hanya bisa mendesis, mengerang, dan beberapa kali memekik kuat ketika gigiku menggigiti putingnya dengan gemas, hingga tak heran kalau di beberapa tempat di kedua bulatan susu-susunya itu tampak berwarna kemerahan bekas hisapan dan garis-garis kecil bekas gigitanku.<br />
<br />
Mmm, ini benar-benar nikmat. Cukup lama sekali aku menetek susunya, mungkin sekitar 15 menit, sampai setelah cukup puas bibir dan lidahku kini merayap menurun ke bawah. Kutinggalkan kedua belah payudaranya yang basah dan penuh dengan lukisan bekas gigitanku dan juga cupangan berwarna merah bekas hisapanku, sangat kontras sekali dengan warna kulitnya yang putih. Ketika lidahku bermain di atas pusarnya, dia mulai mengerang-erang kecil keenakan. Bau tubuhnya yang harum bercampur dengan keringatnya yang khas menambah nafsu seks-ku semakin memuncak. Kukecup dan kubasahi seluruh perutnya yang kecil sampai basah. Ketika aku bergeser ke bawah lagi dengan cepat lidah dan bibirku yang tak pernah lepas dari kulit tubuhnya itu telah berada di atas gundukan bukit kemaluannya yang indah mempesona. Aku mulai mencumbu alat kelaminnya itu. "Oooh.." Kak Mira hanya merintih lirih, kelihatannya dia sudah lemas kupermainkan sejak tadi, tapi aku tahu dia belum orgasme walaupun sudah sangat terangsang semenjak kuhisap kedua buah susunya. Sekarang ini aku ingin merasakan kelezatan cairan kewanitaan dari liang kemaluannya, sebab pernah sahabatku bilang terus terang kepadaku kalau ia sangat ketagihan untuk selalu meminum cairan lendir pacarnya ketika mereka sedang melakukan oral seks, katanya rasanya aneh tapi membuat dirinya bergairah.<br />
<br />
Aku membetulkan posisiku di atas selangkangan kakakku. Kak Mira membuka kedua belah pahanya lebar-lebar, ia sudah sangat terangsang sekali. Kini wajahnya yang manis kelihatan kusut dan rambutnya tampak awut-awutan. Kedua matanya tetap terpejam rapat namum bibirnya kelihatan basah merekah indah sekali. Kedua tangannya juga masih tetap memegangi kain sprei, kelihatannya dia tegang sekali. "I.. m.. Ndree.. e.. enaak.." katanya. Aku tersenyum senang, sebentar lagi kau akan merasakan kenikmatan yang luar biasa sayang, bisikku dalam hati. Aku akan menyetubuhimu sepuasnya. Kupandangi beberapa saat keindahan bentuk alat kelaminnya itu, baru pertama kali ini aku menyaksikan alat kelamin cewek. Ternyata di samping baunya sangat khas dan merangsang hidungku, keringat yang membasahi di sekitar selangkangannya pun berbau harum dan khas. Labia mayoranya kelihatan gemuk dan padat berwarna putih sedikit kecoklatan, sedangkan celah sempit yang berada di antara kedua labia mayoranya itu tertutup rapat sehingga aku tidak bisa melihat lubang kemaluannya sama sekali. Betapa nikmatnya nanti saat celah kemaluan dan liang kemaluannya menjepit batang kemaluanku, akan kutumpahkan sebanyak-banyaknya nanti air maniku ke dalam liangnya sebagai tanda hilangnya keperjakaanku. Aku juga ingin nantinya dia bisa merasakan semprotan air maniku yang hangat dan banyak agar ia dapat pula merasakan kenikmatan yang sedang kurasakan. Cukup lama aku melamun sambil memandangi keindahan alat kelaminnya sembari menikmati aroma khas yang keluar dari celah kemaluannya yang rapat.<br />
<br />
Tiba-tiba Kak Mira berbisik lirih menyadarkanku, "Ngapain sih.. kok ngelamun.. bau yaa Ndre.." tanyanya sambil tersenyum manis. Wajahnya walaupun sedikit kusut berkeringat tapi tetap manis sekali. Habis berkata begitu tangan Kak Mira bergerak memegang kepalaku dan mengucek-ucek rambut kepalaku. Aku tertawa geli. Selanjutnya tanpa kuduga kedua tangannya itu menekan kepalaku ke bawah, sontak mukaku terutama hidung dan bibirku langsung nyosor menekan bukit kemaluannya, "Mmff mffphh.." hidungku menyelip di antara kedua bibir kemaluannya, empuk dan hangat. Kuhirup sepuas-puasnya bau alat kelaminnya penuh perasaan, sementara bibirku mengecup bagian bawah labia mayoranya dengan bernafsu. Aku mulai mencumbui bibir kemaluannya yang tebal itu secara bergantian seperti kalau aku mencium bibir Kak Mira. Puas mengecup dan mengulum bibirnya bagian atas aku berpindah untuk mengecup dan mengulum bibir kemaluannya bagian bawah. Rasanya.. "Mmm.. yummi.." ada sedikit manis dan asin. "Mmm.. mm.." bercampur bau kemaluannya yang memabukkan. Pokoknya dari Sabang sampai Merauke dah! tidak bisa di ungkapkan. Tidak heran karena ulahku Kak Mira sampai memekik-mekik nikmat tak karuan, tubuhnya menggeliat hebat dan terkadang meregang kencang. Beberapa kali kedua pahanya sampai menjepit kepalaku yang sedang asyik masyuk bercumbu dengan bibir kemaluannya. Kupegangi kedua belah bokongnya yang sudah berkeringat agar tidak bergerak terlalu banyak, bagaimanapun juga aku tak rela melepaskan pagutan bibirku pada labia mayoranya yang merangsang. Salah sendiri, pikirku, siapa dulu yang mulai. "Mmm.. Ndree.. aauuwww.. auuwww.. aawww.. hgghhkhh.. aduuh.. e.. naak.. aahh aduuhh.. oouuhh.." Kak Mira mengerang-erang dan tak jarang memekik cukup kuat saking nikmatnya. Kedua tangannya bergerak mengeremasi rambut kepalaku sampai kacau, sambil menggoyang-goyangkan pinggulnya yang seksi. Kadang pantatnya dinaikkannya sambil mengejan nikmat atau kadang digoyangkan memutar seirama dengan jilatan lidahku pada seluruh permukaan alat kelaminnya yang montok itu.<br />
<br />
"Oouhh.. yaahh.. yaha.. huhuhu.. huhu.." Kak Mira berteriak makin keras, dan terkadang seperti orang menangis mungkin saking tak kuatnya menahan kenikmatan yang kuciptakan pada alat kelaminnya. Tubuhnya menggeliat hebat dan kulihat sambil mulutku tetap memagut bibir kemaluannya. Kepala kakakku, Kak Mira dipalingkan ke kiri dan ke kanan dengan cepat. Mulutnya mendesis dan mengerang tak karuan. Aku semakin bersemangat melihat tingkahnya, sebentar lagi dia pasti orgasme. Kini mulutku semakin buas. Dengan nafas setengah memburu kusibakkan bibir kemaluannya yang menawan dengan jemari tangan kananku. Mmm, hangat dan empuk. Kini kulihat daging berwarna merah muda yang basah oleh air liurku bercampur dengan cairan lendir kewanitaannya, agak sebelah bawah dagingnya itu barulah aku dapat melihat celah liang kemaluannya yang amat sangat kecil dan berwarna kemerahan pula. Aku mencoba untuk membuka bibir kemaluannya agak lebar agar aku dapat mengintip ke dalam liang kemaluan bagaimana bentuk selaput daranya. Namun Kak Mira tiba-tiba memekik kecil, ternyata aku terlalu lebar menyibakkan bibir kemaluannya itu sehingga ia mengerang kesakitan. "Aawww.. iih.. Ndre.." pekiknya kesakitan. Aku jadi terkejut dan menyesal. "Yaa.." bisikku kuwatir. Kuusap dengan lembut penuh kemesraan bibir kemaluannya agar sakitnya hilang. Sebentar kemudian lalu kusibakkan kembali pelan-pelan bibir nakalnya itu, celah merahnya kembali terlihat, agak ke atas dari liang kemaluannya yang sempit itu. Aku melihat ada tonjolan daging kecil sebesar kacang hijau yang juga berwarna kemerahan, inilah klitorisnya bagian paling sensitif dari alat kelamin wanita.<br />
<br />
Mmm, ini dia biang kenikmatan bagi cewek, pikirku. Lalu secepat kilat dengan rakus lidahku kujulurkan sekuatnya keluar dan mulai menyentil-nyentil daging klitorisnya. Benar saja karena tiba-tiba Kak Mira memekik sangat keras sambil menyentak-nyentakkan kedua kakinya ke bawah. Kak Mira mengejan hebat, aku sampai kaget dibuatnya karena pinggulnya bergerak liar dan kaku, jilatanku pada klitorisnya jadi luput. Dengan gemas aku memegang kuat-kuat kedua belah pahanya yang putih mulus lalu kembali kutempelkan bibir dan hidungku di atas celah kedua bibir kemaluannya. Kujulurkan lidahku keluar sepanjang mungkin lalu kutelusupkan lidahku menembus jepitan bibir kemaluannya dan kembali menyentil nikmat klitorisnya dan.. "Hgghggh.. hghgh.. sshh.." Dia memekik tertahan dan mendesis panjang. Tubuhnya kembali mengejan sambil menghentak-hentakkan kedua kakinya yang kecil. Pantatnya diangkat ke atas sehingga memberi keuntungan bagiku untuk lebih dalam memasuki celah labia mayoranya menyentil-nyentil klitorisnya. Begitu singkat karena tak sampai satu menit tiba-tiba kurasakan Kak Mira amat tegang dan kurasakan di dalam mulutku terasa ada semburan lemah dari dalam liang kemaluannya berupa cairan hangat agak kental banyak sekali. Aku menyentil klitorisnya beberapa saat sampai kurasakan tubuh Kak Mira mulai terkulai lemah dan akhirnya pantatnya pun jatuh kembali ke kasur. Dia melenguh panjang pendek meresapi kenikmatan yang baru ia rasakan, kenikmatan sorga dunia miliknya.<br />
<br />
Sementara aku masih menyedot sisa-sisa lendir yang keluar hasil orgasmenya yang terasa asin manis dari celah kemaluannya yang kini tampak agak memerah. Seluruh selangkangannya itu tampak basah penuh air liur bercampur lendir yang kental. Mmm, aku menjilati seluruh permukaan bukit kemaluannya sampai agak kering. Cairan lendirnya itu membuatku makin bergairah. Perasaanku benar-benar fresh setelah menghirup dan menelan cairan lendir kemaluannya. Aku tak tahu apa memang cairannya itu mengandung vitamin atau obat perangsang? Masa bodoh, yang jelas kini nafsu seks-ku telah memuncak, aku akan melakukan tugasku sebagai seorang laki-laki. "Sekarang giliranku," ucapku. Aku belum sempat bergerak, Kak Mira terlebih dahulu meraih batang kemaluanku, dia mengusapnya sambil berkata, "Ndree, ini gede sekali.. pantas tadi sakit. Punya abang iparmu tidak sebegini." Aku mulai bangga, dia mengocok perlahan, mataku terpejam menahan kenikmatan. Dia berhenti, ku buka mataku, ah ternyata dia mendekatkan wajahnya ke batang kemaluanku. Aku berteriak ingin melarang, tapi terlambat. Terlebih dahulu dia menjilati batang kemaluanku. Ah, aku tidak bisa berkata apa-apa selain mengerang kenikmatan, apalagi dia mulai menjilati buah zakarku naik sampai ke helmnya. "Oh.. nikmat sekali," ujarku tanpa sengaja tapi itu belum seberapa, sewaktu dia mulai memasukkan batang kemaluanku ke mulutnya. Susah payah dia melakukannya, akhirnya berhasil. Dia memainkan batang kemaluanku di dalam mulutnya. Dia menghisapnya kuat-kuat. Ah, tanpa terasa aku hampir orgasme. Lalu dia berhenti. "Keluarkan saja di mulutku!" katanya sambil mengocok batang kemaluanku. Kemudian dia kembali mengisapnya.<br />
<br />
Aku mulai merasakan seluruh tubuhku tengang sekali. Rasanya darahku mengalir ke suatu titik. Yah.. hingga akhirnya aku melepaskannya di mulut kakakku. "Ah.. ehh.. ohh.." erangku sambil berusaha menyemburkan semua cairan kenikmatanku. Dia sangat menikmatinya. "Banyak sekali air Manimu Ndree.." ucapnya sambil mulai menjilati maniku yang tersembur di pipinya dan kini mulai menjilati sisanya yang ada di ujung kemaluanku. Oh, rasanya nikmat sekali. Kami istirahat sejenak, lalu dia berbisik, "Kamu masih kuat kan? Ayo lanjutkan lagi permainanmu.. hancurkan aku dengan kenikmatan!" Tanpa komentar lagi aku menaiki tubuhnya. "Tahan sakitnya yah.." bisikku lagi tanpa menunggu jawabannya. Aku segera bangkit dan duduk setengah berlutut di atas tubuhnya yang telanjang berkeringat. Buah dadanya yang penuh lukisan hasil karyaku kelihatan turun naik mengatur nafas. Sebodo, pikirku. Dengan agak kasar kutarik kakinya ke atas dan kutumpangkan kedua pahanya pada pangkal pahaku sendiri sehingga kini selangkangannya menjadi terbuka lebar mempertontonkan alat kewanitaannya yang merangsang itu. Kutarik bokongnya ke arahku sehingga batang kemaluanku yang sudah sengsara cukup lama hampir satu jam itu langsung menempel di atas bukit kemaluan milik Kak Mira yang masih basah. Kuusap-usapkan kepala batang kemaluanku pada kedua belah bibir kemaluannya yang lunak. Kembali kubenamkan mesra ke dalam liang kemaluannya mili demi mili secara perlahan. "Aahhggh.. sa.. yangku.. aahghgh.. nikmat sekali.." erangku pula. Kenikmatan yang kurasakan membuat jiwaku semakin tinggi terbang ke awang-awang, mataku merem-melek menahan rasa nikmat yang tiada tara.<br />
<br />
Aku mulai memompanya dengan gerakan naik turun. Badannya ikut bergoyang pelan naik-turun, bahkan terkadang sedikit memutar seirama dengan tarikan batang kemaluan dan goyangan pinggulku yang bergerak turun naik. Beberapa kali ia melepaskan ciumannya dan mendesah lembut melepas rasa nikmat, karena ia sudah terbiasa dengan gerakan senggama ini. Terasa begitu lama sekali kami saling mengadu alat kemaluan masing-masing, sampai akhirnya kira-kira 10 menit kemudian, tiba-tiba tubuh Kak Mira mengejan dan bergetar lembut, mulutnya mendesis dalam cumbuan bibirku, kedua kakinya tiba-tiba dihentakkan ke bawah dan meregang. Aku merasakan tiba-tiba pula liang kemaluan miliknya berkontraksi, mengerut mengecil membuat batang kemaluanku seakan diremas kuat seperti dipilin-pilin. Tubuhku berkelojotan ikut merasakan kenikmatan yang begitu sangat luaar biasa. Kubenamkan batang kemaluanku secara perlahan ke dalam liang kemaluan yang sedang berkontraksi itu sampai kandas, kuresapi setiap gesekan mili demi mili dengan daging kemaluannya. Bersamaan dengan itu pula sebuah cairan hangat dan licin mulai membasahi seluruh batang kemaluanku banyak sekali. Kak Mira memekik dan melenguh panjang. "Aaaghh.. aaghg.. oouuhh.." erangnya nikmat. Kubiarkan kakakku menikmati orgasmenya yang indah, matanya terpejam rapat. Ia tak tahu kalau aku pun sebenarnya sedang meregang menahan rasa nikmat yang sedang ditimbulkannya pada alat kelelakianku. Air maniku sontak mengalir deras menuju batang kemaluanku dan mendesak-desak di ujung batang kemaluanku hendak muncrat keluar. Kucoba menahan sekuat tenaga agar jangan sampai muncrat, namun hanya 3 detik akhirnya aku menyerah kalah.<br />
<br />
Di saat Kak Mira sedang terbang menikmati orgasmenya yang panjang aku pun akhirnya ikut melepaskan rasa nikmat tertahan dan mencapai puncak, "Craatt.. cratt.. craat" air maniku menyembur-nyembur tumpah keluar di dalam liang kemaluannya. "Oougghh.." aku pun memekik keras, lepas sudah pendakian yang melelahkan itu. "Aaaghh.. maniikuu.. ke.. keluar Sayang.. hggh.." aku menggeram keras sambil menyemburkan air mani ke dalam liang rahimnya. Tubuh kami berdua sama-sama bergetar dan meregang-regang merasakan puncak kenikmatan seks. Kedua alat kelamin kami sama-sama pula memuntahkan cairan kenikmatan hasil buah cinta kami sesaat. "Ooouuh.. oouugghh.." Kak Mira melenguh melepas orgasmenya. Dia memandangku tersenyum sambil berkata, "Kamu bahagia?" Aku mengangguk dan berkata, "Aku mencintai kau, Kakakku!" Malam itu kami melakukannya sampai pagi.</span></span>Private Securityhttp://www.blogger.com/profile/10275932906534986125noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4303797405610259907.post-65832670659907012342011-03-08T00:45:00.000-08:002011-03-08T00:45:13.182-08:00Gairah Kakak Kandung 01<span class="Apple-style-span" style="border-collapse: separate; color: black; font-family: 'Times New Roman'; font-size: small; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; letter-spacing: normal; line-height: normal; orphans: 2; text-indent: 0px; text-transform: none; white-space: normal; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span class="Apple-style-span" style="color: #333333; font-family: Verdana,Arial,Tahoma,Calibri,Geneva,sans-serif; font-size: 13px;">Ceritaku, yang menurutku tidak hanya dilatari nafsu semata, tapi oleh rasa kasih yang menurutku aneh. Semuanya bermula sejak aku dikirim ke Medan untuk menemani pamanku yang tinggal sendirian ditinggal meninggal oleh istrinya. Memang sejak kecil, aku sudah sering berpindah tempat. Sekolah Dasar, aku lewati di Bandung, SMP, aku lalui di Balikpapan, dan SMA di Medan. Aku tidak tahu alasan orangtuaku yang memperlakukanku begitu. Aku punya asumsi mereka kurang menerima kehadiranku, aku benci mereka semua. Tapi tidak dengan kakakku Mira (Mira kakakku yang nomor 2, dan kakak satu-satunya, aku punya satu adik perempuan, dan dua saudara laki-laki). Aku sangat menyayangi Kak Mira, karena dia sangat pengertian, mau menghibur hatiku yang sering kalau rinduku sangat menggebu, karena kami sangat jarang bertemu. Sewaktu aku dikirim ke Medan, dia melanjutkan kuliah ke London. Kamu kembali bertemu di Jakarta sewaktu aku tamat SMA, dan dia kembali dari London untuk persiapan pernikahannya.<br />
<br />
Tiga bulan kami banyak bersama, tapi dasar Kak Mira yang sangat pengertian, dia malah bukan mengurusi pernikahannya, eh malah mengurusi aku. Kami banyak bersama, aku sangat menyanginya. Saking sayangnya dia pernah menciumku, tapi tanpa sadar aku membalasnya dengan mencium bibirnya, dia memelukku dengan hangat. Tapi aneh kurasakan, dia tidak menolaknya, malah mulai memainkan lidahnya di mulutnya. Hmm, sungguh indah saat itu. Tanpa sadar aku mulai meremas payudaranya yang besar menantang. Dia mulai menjerit lirih. Dari bibir, ciumanku turun ke lehernya, lama aku bermain di sana. Kak Mira menekan kepalaku seolah menuntunku untuk menciumi dadanya. Aku mulai nekat, membuka bra-nya dan muncullah pemandangan yang sangat indah. Mula-mula kuciumi ketiaknya, sementara tangan kiriku meremas bukit tanpa pelapis itu. Ciumanku berpindah ke payudaranya. Kucium perlahan pangkalnya, dia nyeletuk, "Ah.. Andre, nikmat sekali.." lalu kuciumi putingnya yang merah merekah. Ah, nikmat sekali waktu itu. Kami melakukannya hampir satu jam, sampai kami sama-sama sadar. Kejadian itu terhenti begitu saja setelah tiga bulan menikah. Kami kembali melakukannya. Saat itu kutahu Kak Mira kurang bahagia, karena setelah bulan madunya yang 2 minggu, suaminya harus kembali ke Pekanbaru. Tinggallah kakakku sendirian.<br />
<br />
Suatu malam, aku menemaninya menonton Selasa Drama di SCTV. Saat itu kembali dia memelukku, kami saling berciuman mesra sekali. Malu-malu aku mulai membuka pakaiannya. Dia membiarkan saja, bahkan mulai mengusap permukaan resleting celana panjangku dengan sangat bernafsu. Aku makin gemas dan bernafsu melihat tingkahnya, pakaiannya kupreteli sampai lembar terakhir. Tanganku meraih pinggulnya yang seksi dan kudekatkan ke arahku. Mukaku persis di depan selangkangannya sehingga aku dapat melihat gundukan bukit kemaluannya tepat didepan mata. Aku semakin tak sabar, aku memandang ke atas dan Kak Mira menatapku sambil tetap tersenyum. Wajahnya tampak memerah menahan malu. Tanpa aba-aba dariku Kak Mira menganggukan kepalanya perlahan, seolah mempersilakanku memmainkan kemaluannya. Dengan gemetar jemari kedua tanganku kembali merayap ke atas menelusuri dari kedua betisnya yang mulus terus ke atas sampai kedua belah pahanya yang putih mulus tanpa cacat sedikitpun. Halus sekali kulit pahanya dan begitu seksi dan padat. Aku mengusap perlahan dan mulai meremas. "Oooh.." Kak Mira merintih kecil, kemudian jemari kedua tanganku merayap ke belakang, kebelahan bokongnya yang bulat. Aku meremas gemas di situ. Aahh.. begitu halus, kenyal dan padat. Tiba giliran lagi aku berhadapan dengan lubang kemaluannya.<br />
<br />
Sejenak aku berhenti, menikmati pemandangan itu. Bau alat kelaminnya langsung menyergap hidungku. Mmm.. harum. Kini terpampanglah sudah daerah "forbidden" itu, menggembung membentuk seperti sebuah gundukan bukit kecil mulai dari bawah pusarnya sampai ke bawah di antara kedua belah pangkal pahanya yang seksi. Sementara di bagian tengah gundukan bukit kemaluannya terbelah membentuk sebuah bibir tebal yang mengarah ke bawah dan masih tertutup rapat menutupi celah liang kemaluannya. Dan di sekitar situ aku mengagumui bulu-bulunya yang seperti kawanan domba di bukit. Aku hanya bisa melongo menyaksikan keindahan bukit kemaluannya dan tanpa terasa kedua tanganku sampai gemetar menyaksikan pemandangan yang baru pertama kalinya ini. "Oohh.. Kak Mira.. indahnya.." Hanya kalimat itu yang sanggup kuucapkan saat itu. Selanjutnya aku masih melongo menikmati keindahan surga dunia milik Kakakku, Mira. Bau yang keluar dari alat kelamin miliknya membuat hidungku jadi kembang kempis menikmati aroma aneh namun terasa menyenangkan buatku. Aku mulai menciumi pahanya yang mulus, sementara tanganku sibuk mengusap-usap pahanya yang lain. Tangannya meremas rambutku sambil berteriak kenikmatan. Ciumanku mulai naik ke selangkangannya. Kak Mira tidak sabaran, dia menuntun kepalaku ke arah kemaluannya, aku hanya menuruti. Kuciumi kemaluannya, remasannya mulai keras, apalagi saat lidahku bermain di klitorisnya. Aku tak puas juga, aku mengisapnya sekuatnya, mungkin ciuman di lubang kemaluannya itu berlangsung lebih dari 15 menit.<br />
<br />
Kembali aku memandang ke wajahnya, walaupun wajahnya sedikit memerah karena malu. Ia berusaha untuk tetap tersenyum. Dadanya terlihat sangat menonjol. Alamak! Buah dadanya itu ternyata memang berbentuk bulat, ukurannya 34B, warnanya putih bersih, putingnya tampak berwarna merah muda kecoklatan. Aaah.. cantiknya kakakku ini apalagi kalau sedang telanjang bulat seperti ini, "Kak.." bisikku lirih. Batang kemaluanku semakin berdenyut tak karuan. Lalu Kak Mira mengulurkan kedua tangannya kepadaku mengajakku berdiri lagi. Kini rasanya kami seperti Adam dan Hawa saja. Bertelanjang bulat satu sama lain seperti kaum nudis saja. "Aku tahu, kamu tidak pernah bahagia, aku ingin membahagianmu, dengan cara apapun itu.. kini nikmatilah!" bisiknya mesra. Aku merangkul tubuhnya yang telanjang merasa terharu. Badanku seperti kesetrum saat kulitku menyentuh kulit halusnya yang hangat dan mulus apalagi ketika kedua payudaranya yang bulat menekan lembut dadaku yang bidang. Aaah, aku merintih nikmat. Jemari tanganku tergetar saat mengusap punggungnya yang telanjang. Begitu halus dan mulus, aku tak sanggup menahan gejolak nafsuku. Aku tak tahan lagi, aku menyetubuhinya. "Aahh.. Kak, kita lakukan di kamar yuk!" bisikku tanpa malu-malu lagi. Kak Mira tersenyum dalam pelukanku. "Terserah mau melakukannya dimana," sahutnya mesra.<br />
<br />
Dengan penuh nafsu, aku segera meraih tubuhnya dan kugendong ke dalam kamar. Saat itu aku sempat melirik jam dinding ruangan, sudah hampir pukul 12:00. Kurebahkan tubuhnya yang telanjang bulat itu di atas kasur busa di dalam kamar tengah. Suasana dalam kamar kelihatan sangat romantis (maklum kamar pengantin baru). Jantungku berdegup kencang saat kunaiki ranjang dimana tubuh Kak Mira yang telanjang berada. Ia memandangku tetap dengan senyumnya yang manis. Aku merayap ke atas tubuhnya yang bugil dan menindihnya. Aku tak sabar ingin segera memasuki tubuhnya. Aku merasakan kehangatan saat kulitku bersentuhan dengan kulitnya yang halus mulus. Buah dadanya kelihatan sangat kencang dan bundar dengan puting-putingnya yang kemerahan sangat menawan hatiku, namun kutahan sementara keinginanku untuk menjamah buah terlarangnya itu. "Ah.." ia hanya melenguh pasrah saat aku setengah menindih tubuhnya dan batang kemaluanku yang tegang itu mulai menusuk celah bukit kemaluannya, mencari liang kemaluannya. Kurasakan bukit kemaluannya terasa lunak dan hangat. Aahh.. tanganku tergetar saat kubimbing alat vitalku mengelus bukit kemaluannya yang empuk lalu menelusup di antara kedua bibir kemaluannya. "Pelan-pelan Ndree.." bisiknya pasrah. Lalu dengan jemari tangan kananku kuarahkan kepala kemaluanku yang sudah tak sabar ingin segera masuk. Kak Mira memeluk pinggangku mesra, sementara kulihat ia memejamkan kedua matanya seolah menungguku yang akan segera memasuki tubuhnya. Aku mencari liang kemaluannya di antara belahan bukit kemaluannya yang lunak. Aku tak dapat melihat celah kemaluannya karena posisi tubuhku yang memang tak memungkinkan untuk itu namun aku berusaha untuk mencari sendiri. Kucoba untuk menelusup celah bibir kemaluannya bagian atas namun setelah kutekan ternyata jalan buntu. "Agak ke bawah.. aahh kurang ke bawah lagi, mm.. yah tekan di situ Ndre.. aaww pelan-pelan.. sakiit.." Kak Mira memekik kecil dan menggeliat kesakitan, namun segera kupegang pinggulnya agar jangan bergerak.<br />
<br />
Akhirnya aku berhasil menemukan celah kemaluannya itu setelah kakakku itu menuntunku. Aku pun mulai menekan ke bawah, "Hhgkghh.." kepala kemaluanku kupaksa untuk menelusup ke dalam liang kemaluannya yang sempit. Terasa hangat dan sedikit basah. Kukecup bibirnya sekilas, lalu aku berkonsentrasi kembali untuk segera dapat membenamkan batang kemaluanku sepanjang 16 cm itu seluruhnya ke dalam liang kemaluannya. Kak Mira mulai merintih dan memekik-mekik kecil ketika kepala kemaluanku yang besar mulai berhasil menerobos liang kemaluannya yang sangat-sangat sempit sekali. "Tahan Kak.. Kak masukkan lagi! Hhgghh.. ahh sempit sekali Sayang aahh.." erangku mulai merasakan kenikmatan dan "Sssrrtt," kurasakan kepala batang kemaluanku berhasil masuk dan terjepit ketat sekali dalam liang kemaluannya. "Aaawww.." teriak Kak Mira memelas, tubuhnya menggeliat kesakitan. Aku berusaha menentramkannya sambil kukecup mesra bibir mungil yang basah merekah dan kulumat dengan perlahan. "Mmm.. cuupp.. cuupp." Lalu.. "Hhhgghh.. tahan sayang! kutekan lagi yaah.." bisikku di antara rasa pedih dan nikmat karena jepitan liang kemaluannya itu begitu ketat seolah-olah kepala batang kemaluanku diremas oleh sebuah daging yang sangat kuat cengkeramannya, walaupun terasa hangat dan lunak. Mmm.. nikmatnya saat batang kemaluanku menggesek celah kemaluannya.<br />
"Hhh.. liang kemaluan Kakak masih sangat sempit."<br />
"Kemaluanku sakit.. " erang Kak Mira lirih.<br />
"Yahh.. kita tahan dulu, mungkin pemanasannya kurang lama.." bisiknya bernafsu.<br />
<br />
Segera kurebahkan badanku di atas tubuhnya dan memeluknya dengan kasih sayang. "Aahh.." aku menggelinjang nikmat merasakan kehangatan dan kehalusan kulitnya. Apalagi saat dadaku menekan kedua buah payudaranya yang montok rasanya begitu kenyal dan hangat. Puting-puting susunya terasa sedikit keras dan lancip. Mmm.. mm.. kemudian kurasakan pula perut kami bersentuhan lembut dan yang paling merangsang adalah saat batang kemaluanku yang kucabut tadi kini menekan nikmat bukit kemaluannya yang empuk. Ingin rasanya aku mencoba untuk memasuki liang kemaluannya lagi dan mengeluarkan air maniku sebanyak-banyaknya di dalam situ, tapi aahh.. aku tak ingin hanya diriku saja yang merasakan kenikmatan. Aku ingin mencumbunya ini dulu, mengulum bibirnya, meremas dan mengenyot-enyot kedua buah payudaranya, dan terakhir akan kucumbu seluruh tubuhnya dari atas sampai ke kaki, kukecup dan kucumbu alat kelaminnya, kujilati bibir kemaluan dan klitorisnya sampai Kak Mira merasakan kenikmatan seks sesungguhnya dan orgasme sepuasnya. Ia memandangku dari jarak yang kurang dari 10 senti dan tertawa renyah, "Mmm.. Kakak bahagia sekali bersamamu seperti ini.." Belum sempat ia selesai ngomong, aku sudah melumat bibirnya yang nakal itu. Kak Mira membalas ciumanku dan melumat bibirku dengan mesra. Kujulurkan lidahku ke dalam mulutnya dan Kak Mira langsung mengulumnya hangat, begitu sebaliknya. Semua terasa indah. Kurayapkan jemari tangan kiriku ke bawah menelusuri sambil mengusap tubuhnya mulai pundak terus ke bawah sampai ke pinggulnya yang hangat padat dan kuremas gemas.<br />
<br />
Ketika tanganku bergerak ke belakang ke bulatan bokongnya yang bulat merangsang, bersamaan dengan itu aku mulai menggoyangkan seluruh badanku menggesek tubuh Kak Mira yang bugil terutama pada bagian selangkangan dimana batang kemaluanku yang sedang tegang-tegangnya menekan gundukan bukit kecil milik Kak Mira yang empuk. Kugerakkan pinggulku secara memutar sambil kugesek-gesekkan batang kemaluanku di permukaan bibir kemaluannya yang empuk sambil sesekali kutekan-tekan nikmat. Kak Mira ikut-ikutan menggelinjang kegelian, namun ia sama sekali tak menolak walaupun beberapa kali kepala batang kemaluanku yang tegang salah sasaran memasuki belahan bibir kemaluan, seolah akan menembus liang kemaluannya lagi. Ia hanya merintih kesakitan dan memekik kecil kalau aku salah menekan. "Aawww.. saakiit.." erangnya membuatku makin terangsang saja. "Aahh.. sshh.." aku melenguh keenakan. Setan-setan burik di belakangku semakin gila berjoget dangdut, seolah bernyanyi "Hangat terasa, terlena..". Beberapa menit kemudian setelah kami puas bercumbu, bibirku menggeser tubuhku ke bawah sampai mukaku tepat berada di atas kedua bulatan payudara yang bundar bak buah apel. Kini ganti perutku yang menekan bukit kemaluannya yang empuk itu. Woow.. enakk. Jemari kedua tanganku secara bersamaan mulai menggerayangi "Gunung Fuji" miliknya itu, seolah hendak mencakar kedua payudaranya. Kelima jemari masing-masing tanganku kurenggangkan satu sama lain dan membentuk seperti cakar burung dan aku mulai menggesekkan ujung-ujung jemariku mulai dari bawah payudaranya di atas perut terus menuju gumpalan kedua buah dadanya yang kenyal dan montok. Kak Mira merintih dan menggelinjang antara geli dan nikmat. "Mm.. mm.. iih geli.." erangnya lirih.</span></span>Private Securityhttp://www.blogger.com/profile/10275932906534986125noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4303797405610259907.post-69975236290841688962011-03-08T00:44:00.000-08:002011-03-08T00:44:15.234-08:00Istri-Istri Binal 11; Ayah Tiri<span class="Apple-style-span" style="border-collapse: separate; color: black; font-family: 'Times New Roman'; font-size: small; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; letter-spacing: normal; line-height: normal; orphans: 2; text-indent: 0px; text-transform: none; white-space: normal; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span class="Apple-style-span" style="color: #333333; font-family: Verdana,Arial,Tahoma,Calibri,Geneva,sans-serif; font-size: 13px;">amaku Reni. Usiaku hampir mendekati kepala tiga. Sudah menikah sejak lima tahun yang lalu namun belum dikarunia anak. Suamiku berusia lebih tua dariku dengan jarak yang cukup jauh. Kehidupan kami bisa dibilang bahagia, bisa juga dibilang tidak. Dalam kehidupan sehari-hari, antara aku dan suamiku tidak ada permasalahan yang pelik dan tidak mengancam pernikahan kami. Hanya saja dalam masalah kehidupan seksual ada sedikit permasalahan yang menurut kami berdua bukan merupakan ancaman.<br />
<br />
Kondisi ini mungkin akibat belum adanya tanda-tanda kami akan dikaruniai seorang anak. Kami rasakan hubungan intim antara aku dan suami jadi hambar, tidak seperti tahun-tahun pertama pernikahan kami yang penuh dengan gelora, penuh dengan cinta yang membara. Dan saat ini kami melakukannya hanya sekedar kewajiban saja, tidak seperti dulu. Nampaknya kami pun tidak mempermasalahkan ini. Akhirnya kami jadi sibuk mencari kegiatan masing-masing untuk menghilangkan kejenuhan ini. Suamiku semakin giat bekerja dan usahanya semakin maju. Aku pun demikian dengan mencari kegiatan lain yang bisa menhgilangkan kejenuhanku. Kami sama-sama sibuk dengan kegiatan masing-masing sehingga waktu untuk bermesraan semakin jarang. Namun kelihatannya kami bisa menikmati kehidupan seperti ini dan tidak mengakibatkan permasalahan yang berarti.<br />
<br />
Keadaan ini berlangsung cukup lama hingga suatu saat terjadi hal baru yang mewarnai kehidupan kami, khususnya kehidupan pribadiku sendiri. Ketika itu kami mendapat khabar bahwa ayahku yang berada di lain kota bermaksud datang ke tempat kami. Suamiku langsung menyatakan kegembiraannya dan tanpa menunggu persetujuanku ia mengharapkan ayahku cepat-cepat datang. Dia bilang sudah sangat rindu sekali karena bisa bertemu kembali setelah pertemuan terakhir ketika kami menikah dahulu. Demikian pula dengan ayahku, katanya kepada suamiku mengatakan bahwa ia pun sangat rindu terutama kepadaku, anaknya yang tersayang. Aku hanya bisa memandang suamiku yang tengah menerima telepon dengan perasaan gundah.<br />
<br />
Setelah mendapat khabar itu, aku jadi sering melamun. Aku jadi gelisah menunggu kedatangan ayahku. Sebenarnya ia bukan ayah kandungku. Ia aalah ayah tiri. Ia menikahi ibuku ketika aku sudah remaja. Ketika itu ayahku masih bujangan dan usianya berbeda cukup jauh dengan ibuku. Kehidupan kami saat itu berlangsung normal. Tahun demi tahun berjalan dan akupun mulai tumbuh semakin dewasa. Permasalahan mulai muncul ketika ibuku mulai sakit-sakitan. Mungkin juga karena usia.<br />
<br />
Di sinilah awal dari segalanya. Ayahku yang masih muda dan penuh vitalitas merasa kurang terpenuhi kebutuhannya dan mulai mencari-cari jalan keluarnya. Celakanya, yang menjadi sasaran adalah diriku sendiri. Saat itu aku masih sangat muda dan tidak mengerti apa-apa. Ayahku ini sangat pandai mengelabuiku sehingga akhirnya aku terperangkap oleh semua akal bulusnya. Aku tidak berani mengadukan hal ini kepada ibu. Takut malah akan membuatnya semakin parah. Tetapi aku pun tak bisa menjamin bahwa ia tidak mengetahui apa yang terjadi antara ayah dengan diriku. Sampai akhirnya ibuku wafat meninggalkanku sendiri, anak semata wayangnya, untuk dititipkan pada ayah.<br />
<br />
Sepeninggal ibu, ayah semakin menjadi-jadi. Aku tak bisa berbuat banyak karena hidupku sangat tergantung kepadanya. Beruntunglah beberapa tahun kemudian aku mendapatkan jodoh dan menikah dengan suamiku yang sekarang. Aku diboyong meninggalkan rumahku ke kota yang sangat jauh jaraknya. Itulah pengalaman yang sangat kusesalkan hingga hari ini.<br />
<br />
"Hei, sayang!" tiba-tiba suamiku membuyarkan lamunanku.<br />
<br />
"Kok malah ngelamun? Ayo kita berangkat sekarang, kasihan nanti ayahmu terlalu lama menunggu di stasiun kereta", lanjutnya seraya mengambil kunci mobil untuk segera berangkat menjemput ayah.<br />
<br />
Ketika sampai di stasiun, suamiku langsung mencari-cari ayahku sementara aku mengikutinya dari belakang dengan perasaan serba tak karuan. Gelisah, khawatir serta ada sedikit rasa rindu karena sudah lama tak bertemu, bercampur menjadi satu. Suamiku langsung berteriak gembira ketika menemukan sosok seorang pria yang tengah duduk sendiri di ruang tunggu. Orang itu langsung berdiri dan menghampiri kami. Ia lalu berpelukan dengan suamiku. Saling melepas rindu. Aku memperhatikan mereka. Aku agak terkesima karena ternyata ayahku tak berubah banyak dari ketika kutinggalkan dahulu. Ia nampak masih muda, meski kulihat ada beberapa helai uban di rambutnya. Tubuhnya masih tegap dan berotot. Kelihatannya ia tidak pernah meninggalkan kebiasaannya berolah raga sejak dulu.<br />
<br />
"Hei Reni. Apa khabar, sayangku", sapa ayah kemudian ketika selesai berpelukan dengan suamiku.<br />
<br />
"Ayah, apa khabar? Sehat-sehat saja khan?" balasku setengah terpaksa untuk berbasa-basi.<br />
<br />
Ayahku mengembangkan kedua tangannya sambil menghampiriku. Aku sempat bingung menghadapinya dan dengan spontan melirik pada suamiku yang kelihatannya seperti tahu apa yang kupikirkan. Ia menganggukan kepalanya seolah menyuruhku untuk menyambut rentangan tangan ayah.<br />
<br />
Aku lalu menghampiri ayahku. Ia langsung menyambutnya dengan memelukku. Aku terpana dengan pelukannya yang erat dan kurasakan ayahku sesenggukan. Menangis sambil berbisik betapa rindunya ia padaku. Aku jadi tak tega dan dengan refleks, balas memeluknya sambil berkata bahwa aku baik-baik saja dan merasa rindu juga kepadanya.<br />
<br />
Ia bersyukur bahwa masih ada orang yang merindukannya sambil terus memelukku dengan erat. Aku jadi serba salah. Pelukannya jadi lain dan bahkan aku merasa tubuhnya sengaja didesakan padaku. Aku berusaha untuk mendorongnya secara halus dan jangan sampai hal ini diketahui suamiku. Ayahku masih juga genit! Ia sengaja menggesek-gesekan tubuhnya padaku! Dasar lelaki celamitan, runtukku dalam hati.<br />
<br />
"Ayo kita ke rumah", kata suamiku kemudian. Aku bersyukur bisa terlepas dari pelukannya dan buru-buru menjauh.<br />
<br />
Aku lalu dengan sengaja memamerkan kemesraan dihadapan ayahku dengan memeluk pinggang suamiku sambil menyandarkan kepala di dadanya. Suamiku balas memeluk sambil berjalan menuju tempat parkir sementara ayahku hanya tersenyum melihat semua ini. Aku tak tahu apa arti senyum itu. Aku hanya ingin memperlihatkan semua ini kepadanya. Aku juga tak tahu apakah aku ingin membuatnya cemburu atau apa?<br />
<br />
Sejak adanya ayah di rumah, memang ada perubahan yang cukup berarti dalam kehidupan kami. Sekarang suasana di rumah lebih hangat, penuh canda dan gelak tawa. Ayahku memang pandai membawa diri, pandai mengambil hati orang. Termasuk suamiku. Ia begitu senang dengan kehadirannya. Ia jadi lebih betah di rumah. Ngobrol bersama, jalan-jalan bersama. Dan yang lebih menggembirakan lagi, suamiku jadi lebih mesra kepadaku. Ia jadi sering mengajakku berhubungan intim. Aku turut gembira dengan perubahan ini. Tadinya aku sempat khawatir akan kehadiran ayah yang akan membuat masalah baru. Tetapi ternyata tidak. Justru sebaliknya!<br />
<br />
Namun dibalik itu aku agak was-was juga karena kemesraan suamiku ternyata atas saran ayahku. Katanya ia banyak memberi nasihat bagaimana cara membahagiakan seorang istri. Hah? Aku terperanjat mendengar ini. Jangan-jangan..? Akh.., aku tak mau berpikir sejauh itu. Rasa kekhawatiranku ternyata beralasan juga. Karena seringkali secara diam-diam, ayah menatapku. Dari tatapannya aku sudah bisa menduga. Ia sudah mulai berani menggodaku meski hanya berupa senyuman ataupun kerlingan nakal. Aku tak pernah melayaninya. Aku tak mau suamiku tahu akan hal ini.<br />
<br />
Kekhawatiran berkembang menjadi rasa takut. Malam itu suamiku memberitahu bahwa ia akan pergi ke luar kota untuk mengurus bisnisnya selama beberapa hari. Aku terkejut dan berupaya mencegahnya agar jangan pergi.<br />
<br />
"Memangnya kenapa? Toh biasanya juga aku suka keluar kota untuk bisnis, bukan untuk main-main", katanya kemudian.<br />
<br />
"Bukan itu. Aku masih kangen sama kamu", jawabku mencari alasan.<br />
<br />
"Aku cuma tiga hari. Mungkin kalau bisa cepet selesai, bisa dua hari aku sudah kembali", kata suamiku lagi.<br />
<br />
"Kamu di sini kan ada ayah, juga Si Inah. Jadi tak perlu takut ditinggal sendiri."<br />
<br />
Justru itu yang kutakutkan, kataku tetapi hanya dalam hati. Aku tak bisa mencari alasn lain lagi karena khawatir justru dia malah curiga dan semuanya jadi ketahuan. Akhirnya aku hanya bisa mengiyakan dan berpesan agar dia cepat-cepat pulang.<br />
<br />
Hari pertama kepergian suamiku ke luar kota tak ada peristiwa yang mengkhawatirkan meski ayahku lebih berani menggoda. Ada saja alasannya agar aku bisa berdekatan dengannya. Bikinkan kopi lah, ambilkan Koran lah dan entah apa lagi alasannya. Ia mencoba menggoda dengan memegang tanganku pada saat memberikan Koran padanya. Buru-buru kutarik tanganku dan pergi ke kamar meninggalkannya.<br />
<br />
Aku jadi semakin hati-hati terhadapnya. Pintu kamar selalu kukunci dari dalam. Tetapi masih saja aku kecolongan sampai suatu ketika terulang kembali perisitiwa masa lalu yang sering kusesalkan. Sore itu aku habis senam seperti biasanya sekali dalam seminggu. Setelah mandi aku langsung makan untuk kemudian istirahat di kamar. Mungkin karena badan terasa penat dan pegal sehabis senam, aku jadi mengantuk dan langsung tertidur. Celakanya, aku lupa mengunci pintu kamar. Setengah bermimpi, aku merasakan tubuhku begitu nyaman. Rasa penat dan pegal-pegal tadi berangsur hilang. Bahkan aku merasakan tubuhku bereaksi aneh. Rasa nyaman sedikit demi sedikit berubah menjadi sesuatu yang membuatku melayang-layang. Aku seperti dibuai oleh hembusan angin semilir yang menerpa bagian-bagian peka di tubuhku. Tanpa sadar aku menggeliat merasakan semua ini sambil melenguh perlahan.<br />
<br />
Dalam tidurku, aku mengira ini perbuatan suamiku yang memang akhir-akhir ini suka mencumbuku di kala tidur. Namun begitu ingat bahwa ia masih di luar kota, aku segera terbangun dan membuka mataku lebar-lebar. Hampir saja aku menjerit sekuat tenaga begitu melihat ayah sambil tersenyum tengah menciumi betisku, sementara dasterku sudah terangkat tinggi-tinggi hingga memperlihatkan seluruh pahaku yang putih mulus.<br />
<br />
"Ayah! Ngapain ke sini?" bentakku dengan suara tertahan karena takut terdengar oleh Si Inah pembantuku.<br />
<br />
"Reni, maafkan ayah. Kamu jangan marah seperti itu dong, sayang", ia malah berkata seperti itu bukannya malu didamprat olehku.<br />
<br />
"Ayah nggak boleh. Keluar, saya mohon", pintaku menghiba karena kulihat tatapan mata ayah demikian liar menggerayang ke sekujur tubuhku.<br />
<br />
Aku buru-buru menurunkan daster menutupi pahaku. Aku beringsut menjauhinya dan mepet ke ujung ranjang. Ayah kembali menghampiriku dan duduk persis di sampingku. Tubuhnya mepet kepadaku. Aku semakin ketakutan.<br />
<br />
"Kamu tidak kasihan melihat ayah seperti ini? Ayolah, kita khan pernah melakukannya", desaknya.<br />
<br />
"Jangan bicarakan masa lalu. Aku sudah melupakannya dan tak akan pernah mengulanginya", jawabku dengan marah karena diingatkan perisitiwa yang paling kusesali.<br />
<br />
"OK. Ayah nggak akan cerita itu lagi. Tapi kasihanilah ayahmu ini. Sudah bertahun-tahun tidak pernah merasakannya lagi", lanjutnya kemudian.<br />
<br />
Ayah lalu bercerita bahw ia tak pernah berhubungan dengan wanita lain selain ibu dan diriku. Dia tak pernah merasa tertarik selain dengan kami. Aku setengah tak percaya mendengar omongannya. Ia memang pandai sekali membuat wanita tersanjung. Dan entah kenapa akupun merasakan hal seperti itu. Ketika kutatap wajahnya, aku jadi trenyuh dan berpikir bagaimana caranya untuk menurunkan hasrat ayah yang kelihatan sudah menggebu-gebu. Aku tahu persis ayah akan berbuat apapun bila sudah dalam keadaan seperti ini. Akhirnya aku mengalah dan mau mengocok batangnya agar ia bisa tenang kembali.<br />
<br />
"Baiklah..", kata ayahku seakan tidak punya pilihan lain karena aku ngotot tak akan memberikan apa yang dimintanya.<br />
<br />
Mungkin inilah kesalahanku. Aku terlalu yakin bahwa jalan keluar ini akan meredam keganasannya. Kupikir biasanya lelaki kalau sudah tersalurkan pasti akan surut nafsunya untuk kemudian tertidur. Aku lalu menarik celana pendeknya. Ugh! Sialan, ternyata dia sudah tidak memakai celana dalam lagi. Begitu celananya kutarik, batangnya langsung melonjak berdiri seperti ada pernya. Aku agak terkesima juga melihat batang ayah yang masih gagah perkasa, padahal usianya sudah tidak muda lagi.<br />
<br />
Tanganku bergerak canggung. Bagaimananpun juga baru kali ini aku memegang kontol orang selain milik suamiku meski dulu pernah merasakannya juga. Tapi itu dulu sekali. Perlahan-lahan tanganku menggenggam batangnya. Kudengar ayah melenguh seraya menyebut namaku. Aku mendongak melirik kepadanya. Nampak wajah ayah meringis menahan remasan lembut tangannku pada batangnya. Aku mulai bergerak turun naik menyusuri batangnya yang sudah teramat keras. Sekali-sekali ujung telunjukku mengusap moncongnya yang sudah licin oleh cairan yang meleleh dari liangnya. Kudengar ayah kembali melenguh merasakan ngilu akibat usapanku. Aku tahu ayah sudah sangat bernafsu sekali dan mungkin dalam beberapa kali kocokan ia akan menyemburkan air maninya. Selesai sudah, pikirku mulai tenang.<br />
<br />
Dua menit, tiga sampai lima menit berikutnya ayah masih bertahan meski kocokanku sudah semakin cepat. Kurasakan tangan ayah menggerayang ke arah dadaku. Aku kembali mengingatkan agar jangan berbuat macam-macam.<br />
<br />
"Biar cepet keluar..", kata ayah memberi alasan.<br />
<br />
Aku tidak mengiyakan dan juga tidak menepisnya karena kupikir ada benarnya juga. Biar cepat selesai, kataku dalam hati. Ayah tersenyum melihatku tidak melarangnya lagi. Ia dengan lembut mulai meremas-remas payudara di balik dasterku. Aku memang tidak mengenakan kutang setiap akan tidur, jadi remasan tangan ayah langsung terasa karena kain daster itu sangat tipis. Sebagai wanita normal, aku merasakan kenikmatan atas remasan ini. Apalagi tanganku menggenggam batangnya dengan erat, setidaknya aku mulai terpengaruh oleh keadaan ini. Meski dalam hati aku sudah bertekad untuk menahan diri dan melakukan semua ini demi kebaikan diriku juga. Karena tentunya setelah ini selesai ayah tidak akan berbuat lebih jauh lagi seperti dulu.<br />
<br />
"Reni sayang.., buka ya? Sedikit aja..", pinta ayah kemudian.<br />
<br />
"Jangan Yah. Tadi khan sudah janji nggak akan macam-macam..", ujarku mengingatkan.<br />
<br />
"Sedikit aja. Ya?" desaknya lagi seraya menggeser tali daster dari pundakku sehingga bagian atas tubuhku terbuka.<br />
<br />
Aku jadi gamang dan serba salah. Sementara bagian dada hingga ke pinggang sudah telanjang. Nafas ayahku semakin memburu kencang melihatku setengah telanjang.<br />
<br />
"Oh.., Reni kamu benar-benar cantik sekali", pujinya sambil memilin-milin putting susuku.<br />
<br />
Aku terperangah. Situasi sudah mulai mengarah pada hal yang tidak kuinginkan. Aku harus bertindak cepat. Tanpa pikir panjang, langsung kumasukan batang ayah ke dalam mulutku dan mengulumnya sebisa mungkin agar ia cepat-cepat selesai dan tidak berlanjut lebih jauh lagi. Aku sudah tidak memperdulikan perbuatan ayah pada tubuhku. Aku biarkan tangannya dengan leluasa menggerayang ke sekujur tubuhku, bahkan ketika kurasakan bibirnya mulai menciumi buah dadaku pun aku tak berusaha mencegahnya. Aku lebih berkonsentrasi untuk menyelesaikan semua ini secepatnya. Jilatan dan kulumanku pada batang kontolnya semakin mengganas sampai-sampai ayahku terengah-engah merasakan kelihaian permainan mulutku.<br />
<br />
Aku tambah bersemangat dan semakin yakin dengan kemampuanku untuk membuatnya segera selesai. Keyakinanku ini ternyata berakibat fatal bagiku. Sudah hampir setengah jam, aku belum melihat tanda-tanda apapun dari ayahku. Aku jadi penasaran, sekaligus merasa tertantang. Suamiku pun yang sudah terbiasa denganku, bila sudah kukeluarkan kemampuan seperti ini pasti takkan bertahan lama. Tapi kenapa dengan ayahku? Apa ia memakai obat kuat?<br />
<br />
Saking penasarannya, aku jadi kurang memperhatikan perbuatan ayah padaku. Entah sejak kapan daster tidurku sudah terlepas dari tubuhku. Aku baru sadar ketika ayah berusaha menarik celana dalamku dan itu pun terlambat! Begitu menengok ke bawah, celana itu baru saja terlepas dari ujung kakiku. Aku sudah telanjang bulat! Ya ampun, kenapa kubiarkan semua ini terjadi. Aku menyesal kenapa memulainya. Ternyata kejadiannya tidak seperti yang kurencanakan. Aku terlalu sombong dengan keyakinanku. Kini semuanya sudah terlambat. Berantakan semuanya! Pekikku dalam hati penuh penyesalan.<br />
<br />
Situasi semakin tak terkendali. Lagi-lagi aku kecolongan. Ayah dengan lihainya dan tanpa kusadari sudah membalikkan tubuhku hingga berlawanan dengan posisi tubuhnya. Kepalaku berada di bawahnya sementara kepalanya berada di bawahku. Kami sudah berada dalam posisi enam sembilan! Tak lama kemudian kurasakan sentuhan lembut di seputar selangkanganku. Tubuhku langsung bereaksi dan tanpa sadar aku menjerit lirih. Suka tidak suka, mau tidak mau, kurasakan kenikmatan cumbuan ayahku di sekitar itu. Akh luar biasa! Aku menjerit dalam hati sambil menyesali diri. Aku marah pada diriku sendiri, terutama pada tubuhku sendiri yang sudah tidak mau mengikuti perintah pikiran sehatku.<br />
<br />
Tubuhku meliuk-liuk mengikuti irama permainan lidah ayah. Kedua pahaku mengempit kepalanya seolah ingin membenamkan wajah itu ke dalam selangkanganku. Kuakui ia memang pandai membuat birahiku memuncak. Kini aku sudah lupa dengan siasat semula. Aku sudah terbawa arus. Aku malah ingin mengimbangi permainannya. Mulutku bermain dengan lincah. Batangnya kukempit dengan buah dadaku yang membusung penuh dan masih kenyal.<br />
<br />
Sementara kontol itu bergerak di antara buah dadaku, mulutku tak pernah lepas mengulumnya. Tanpa kusadari kami saling mencumbu bagian vital masing-masing selama lima belas menit. Aku semakin yakin kalau ayah memakai obat kuat. Ia sama sekali belum memperlihatkan tanda-tanda akan keluar, sementara aku sudah mulai merasakan desiran-desiran kuat bergerak cepat ke arah pusat kewanitaanku. Jilatan dan hisapan mulut ayah benar-benar membuatku tak berdaya. Aku semakin tak terkendali. Pinggulku meliuk-liuk liar. Tubuhku mengejang, seluruh aliran darah serasa terhenti dan aku tak kuasa untuk menahan desakan kuat gelombang lahar panas yang mengalir begitu cepat.<br />
<br />
"Auugghh..!" aku menjerit lirih begitu aliran itu mendobrak pertahananku.<br />
<br />
Kurasakan cairan kewanitaanku menyembur tak tertahankan. Tubuhku menggelepar seperti ikan terlempar ke darat merasakan kenikmatan ini. Aku terkulai lemas sementara batang kontol ayah yang berada dalam genggamanku masih mengacung dengan gagahnya, bahkan terasa makin kencang saja. Aku mengeluh karena tak punya pilihan lain. Sudah kepalang basah. Aku hanya tergolek lemah tak berdaya saat ayah mulai menindih tubuhku. Dengan lembut ia mengusap wajahku dan berkata betapa cantiknya aku sekarang ini.<br />
<br />
"Kau sungguh cantik. Kini kau sudah dewasa. Tubuhmu indah dan jauh lebih berisi.., mmpphh..", katanya sambil menciumi bibirku, mencoba membuka bibirku dengan lidahnya.<br />
<br />
Aku seakan terpesona oleh pujiannya. Cumbu rayunya begitu menggairahkanku. Aku diperlakukan bagai sebuah porselen yang mudah pecah. Begitu lembut dan hati-hati. Hatiku semakin melambung tinggi mendengar semua kekagumannya terhadap tubuhku. Wajahku yang cantik, tubuhku yang indah dan kini jauh lebih berisi. Payudaraku yang membusung penuh dan menggantung indah di dada. Permukaan perut yang rata, pinggul yang membulat padat berisi menyambung dengan buah pantatku yang ‘bahenol’. Diwajah ayah kulihat memperlihatkan ekspresi kekaguman yang tak terhingga saat matanya menatap nanar ke arah lembah bukit di sekitar selangkanganku yang dipenuhi bulu-bulu hitam lebat, kontras dengan warna kultiku yang putih mulus. Kurasakan tangannya mengelus paha bagian dalam. Aku mendesis dan tanpa sadar membuka kedua kakiku yang tadinya merapat.<br />
<br />
Ayah menempatkan diri di antara kedua kakiku yang terbuka lebar. Kurasakan kontolnya ditempelkan pada bibir kemaluanku. Digesek-gesek, mulai dari atas sampai ke bawah. Naik turun. Aku merasa ngilu bercampur geli dan nikmat. Cairan yang masih tersisa di sekitar itu membuat gesekannya semakin lancar karena licin. Aku terengah-engah merasakannya. Kelihatannya ia sengaja melakukan itu. Apalagi saat moncong kontolnya itu menggesek-gesek kelentitku yang sudah menegang. Ayah menatap tajam melihat reaksiku. Aku balas menatap seolah memintanya untuk segera memasuki diriku secepatnya.<br />
<br />
Ia tahu persis apa yang kurasakan saat itu. Namun kelihatannya ia ingin melihatku menderita oleh siksaan nafsuku sendiri. Kuakui memang aku sudah tak tahan untuk segera menikmati batang kontolnya dalam memekku. Aku ingin segera membuatnya ‘KO’. Terus terang aku sangat penasaran dengan keperkasaannya. Kuingin buktikan bahwa aku bisa membuatnya cepat-cepat mencapai puncak kenikmatan.<br />
<br />
"Yah..?" panggilku menghiba.<br />
<br />
"Apa sayang", jawabnya seraya tersenyum melihatku tersiksa.<br />
<br />
"Cepetan.."<br />
<br />
"Sabar sayang. Kamu ingin ayah berbuat apa?" tanyanya pura-pura tak mengerti.<br />
<br />
Aku tak menjawab. Tentu saja aku malu mengatakannya secara terbuka apa keinginanku saat itu. Namun ayah sepertinya ingin mendengarnya langsung dari bibirku. Ia sengaja mengulur-ulur dengan hanya menggesek-gesekan kontolnya. Sementara aku benar-benar sudah tak tahan lagi mengekang birahiku.<br />
<br />
"Reni ingin ayah segera masukin..", kataku akhirnya dengan terpaksa.<br />
<br />
Aku sebenarnya sangat malu mengatkan ini. Aku yang tadi begitu ngotot tidak akan memberikan tubuhku padanya, kini malah meminta-minta. Perempuan macam apa aku ini!?<br />
<br />
"Apanya yang dimasukin", tanyanya lagi seperti mengejek.<br />
<br />
"Akh ayah. Jangan siksa Reni..!"<br />
<br />
"Ayah tidak bermaksud menyiksa kamu sayang."<br />
<br />
"Oohh.., ayah. Reni ingin masukin kontol ayah ke dalam memek Reni..uuggh..", aku kali ini sudah tak malu-malu lagi mengatakannya dengan vulgar saking tak tahannya menanggung gelombang birahi yang menggebu-gebu.<br />
<br />
Aku merasa seperti wanita jalang yang haus seks. Aku hampir tak percaya mendengar ucapan itu keluar dari bibirku sendiri. Tapi apa mau dikata, memang aku sangat menginginkannya segera.<br />
<br />
"Baiklah sayang. Tapi pelan-pelan ya", kata ayahku dengan penuh kemenangan telah berhasil menaklukan diriku.<br />
<br />
"Uugghh..", aku melenguh merasakan desakan batang kontolnya yang besar itu.<br />
<br />
Aku menunggu cukup lama gerakan kontol ayah memasuki diriku. Serasa tak sampai-sampai. Selain besar, kontol ayah cukup panjang juga. Aku sampai menahan nafas saat batangnya terasa mentok di dalam. Rasanya sampai ke ulu hati. Aku baru bernafas lega ketika seluruh batangnya amblas di dalam. Ayah mulai menggerakkan pinggulnya perlahan-lahan. Satu, dua dan tiga tusukan mulai berjalan lancar. Semakin membanjirnya cairan dalam liang memekku membuat kontol ayah keluar masuk dengan lancarnya. Aku mengimbangi dengan gerakan pinggulku. Meliuk perlahan. Naik turun mengikuti irama tusukannya.<br />
<br />
Gerakan kami semakin lama semakin meningkat cepat dan bertambah liar. Gerakanku sudah tidak beraturan karena yang penting bagiku tusukan itu mencapai bagian-bagian peka di dalam relung kewanitaanku. Ayah tahu persis apa yang kuinginkan. Ia bisa mengarahkan batangnya dengan tepat ke sasaran. Aku bagaikan berada di surga merasakan kenikmatan yang luar biasa ini. Batang ayahku menjejal penuh seluruh isi liangku, tak ada sedikitpun ruang yang tersisa hingga gesekan batang itu sangat terasa di seluruh dinding vaginaku.<br />
<br />
"Aduuhh.. auuffhh.., nngghh..", aku meintih, melenguh dan mengerang merasakan semua kenikmatan ini.<br />
<br />
Kembali aku mengakui keperkasaan dan kelihaian ayahku di atas ranjang. Ia begitu hebat, jantan dan entah apalagi sebutan yang pantas kuberikan padanya. Yang pasti aku merasakan kepuasan tak terhingga bercinta dengannya meski kusadari perbuatan ini sangat terlarang dan akan mengakibatkan permasalahan besar nantinya. Tetapi saat itu aku sudah tak perduli dan takkan menyesali kenikmatan yang kualami.<br />
<br />
Ayah bergerak semakin cepat. Kontolnya bertubi-tubi menusuk daerah-daerah sensitive. Aku meregang tak kuasa menahan desiran-desiran yang mulai berdatangan seperti gelombang mendobrak pertahananku. Sementara ayah dengan gagahnya masih mengayunkan pinggulnya naik turun, ke kiri dan ke kanan. Eranganku semakin keras terdengar seiring dengan gelombang dahsyat yang semakin mendekati puncaknya. Melihat reaksiku, ayah mempercepat gerakannya. Batang kontolnya yang besar dan panjang itu keluar masuk dengan cepatnya seakan tak memperdulikan liangku yang sempit itu akan terkoyak akibatnya.<br />
<br />
Kulihat tubuh ayah sudah basah bermandikan keringat. Aku pun demikian. Tubuhku yang berkeringat nampak mengkilat terkena sinar lampu kamar. Aku mencoba meraih tubuh ayah untuk mendekapnya. Dan disaat-saat kritis, aku berhasil memeluknya dengan erat. Kurengkuh seluruh tubuhnya sehingga menindih tubuhku dengan erat. Kurasakan tonjolan otot-ototnya yang masih keras dan pejal di sekujur tubuhku. Kubenamkan wajahku di samping bahunya. Pinggul kuangkat tinggi-tinggi sementara keduan tanganku menggapai buah pantatnya dan menekannya kuat-kuat. Kurasakan semburan demi semburan memancar kencang dari dalam diriku. Aku meregang seperti ayam yang baru dipotong. Tubuhku mengejang-ngejang di atas puncak kenikmatan yang kualami untuk kedua kalinya saat itu.<br />
<br />
"Ayah.., oohh.., Yaahh..", hanya itu yang bisa keluar dari mulutku saking dahsyatnya kenikmatan yang kualami bersamanya.<br />
<br />
"Sayang nikmatilah semua ini. Ayah ingin kamu dapat merasakan kepuasan yang belum pernah kamu alami", bisik ayah dengan mesranya.<br />
<br />
"Ayah sayang padamu, ayah cinta padamu. Ayah ingin melampiaskan kerinduan yang menyesak selama ini..", lanjutnya tak henti-henti membisikan untaian kata-kata indah yang terdengar begitu romantis.<br />
<br />
Aku mendengarnya dengan perasaan tak menentu. Kenapa ini datangnya dari lelaki yang bukan semestinya kusayangi. Mengapa keindahan ini kualami bersama ayahku sendiri, meski ayah tiri tetapi sudah seperti ayah kandungku sendiri. Tanpa terasa air mata menitik jatuh ke pipi. Ayah terkejut melihat ini. Ia nampak begitu khawatir melihatku menangis.<br />
<br />
"Reni sayang, kenapa menangis?" bisiknya buru-buru.<br />
<br />
"Maafkan ayah kalau telah membuatmu menderita..", lanjutnya seraya memeluk dan mengelus-elus rambutku dengan penuh kasih sayang.<br />
<br />
Aku semakin sedih merasakan ini. Tetapi ini bukan hanya salahnya. Aku pun berandil besar dalam kesalahan ini. Aku tidak bisa menyalahkannya saja. Aku harus jujur dan adil menyikapinya.<br />
<br />
"Ayah tidak salah. Reni yang salah..", kataku kemudian.<br />
<br />
"Tidak sayang. Ayah yang salah", katanya besikeras.<br />
<br />
"Kita, Yah. Kita sama-sama salah", kataku sekaligus memintanya untuk tidak memperdebatkan masalah ini lagi.<br />
<br />
"Terima kasih sayang", kata ayahku seraya menciumi wajah dan bibirku.<br />
<br />
Kurasakan ciumannya di bibirku berhasil membangkitkan kembali gairahku. Aku masih penasaran dengannya. Sampai saat ini ayah belum juga mencapai puncaknya. Aku seperti mempunyai utang yang belum terbayar. Kali ini aku bertekad keras untuk membuatnya mengalami kenikmatan seperti apa yang telah ia berikan kepadaku. Aku sadar kenapa diriku menjadi antusias untuk melakukannya dengan sepenuh hati. Biarlah terjadi seperti ini, toh ayah tidak akan selamanya berada di sini. Ia harus pulang ke kampungnya. Aku berjanji pada diriku sendiri, ini merupakan yang terakhir kalinya.<br />
<br />
Timbulnya pikiran ini membuatku semakin bergairah. Apalagi sejak tadi ayah terus-terusan menggerakan kontolnya di dalam memekku. Tiba-tiba saja aku jadi beringas. Kudorong tubuh ayah hingga terlentang. Aku langsung menindihnya dan menicumi wajah, bibir dan sekujur tubuhnya. Kembali kuselomoti batang kontolnya yang tegak bagai tiang pancang beton itu. Lidahku menjilat-jilat, mulutku mengemut-emut. Tanganku mengocok-ngocok batangnya. Kulirik ayah kelihatannya menyukai perubahanku ini. Belum sempat ia akan mengucapkan sesuatu, aku langsung berjongkok dengan kedua kaki bertumpu pada lutut dan masing-masing berada di samping kiri dan kanan tubuh ayah. Selangkanganku berada persis di atas batangnya.<br />
<br />
"Akh sayang!" pekik ayahku tertahan ketika batangnya kubimbing memasuki liang memekku.<br />
<br />
Tubuhku turun perlahan-lahan, menelan habis seluruh batangnya. Selanjutnya aku bergerak seperti sedang menunggang kuda. Tubuhku melonjak-lonjak seperti kuda binal yang sedang birahi. Aku tak ubahnya seperti pelacur yang sedang memberikan kepuasan kepada hidung belang. Tetapi aku tak perduli. Aku terus berpacu. Pinggulku bergerak turun naik, sambil sekali-sekali meliuk seperti ular. Gerakan pinggulku persis seperti penyanyi dangdut dengan gaya ngebor, ngecor, patah-patah, bergetar dan entah gaya apalagi. Pokoknya malam itu aku mengeluarkan semua jurus yang kumiliki dan khusus kupersembahkan kepada ayahku sendiri!<br />
<br />
"Ouugghh.. Renii.., luar biasa!" jerit ayah merasakan hebatnya permainanku.<br />
<br />
Pinggulku mengaduk-aduk lincah, mengulek liar tanpa henti. Tangan ayah mencengkeram kedua buah dadaku, diremas dan dipilin-pilin. Ia lalu bangkit setengah duduk. Wajahnya dibenamkan ke atas dadaku. Menciumi putting susuku. Menghisapnya kuat-kuat sambil meremas-remas. Kami berdua saling berlomba memberi kepuasan. Kami tidak lagi merasakan panasnya udara meski kamarku menggunakan AC. Tubuh kami bersimbah peluh, membuat tubuh kami jadi lengket satu sama lain. Aku berkutat mengaduk-aduk pinggulku. Ayah menggoyangkan pantatnya. Kurasakan tusukan kontolnya semakin cepat seiring dengan liukan pinggulku yang tak kalah cepatnya. Permainan kami semakin meningkat dahsyat.<br />
<br />
Sprei ranjangku sudah tak karuan bentuknya, selimut dan bantal serta guling terlempar berserakan di lantai akibat pergulatan kami yang bertambah liar dan tak terkendali. Kurasakan ayah mulai memperlihatkan tanda-tanda. Aku semakin bersemangat memacu pinggulku untuk bergoyang. Mungkin goyangan pinggulku akan membuat iri para penyanyi dangdut saat ini.<br />
<br />
Tak selang beberapa detik kemudian, akupun merasakan desakan yang sama. Aku tak ingin terkalahkan kali ini. Kuingin ia pun merasakannya. Tekadku semakin kuat. Aku terus memacu sambil menjerit-jerit histeris. Aku sudah tak perduli suaraku akan terdengar kemana-mana. Kali ini aku harus menang! Upayaku ternyata tidak percuma. Kurasakan tubuh ayah mulai mengejang-ngejang. Ia mengerang panjang. Menggeram seperti harimau terluka. Aku pun merintih persis kuda betina binal yang sedang birahi.<br />
<br />
"Eerrgghh.. oouugghh..!" ayah berteriak panjang, tubuhnya menghentak-hentak liar.<br />
<br />
Tubuhku terbawa goncangannya. Aku memeluknya erat-erat agar jangan sampai terpental oleh goncangannya. Mendadak aku merasakan semburan dahsyat menyirami seluruh relung vaginaku. Semprotannya begitu kuat dan banyak membanjiri liangku. Akupun rasanya tidak kuat lagi menahan desakan dalam diriku. Sambil mendesakan pinggulku kuat-kuat, aku berteriak panjang saat mencapai puncak kenikmatan berbarengan dengan ayahku.<br />
<br />
Tubuh kami bergulingan di atas ranjang sambil berpelukan erat. Saking dahsyatnya, tubuh kami terjatuh dari ranjang. Untunglah ranjang itu tidak terlalu tinggi dan permukaan lantainya tertutup permadani tebal yang empuk sehingga kami tidak sampai terkilir atau terluka.<br />
<br />
"Oohh.. ayaahh.., nikmaatthh!" jeritku tak tertahankan.<br />
<br />
Tulang-tulangku serasa lolos dari persendiannya. Tubuhku lunglai, lemas tak bertenaga terkuras habis dalam pergulatan yang ternyata memakan waktu lebih dari 1 jam! Gila! Jeritku dalam hati. Belum pernah rasanya aku bercinta sampai sedemikian lamanya.<br />
<br />
Aku hanya bisa memeluknya menikmati sisa-sisa kepuasan. Perasaanku tiba-tiba terusik. Sepertinya aku mendengar sesuatu dari luar pintu kamar, tetapi aku terlalu lelah untuk memperhatikannya dan akhirnya tertidur dalam pelukan ayahku, melupakan semua konsekuensi dari peristiwa di malam ini di kemudian hari.</span></span>Private Securityhttp://www.blogger.com/profile/10275932906534986125noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4303797405610259907.post-47462225886115028782011-03-08T00:43:00.001-08:002011-03-08T00:43:34.887-08:00Diperkosa Ayah Mertua<span class="Apple-style-span" style="border-collapse: separate; color: black; font-family: 'Times New Roman'; font-size: small; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; letter-spacing: normal; line-height: normal; orphans: 2; text-indent: 0px; text-transform: none; white-space: normal; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span class="Apple-style-span" style="color: #333333; font-family: Verdana,Arial,Tahoma,Calibri,Geneva,sans-serif; font-size: 13px;">Namaku Novianti. Usiaku telah menginjak kepala tiga. Sudah menikah setahun lebih dan baru mempunyai seorang bayi laki-laki. Suamiku berusia hanya lebih tua satu tahun dariku. Kehidupan kami dapat dikatakan sangat bahagia. Memang kami berdua kawin dalam umur agak terlambat sudah diatas 30 tahun.<br />
Selewat 40 hari dari melahirkan, suamiku masih takut untuk berhubungan seks. Mungkin dia masih teringat pada waktu aku menjerit-jerit pada saat melahirkan, memang dia juga turut masuk ke ruang persalinan mendampingi saya waktu melahirkan. Di samping itu aku memang juga sibuk benar dengan si kecil, baik siang maupun malam hari. Si kecil sering bangun malam-malam, nangis dan aku harus menyusuinya sampai dia tidur kembali.<br />
Sementara suamiku semakin sibuk saja di kantor, maklum dia bekerja di sebuah kantor Bank Pemerintah di bagian Teknologi, jadi pulangnya sering terlambat. Keadaan ini berlangsung dari hari ke hari, hingga suatu saat terjadi hal baru yang mewarnai kehidupan kami, khususnya kehidupan pribadiku sendiri.<br />
Ketika itu kami mendapat kabar bahwa ayah mertuaku yang berada di Amerika bermaksud datang ke tempat kami. Memang selama ini kedua mertuaku tinggal di Amerika bersama dengan anak perempuan mereka yang menikah dengan orang sana. Dia datang kali ini ke Indonesia sendiri untuk menyelesaikan sesuatu urusan. Ibu mertua nggak bisa ikut karena katanya kakinya sakit.<br />
Ketika sampai waktu kedatangannya, kami menjemput di airport, suamiku langsung mencari-cari ayahnya. Suamiku langsung berteriak gembira ketika menemukan sosok seorang pria yang tengah duduk sendiri di ruang tunggu. Orang itu langsung berdiri dan menghampiri kami. Ia lalu berpelukan dengan suamiku. Saling melepas rindu. Aku memperhatikan mereka.<br />
Ayah mertuaku masih nampak muda diumurnya menjelang akhir 50-an, meski kulihat ada beberapa helai uban di rambutnya. Tubuhnya yang tinggi besar, dengan kulit gelap masih tegap dan berotot. Kelihatannya ia tidak pernah meninggalkan kebiasaannya berolah raga sejak dulu. Beliau berasal dari belahan Indonesia Timur dan sebelum pensiun ayah mertua adalah seorang perwira angkatan darat.<br />
"Hei nak Novi. Apa khabar...!", sapa ayah mertua padaku ketika selesai berpelukan dengan suamiku.<br />
"Ayah, apa kabar? Sehat-sehat saja kan? Bagaimana keadaan Ibu di Amerika..?" balasku.<br />
"Oh...Ibu baik-baik saja. Beliau nggak bisa ikut, karena kakinya agak sakit, mungkin keseleo...."<br />
"Ayo kita ke rumah", kata suamiku kemudian.<br />
Sejak adanya ayah di rumah, ada perubahan yang cukup berarti dalam kehidupan kami. Sekarang suasana di rumah lebih hangat, penuh canda dan gelak tawa. Ayah mertuaku orangnya memang pandai membawa diri, pandai mengambil hati orang. Dengan adanya ayah mertua, suamiku jadi lebih betah di rumah. Ngobrol bersama, jalan-jalan bersama.<br />
Akan tetapi pada hari-hari tertentu, tetap saja pekerjaan kantornya menyita waktunya sampai malam, sehingga dia baru sampai kerumah di atas jam 10 malam. Hal ini biasanya pada hari-hari Senin setiap minggu. Sampai terjadilah peristiwa ini pada hari Senin ketiga sejak kedatangan ayah mertua dari Amerika.<br />
Sore itu aku habis senam seperti biasanya. Memang sejak sebulan setelah melahirkan, aku mulai giat lagi bersenam kembali, karena memang sebelum hamil aku termasuk salah seorang yang amat giat melakukan senam dan itu biasanya kulakukan pada sore hari. Setelah merasa cukup kuat lagi, sekarang aku mulai bersenam lagi, disamping untuk melemaskan tubuh, juga kuharapkan tubuhku bisa cepat kembali ke bentuk semula yang langsing, karena memang postur tubuhku termasuk tinggi kurus akan tetapi padat.<br />
Setelah mandi aku langsung makan dan kemudian meneteki si kecil di kamar. Mungkin karena badan terasa penat dan pegal sehabis senam, aku jadi mengantuk dan setelah si kecil kenyang dan tidur, aku menidurkan si kecil di box tempat tidurnya. Kemudian aku berbaring di tempat tidur. Saking sudah sangat mengantuk, tanpa terasa aku langsung tertidur. Bahkan aku pun lupa mengunci pintu kamar.<br />
Setengah bermimpi, aku merasakan tubuhku begitu nyaman. Rasa penat dan pegal-pegal tadi seperti berangsur hilang... Bahkan aku merasakan tubuhku bereaksi aneh. Rasa nyaman sedikit demi sedikit berubah menjadi sesuatu yang membuatku melayang-layang. Aku seperti dibuai oleh hembusan angin semilir yang menerpa bagian-bagian peka di tubuhku.<br />
Tanpa sadar aku menggeliat merasakan semua ini sambil melenguh perlahan. Dalam tidurku, aku bermimpi suamiku sedang membelai-belai tubuhku dan kerena memang telah cukup lama kami tidak berhubungan badan, sejak kandunganku berumur 8 bulan, yang berarti sudah hampir 3 bulan lamanya, maka terasa suamiku sangat agresif menjelajahi bagian-bagian sensitif dari sudut tubuhku.<br />
Tiba-tiba aku sadar dari tidurku... tapi kayaknya mimpiku masih terus berlanjut. Malah belaian, sentuhan serta remasan suamiku ke tubuhku makin terasa nyata. Kemudian aku mengira ini perbuatan suamiku yang telah kembali dari kantor. Ketika aku membuka mataku, terlihat cahaya terang masih memancar masuk dari lobang angin dikamarku, yang berarti hari masih sore. Lagian ini kan hari Senin, seharusnya dia baru pulang agak malam, jadi siapa ini yang sedang mencumbuku...<br />
Aku segera terbangun dan membuka mataku lebar-lebar. Hampir saja aku menjerit sekuat tenaga begitu melihat orang yang sedang menggeluti tubuhku. Ternyata... dia adalah mertuaku sendiri. Melihat aku terbangun, mertuaku sambil tersenyum, terus saja melanjutkan kegiatannya menciumi betisku. Sementara dasterku sudah terangkat tinggi-tinggi hingga memperlihatkan seluruh pahaku yang putih mulus.<br />
"Yah...!! Stop....jangan.... Yaaahhhh...!!?" jeritku dengan suara tertahan karena takut terdengar oleh Si Inah pembantuku.<br />
"Nov, maafkan Bapak.... Kamu jangan marah seperti itu dong, sayang....!!" Ia malah berkata seperti itu, bukannya malu didamprat olehku.<br />
"Ayah nggak boleh begitu, cepat keluar, saya mohon....!!", pintaku menghiba, karena kulihat tatapan mata mertuaku demikian liar sambil tangannya tak berhenti menggerayang ke sekujur tubuhku. Aku mencoba menggeliat bangun dan buru-buru menurunkan daster untuk menutupi pahaku dan beringsut-ingsut menjauhinya dan mepet ke ujung ranjang. Akan tetapi mertuaku makin mendesak maju menghampiriku dan duduk persis di sampingku. Tubuhnya mepet kepadaku. Aku semakin ketakutan.<br />
"Nov... Kamu nggak kasihan melihat Bapak seperti ini? Ayolah, Bapak kan sudah lama merindukan untuk bisa menikmati badan Novi yang langsing padat ini....!!!!", desaknya.<br />
"Jangan berbicara begitu. Ingat Yah... aku kan menantumu.... istri Toni anakmu?", jawabku mencoba menyadarinya.<br />
"Jangan menyebut-nyebut si Toni saat ini, Bapak tahu Toni belum lagi menggauli nak Novi, sejak nak Novi habis melahirkan... Benar-benar keterlaluan tu anak....!!, lanjutnya.<br />
Rupanya entah dengan cara bagaimana dia bisa memancing hubungan kita suami istri dari Toni. Ooooh.... benar-benar bodoh si Toni, batinku, nggak tahu kelakuan Bapaknya.<br />
Mertuaku sambil terus mendesakku berkata bahwa ia telah berhubungan dengan banyak wanita lain selain ibu mertua dan dia tak pernah mendapatkan wanita yang mempunyai tubuh yang semenarik seperti tubuhku ini. Aku setengah tak percaya mendengar omongannya. Ia hanya mencoba merayuku dengan rayuan murahan dan menganggap aku akan merasa tersanjung.<br />
Aku mencoba menghindar... tapi sudah tidak ada lagi ruang gerak bagiku di sudut tempat tidur. Ketika kutatap wajahnya, aku melihat mimik mukanya yang nampaknya makin hitam karena telah dipenuhi nafsu birahi. Aku mulai berpikir bagaimana caranya untuk menurunkan hasrat birahi mertuaku yang kelihatan sudah menggebu-gebu. Melihat caranya, aku sadar mertuaku akan berbuat apa pun agar maksudnya kesampaian.<br />
Kemudian terlintas dalam pikiranku untuk mengocok kemaluannya saja, sehingga nafsunya bisa tersalurkan tanpa harus memperkosa aku. Akhirnya dengan hati-hati kutawarkan hal itu kepadanya.<br />
"Yahh... biar Novi mengocok Ayah saja ya... karena Novi nggak mau ayah menyetubuhi Novi... Gimana...?"<br />
Mertuaku diam dan tampak berpikir sejenak. Raut mukanya kelihatan sedikit kecewa namun bercampur sedikit lega karena aku masih mau bernegosiasi.<br />
"Baiklah..", kata mertuaku seakan tidak punya pilihan lain karena aku ngotot tak akan memberikan apa yang dimintanya.<br />
Mungkin inilah kesalahanku. Aku terlalu yakin bahwa jalan keluar ini akan meredam keganasannya. Kupikir biasanya lelaki kalau sudah tersalurkan pasti akan surut nafsunya untuk kemudian tertidur. Aku lalu menarik celana pendeknya.<br />
Ugh! Sialan, ternyata dia sudah tidak memakai celana dalam lagi. Begitu celananya kutarik, batangnya langsung melonjak berdiri seperti ada pernya. Aku sangat kaget dan terkesima melihat batang kemaluan mertuaku itu....<br />
Oooohhhh...... benar-benar panjang dan besar. Jauh lebih besar daripada punya Toni suamiku. Mana hitam lagi, dengan kepalanya yang mengkilap bulat besar sangat tegang berdiri dengan gagah perkasa, padahal usianya sudah tidak muda lagi.<br />
Tanganku bergerak canggung. Bagaimananpun baru kali ini aku memegang kontol orang selain milik suamiku, mana sangat besar lagi sehingga hampir tak bisa muat dalam tanganku. Perlahan-lahan tanganku menggenggam batangnya. Kudengar lenguhan nikmat keluar dari mulutnya seraya menyebut namaku.<br />
"Ooooohhh.....sssshhhh.....Noviii...eee..eeenaaak. .. betulll..!!!" Aku mendongak melirik kepadanya. Nampak wajah mertuaku meringis menahan remasan lembut tanganku pada batangnya.<br />
Aku mulai bergerak turun naik menyusuri batangnya yang besar panjang dan teramat keras itu. Sekali-sekali ujung telunjukku mengusap moncongnya yang sudah licin oleh cairan yang meleleh dari liangnya. Kudengar mertuaku kembali melenguh merasakan ngilu akibat usapanku. Aku tahu dia sudah sangat bernafsu sekali dan mungkin dalam beberapa kali kocokan ia akan menyemburkan air maninya. Sebentar lagi tentu akan segera selesai sudah, pikirku mulai tenang.<br />
Dua menit, tiga... sampai lima menit berikutnya mertuaku masih bertahan meski kocokanku sudah semakin cepat. Kurasakan tangan mertuaku menggerayangi ke arah dadaku. Aku kembali mengingatkan agar jangan berbuat macam-macam.<br />
"Nggak apa-apa .....biar cepet keluar..", kata mertuaku memberi alasan.<br />
Aku tidak mengiyakan dan juga tidak menepisnya karena kupikir ada benarnya juga. Biar cepat selesai, kataku dalam hati. Mertuaku tersenyum melihatku tidak melarangnya lagi. Ia dengan lembut dan hati-hati mulai meremas-remas kedua payudara di balik dasterku. Aku memang tidak mengenakan kutang kerena habis menyusui si kecil tadi. Jadi remasan tangan mertua langsung terasa karena kain daster itu sangat tipis.<br />
Sebagai wanita normal, aku merasakan kenikmatan juga atas remasan ini. Apalagi tanganku masih menggenggam batangnya dengan erat, setidaknya aku mulai terpengaruh oleh keadaan ini. Meski dalam hati aku sudah bertekad untuk menahan diri dan melakukan semua ini demi kebaikan diriku juga. Karena tentunya setelah ini selesai dia tidak akan berbuat lebih jauh lagi padaku.<br />
"Novi sayang.., buka ya? Sedikit aja..", pinta mertuaku kemudian.<br />
"Jangan Yah. Tadi kan sudah janji nggak akan macam-macam..", ujarku mengingatkan.<br />
"Sedikit aja. Ya?" desaknya lagi seraya menggeser tali daster dari pundakku sehingga bagian atas tubuhku terbuka. Aku jadi gamang dan serba salah. Sementara bagian dada hingga ke pinggang sudah telanjang. Nafas mertuaku semakin memburu kencang melihatku setengah telanjang.<br />
"Oh.., Novii kamu benar-benar cantik sekali....!!!", pujinya sambil memilin-milin dengan hati-hati puting susuku, yang mulai basah dengan air susu. Aku terperangah. Situasi sudah mulai mengarah pada hal yang tidak kuinginkan.<br />
Aku harus bertindak cepat. Tanpa pikir panjang, langsung kumasukkan batang kemaluan mertuaku ke dalam mulutku dan mengulumnya sebisa mungkin agar ia cepat-cepat selesai dan tidak berlanjut lebih jauh lagi. Aku sudah tidak mempedulikan perbuatan mertuaku pada tubuhku. Aku biarkan tangannya dengan leluasa menggerayang ke sekujur tubuhku, bahkan ketika kurasakan tangannya mulai mengelus-elus bagian kemaluanku pun aku tak berusaha mencegahnya. Aku lebih berkonsentrasi untuk segera menyelesaikan semua ini secepatnya. Jilatan dan kulumanku pada batang kontolnya semakin mengganas sampai-sampai mertuaku terengah-engah merasakan kelihaian permainan mulutku.<br />
Aku tambah bersemangat dan semakin yakin dengan kemampuanku untuk membuatnya segera selesai. Keyakinanku ini ternyata berakibat fatal bagiku. Sudah hampir setengah jam, aku belum melihat tanda-tanda apapun dari mertuaku. Aku jadi penasaran, sekaligus merasa tertantang. Suamiku pun yang sudah terbiasa denganku, bila sudah kukeluarkan kemampuan seperti ini pasti takkan bertahan lama. Tapi kenapa dengan mertuaku ini? Apa ia memakai obat kuat?<br />
Saking penasarannya, aku jadi kurang memperhatikan perbuatan mertuaku padaku. Entah sejak kapan daster tidurku sudah terlepas dari tubuhku. Aku baru sadar ketika mertuaku berusaha menarik celana dalamku dan itu pun terlambat!<br />
Begitu menengok ke bawah, celana itu baru saja terlepas dari ujung kakiku. Aku sudah telanjang bulat! Ya ampun, kenapa kubiarkan semua ini terjadi. Aku menyesal kenapa memulainya. Ternyata kejadiannya tidak seperti yang kurencanakan. Aku terlalu sombong dengan keyakinanku. Kini semuanya sudah terlambat. Berantakan semuanya! Pekikku dalam hati penuh penyesalan. Situasi semakin tak terkendali. Lagi-lagi aku kecolongan.<br />
Mertuaku dengan lihainya dan tanpa kusadari sudah membalikkan tubuhku hingga berlawanan dengan posisi tubuhnya. Kepalaku berada di bawahnya sementara kepalanya berada di bawahku. Kami sudah berada dalam posisi enam sembilan! Tak lama kemudian kurasakan sentuhan lembut di seputar selangkanganku. Tubuhku langsung bereaksi dan tanpa sadar aku menjerit lirih.<br />
Suka tidak suka, mau tidak mau, kurasakan kenikmatan cumbuan mertuaku di sekitar itu. Akh luar biasa! Aku menjerit dalam hati sambil menyesali diri. Aku marah pada diriku sendiri, terutama pada tubuhku sendiri yang sudah tidak mau mengikuti perintah pikiran sehatku.<br />
Tubuhku meliuk-liuk mengikuti irama permainan lidah mertuaku. Kedua pahaku mengempit kepalanya seolah ingin membenamkan wajah itu ke dalam selangkanganku. Kuakui ia memang pandai membuat birahiku memuncak. Kini aku sudah lupa dengan siasat semula. Aku sudah terbawa arus. Aku malah ingin mengimbangi permainannya. Mulutku bermain dengan lincah. Batangnya kukempit dengan buah dadaku yang membusung penuh dan kenyal. Maklum, masih menyusui.<br />
Sementara kontol itu bergerak di antara buah dadaku, mulutku tak pernah lepas mengulumnya. Tanpa kusadari kami saling mencumbu bagian vital masing-masing selama lima belas menit. Aku semakin yakin kalau mertuaku memakai obat kuat. Ia sama sekali belum memperlihatkan tanda-tanda akan keluar, sementara aku sudah mulai merasakan desiran-desiran kuat bergerak cepat ke arah pusat kewanitaanku. Jilatan dan hisapan mulut mertuaku benar-benar membuatku tak berdaya.<br />
Aku semakin tak terkendali. Pinggulku meliuk-liuk liar. Tubuhku mengejang, seluruh aliran darah serasa terhenti dan aku tak kuasa untuk menahan desakan kuat gelombang lahar panas yang mengalir begitu cepat.<br />
"Oooohhhhh.......aaaa....aaaaa......aaauugghhhhhhh hh..!!!!!" aku menjerit lirih begitu aliran itu mendobrak pertahananku. Kurasakan cairan kewanitaanku menyembur tak tertahankan. Tubuhku menggelepar seperti ikan terlempar ke darat merasakan kenikmatan ini. Aku terkulai lemas sementara batang kontol mertuaku masih berada dalam genggamanku dan masih mengacung dengan gagahnya, bahkan terasa makin kencang saja.<br />
Aku mengeluh karena tak punya pilihan lain. Sudah kepalang basah. Aku sudah tidak mempunyai cukup tenaga lagi untuk mempertahankan kehormatanku, aku hanya tergolek lemah tak berdaya saat mertuaku mulai menindih tubuhku. Dengan lembut ia mengusap wajahku dan berkata betapa cantiknya aku sekarang ini.<br />
"Noviii.....kau sungguh cantik. Tubuhmu indah dan langsing tapi padat berisi.., mmpphh..!!!", katanya sambil menciumi bibirku, mencoba membuka bibirku dengan lidahnya.<br />
Aku seakan terpesona oleh pujiannya. Cumbu rayunya begitu menggairahkanku. Aku diperlakukan bagai sebuah porselen yang mudah pecah. Begitu lembut dan hati-hati. Hatiku entah mengapa semakin melambung tinggi mendengar semua kekagumannya terhadap tubuhku.<br />
Wajahku yang cantik, tubuhku yang indah dan berisi. Payudaraku yang membusung penuh dan menggantung indah di dada. Permukaan agak menggembung, pinggul yang membulat padat berisi menyambung dengan buah pantatku yang `bahenol’. Diwajah mertuaku kulihat memperlihatkan ekspresi kekaguman yang tak terhingga saat matanya menatap nanar ke arah lembah bukit di sekitar selangkanganku yang baru numbuh bulu-bulu hitam pendek, dengan warna kultiku yang putih mulus.<br />
Kurasakan tangannya mengelus paha bagian dalam. Aku mendesis dan tanpa sadar membuka kedua kakiku yang tadinya merapat.<br />
Mertuaku menempatkan diri di antara kedua kakiku yang terbuka lebar. Kurasakan kepala kontolnya yang besar ditempelkan pada bibir kemaluanku. Digesek-gesek, mulai dari atas sampai ke bawah. Naik turun. Aku merasa ngilu bercampur geli dan nikmat. Cairan yang masih tersisa di sekitar itu membuat gesekannya semakin lancar karena licin.<br />
Aku terengah-engah merasakannya. Kelihatannya ia sengaja melakukan itu. Apalagi saat moncong kontolnya itu menggesek-gesek kelentitku yang sudah menegang. Mertuaku menatap tajam melihat reaksiku. Aku balas menatap seolah memintanya untuk segera memasuki diriku secepatnya.<br />
Ia tahu persis apa yang kurasakan saat itu. Namun kelihatannya ia ingin melihatku menderita oleh siksaan nafsuku sendiri. Kuakui memang aku sudah tak tahan untuk segera menikmati batang kontolnya dalam memekku. Aku ingin segera membuatnya `KO’. Terus terang aku sangat penasaran dengan keperkasaannya. Kuingin buktikan bahwa aku bisa membuatnya cepat-cepat mencapai puncak kenikmatan.<br />
"Yah..?" panggilku menghiba.<br />
"Apa sayang...", jawabnya seraya tersenyum melihatku tersiksa.<br />
"Cepetan..yaaahhhhh.......!!!"<br />
"Sabar sayang. Kamu ingin Bapak berbuat apa.......?" tanyanya pura-pura tak mengerti.<br />
Aku tak menjawab. Tentu saja aku malu mengatakannya secara terbuka apa keinginanku saat itu. Namun mertuaku sepertinya ingin mendengarnya langsung dari bibirku. Ia sengaja mengulur-ulur dengan hanya menggesek-gesekan kontolnya. Sementara aku benar-benar sudah tak tahan lagi mengekang birahiku.<br />
"Novii....iiii... iiiingiiinnnn aaa...aaayahhhh....se....se.. seeegeeeraaaa ma... masukin..!!!", kataku terbata-bata dengan terpaksa.<br />
Aku sebenarnya sangat malu mengatakan ini. Aku yang tadi begitu ngotot tidak akan memberikan tubuhku padanya, kini malah meminta-minta. Perempuan macam apa aku ini!?<br />
"Apanya yang dimasukin.......!!", tanyanya lagi seperti mengejek.<br />
"Aaaaaaggggkkkkkhhhhh.....ya...yaaaahhhh. Ja.....ja....Jaaangan siksa Noviiii..!!!"<br />
"Bapak tidak bermaksud menyiksa kamu sayang......!!"<br />
"Oooooohhhhhh.., Yaaaahhhh... Noviii ingin dimasukin kontol ayah ke dalam memek Novi...... uugghhhh..!!!"<br />
Aku kali ini sudah tak malu-malu lagi mengatakannya dengan vulgar saking tak tahannya menanggung gelombang birahi yang menggebu-gebu. Aku merasa seperti wanita jalang yang haus seks. Aku hampir tak percaya mendengar ucapan itu keluar dari bibirku sendiri. Tapi apa mau dikata, memang aku sangat menginginkannya segera.<br />
"Baiklah sayang. Tapi pelan-pelan ya", kata mertuaku dengan penuh kemenangan telah berhasil menaklukan diriku.<br />
"Uugghh..", aku melenguh merasakan desakan batang kontolnya yang besar itu. Aku menunggu cukup lama gerakan kontol mertuaku memasuki diriku. Serasa tak sampai-sampai. Selain besar, kontol mertuaku sangat panjang juga. Aku sampai menahan nafas saat batangnya terasa mentok di dalam. Rasanya sampai ke ulu hati. Aku baru bernafas lega ketika seluruh batangnya amblas di dalam.<br />
Mertuaku mulai menggerakkan pinggulnya perlahan-lahan. Satu, dua dan tiga tusukan mulai berjalan lancar. Semakin membanjirnya cairan dalam liang memekku membuat kontol mertuaku keluar masuk dengan lancarnya. Aku mengimbangi dengan gerakan pinggulku. Meliuk perlahan. Naik turun mengikuti irama tusukannya.<br />
Gerakan kami semakin lama semakin meningkat cepat dan bertambah liar. Gerakanku sudah tidak beraturan karena yang penting bagiku tusukan itu mencapai bagian-bagian peka di dalam relung kewanitaanku. Dia tahu persis apa yang kuinginkan.<br />
Ia bisa mengarahkan batangnya dengan tepat ke sasaran. Aku bagaikan berada di awang-awang merasakan kenikmatan yang luar biasa ini. Batang mertuaku menjejal penuh seluruh isi liangku, tak ada sedikitpun ruang yang tersisa hingga gesekan batang itu sangat terasa di seluruh dinding vaginaku.<br />
"Aduuhh.. auuffhh.., nngghh..!!!", aku merintih, melenguh dan mengerang merasakan semua kenikmatan ini.<br />
Kembali aku mengakui keperkasaan dan kelihaian mertuaku di atas ranjang. Ia begitu hebat, jantan dan entah apalagi sebutan yang pantas kuberikan padanya. Toni suamiku tidak ada apa-apanya dibandingkan ayahnya yang bejat ini. Yang pasti aku merasakan kepuasan tak terhingga bercinta dengannya meski kusadari perbuatan ini sangat terlarang dan akan mengakibatkan permasalahan besar nantinya. Tetapi saat itu aku sudah tak perduli dan takkan menyesali kenikmatan yang kualami.<br />
Mertuaku bergerak semakin cepat. Kontolnya bertubi-tubi menusuk daerah-daerah sensitive. Aku meregang tak kuasa menahan desiran-desiran yang mulai berdatangan seperti gelombang mendobrak pertahananku. Sementara mertuaku dengan gagahnya masih mengayunkan pinggulnya naik turun, ke kiri dan ke kanan. Eranganku semakin keras terdengar seiring dengan gelombang dahsyat yang semakin mendekati puncaknya.<br />
Melihat reaksiku, mertuaku mempercepat gerakannya. Batang kontolnya yang besar dan panjang itu keluar masuk dengan cepatnya seakan tak memperdulikan liangku yang sempit itu akan terkoyak akibatnya. Kulihat tubuh mertuaku sudah basah bermandikan keringat. Aku pun demikian. Tubuhku yang berkeringat nampak mengkilat terkena sinar lampu kamar.<br />
Aku mencoba meraih tubuh mertuaku untuk mendekapnya. Dan disaat-saat kritis, aku berhasil memeluknya dengan erat. Kurengkuh seluruh tubuhnya sehingga menindih tubuhku dengan erat. Kurasakan tonjolan otot-ototnya yang masih keras dan pejal di sekujur tubuhku. Kubenamkan wajahku di samping bahunya. Pinggul kuangkat tinggi-tinggi sementara kedua tanganku menggapai buah pantatnya dan menarik kuat-kuat.<br />
Kurasakan semburan demi semburan memancar kencang dari dalam diriku. Aku meregang seperti ayam yang baru dipotong. Tubuhku mengejang-ngejang di atas puncak kenikmatan yang kualami untuk kedua kalinya saat itu.<br />
"Yaaaah.., ooooohhhhhhh.., Yaaaahhhhh..eeee...eeennnaaaakkkkkkkk...!!!"<br />
Hanya itu yang bisa keluar dari mulutku saking dahsyatnya kenikmatan yang kualami bersamanya.<br />
"Sayang nikmatilah semua ini. Bapak ingin kamu dapat merasakan kepuasan yang sesungguhnya belum pernah kamu alami....", bisik ayah dengan mesranya.<br />
"Bapak sayang padamu, Bapak cinta padamu.... Bapak ingin melampiaskan kerinduan yang menyesak selama ini..", lanjutnya tak henti-henti membisikan untaian kata-kata indah yang terdengar begitu romantis.<br />
Aku mendengarnya dengan perasaan tak menentu. Kenapa ini datangnya dari lelaki yang bukan semestinya kusayangi. Mengapa kenikmatan ini kualami bersama mertuaku sendiri, bukan dari anaknya yang menjadi suamiku...????. Tanpa terasa air mata menitik jatuh ke pipi. Mertuaku terkejut melihat ini. Ia nampak begitu khawatir melihatku menangis.<br />
"Novi sayang, kenapa menangis?" bisiknya buru-buru.<br />
"Maafkan Bapak kalau telah membuatmu menderita..", lanjutnya seraya memeluk dan mengelus-elus rambutku dengan penuh kasih sayang. Aku semakin sedih merasakan ini. Tetapi ini bukan hanya salahnya. Aku pun berandil besar dalam kesalahan ini. Aku tidak bisa menyalahkannya saja. Aku harus jujur dan adil menyikapinya.<br />
"Bapak tidak salah. Novi yang salah..", kataku kemudian.<br />
"Tidak sayang. Bapak yang salah...", katanya besikeras.<br />
"Kita, Yah. Kita sama-sama salah", kataku sekaligus memintanya untuk tidak memperdebatkan masalah ini lagi.<br />
"Terima kasih sayang", kata mertuaku seraya menciumi wajah dan bibirku.<br />
Kurasakan ciumannya di bibirku berhasil membangkitkan kembali gairahku. Aku masih penasaran dengannya. Sampai saat ini mertuaku belum juga mencapai puncaknya. Aku seperti mempunyai utang yang belum terbayar. Kali ini aku bertekad keras untuk membuatnya mengalami kenikmatan seperti apa yang telah ia berikan kepadaku.<br />
Aku tak sadar kenapa diriku jadi begitu antusias untuk melakukannya dengan sepenuh hati. Biarlah terjadi seperti ini, toh mertuaku tidak akan selamanya berada di sini. Ia harus pulang ke Amerika. Aku berjanji pada diriku sendiri, ini merupakan yang terakhir kalinya.<br />
Timbulnya pikiran ini membuatku semakin bergairah. Apalagi sejak tadi mertuaku terus-terusan menggerakan kontolnya di dalam memekku. Tiba-tiba saja aku jadi beringas. Kudorong tubuh mertuaku hingga terlentang. Aku langsung menindihnya dan menicumi wajah, bibir dan sekujur tubuhnya.<br />
Kembali kuselomoti batang kontolnya yang tegak bagai tiang pancang beton itu. Lidahku menjilat-jilat, mulutku mengemut-emut. Tanganku mengocok-ngocok batangnya.<br />
Kulirik kewajah mertuaku kelihatannya menyukai perubahanku ini. Belum sempat ia akan mengucapkan sesuatu, aku langsung berjongkok dengan kedua kaki bertumpu pada lutut dan masing-masing berada di samping kiri dan kanan tubuh mertuaku. Selangkanganku berada persis di atas batangnya.<br />
"Akh sayang!" pekik mertuaku tertahan ketika batangnya kubimbing memasuki liang memekku. Tubuhku turun perlahan-lahan, menelan habis seluruh batangnya. Selanjutnya aku bergerak seperti sedang menunggang kuda. Tubuhku melonjak-lonjak seperti kuda binal yang sedang birahi.<br />
Aku tak ubahnya seperti pelacur yang sedang memberikan kepuasan kepada hidung belang. Tetapi aku tak perduli. Aku terus berpacu. Pinggulku bergerak turun naik, sambil sekali-sekali meliuk seperti ular. Gerakan pinggulku persis seperti penyanyi dangdut dengan gaya ngebor, ngecor, patah-patah, bergetar dan entah gaya apalagi. Pokoknya malam itu aku mengeluarkan semua jurus yang kumiliki dan khusus kupersembahkan kepada ayah mertuaku sendiri!<br />
"Ooohh... oohhhh... oooouugghh.. Noviiiii.., luar biasa.....!!!" jerit mertuaku merasakan hebatnya permainanku.<br />
Pinggulku mengaduk-aduk lincah, mengulek liar tanpa henti. Tangan mertuaku mencengkeram kedua buah dadaku, diremas dan dipilin-pilin, sehingga air susuku keluar jatuh membasahi dadanya.<br />
Ia lalu bangkit setengah duduk. Wajahnya dibenamkan ke atas dadaku. Menjilat-jilat seluruh permukaan dadaku yang berlumuran air susuku dan akhirnya menciumi putting susuku. Menghisapnya kuat-kuat sambil meremas-remas menyedot air susuku sebanyak-banyaknya.<br />
Kami berdua saling berlomba memberi kepuasan. Kami tidak lagi merasakan dinginnya udara meski kamarku menggunakan AC. Tubuh kami bersimbah peluh, membuat tubuh kami jadi lengket satu sama lain. Aku berkutat mengaduk-aduk pinggulku. Mertuaku menggoyangkan pantatnya. Kurasakan tusukan kontolnya semakin cepat seiring dengan liukan pinggulku yang tak kalah cepatnya. Permain kami semakin meningkat dahsyat.<br />
Sprei ranjangku sudah tak karuan bentuknya, selimut dan bantal serta guling terlempar berserakan di lantai akibat pergulatan kami yang bertambah liar dan tak terkendali. Kurasakan mertuaku mulai memperlihatkan tanda-tanda.<br />
Aku semakin bersemangat memacu pinggulku untuk bergoyang. Mungkin goyangan pinggulku akan membuat iri para penyanyi dangdut saat ini. Tak selang beberapa detik kemudian, aku pun merasakan desakan yang sama. Aku tak ingin terkalahkan kali ini. Kuingin ia pun merasakannya. Tekadku semakin kuat. Aku terus memacu sambil menjerit-jerit histeris. Aku sudah tak perduli suaraku akan terdengar kemana-mana. Kali ini aku harus menang! Upayaku ternyata tidak percuma.<br />
Kurasakan tubuh mertuaku mulai mengejang-ngejang. Ia mengerang panjang. Menggeram seperti harimau terluka. Aku pun merintih persis kuda betina binal yang sedang birahi.<br />
"Eerrgghh.. ooooo....ooooooo.....oooooouugghhhhhh..!!!!" mertuaku berteriak panjang.<br />
Tubuhnya menghentak-hentak liar. Tubuhku terbawa goncangannya. Aku memeluknya erat-erat agar jangan sampai terpental oleh goncangannya. Mendadak aku merasakan semburan dahsyat menyirami seluruh relung vaginaku. Semprotannya begitu kuat dan banyak membanjiri liangku. Akupun rasanya tidak kuat lagi menahan desakan dalam diriku. Sambil mendesakan pinggulku kuat-kuat, aku berteriak panjang saat mencapai puncak kenikmatan berbarengan dengan ayah mertuaku.<br />
Tubuh kami bergulingan di atas ranjang sambil berpelukan erat. Saking dahsyatnya, tubuh kami terjatuh dari ranjang. Untunglah ranjang itu tidak terlalu tinggi dan permukaan lantainya tertutup permadani tebal yang empuk sehingga kami tidak sampai terkilir atau terluka.<br />
"Oooooogggghhhhhhh.. yaahh..,nik....nikkkk nikmaatthh.... yaaahhhh..!!!!" jeritku tak tertahankan.<br />
Tulang-tulangku serasa lolos dari persendiannya. Tubuhku lunglai, lemas tak bertenaga terkuras habis dalam pergulatan yang ternyata memakan waktu lebih dari 2 jam!<br />
Gila! Jeritku dalam hati. Belum pernah rasanya aku bercinta sampai sedemikian lamanya. Aku hanya bisa memeluknya menikmati sisa-sisa kepuasan. Perasaanku tiba-tiba terusik.<br />
Sepertinya aku mendengar sesuatu dari luar pintu kamar, kayaknya si Inah.... Karena mendengar suara ribut-ribut dari kamar, rupanya ia datang untuk mengintip.... tapi aku sudah terlalu lelah untuk memperhatikannya dan akhirnya tertidur dalam pelukan mertuaku, melupakan semua konsekuensi dari peristiwa di sore ini di kemudian hari.....</span></span>Private Securityhttp://www.blogger.com/profile/10275932906534986125noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4303797405610259907.post-87234635862212246102011-03-08T00:42:00.002-08:002011-03-08T00:42:33.055-08:00Diperkosa ayah tiri dan adik tiri<span class="Apple-style-span" style="border-collapse: separate; color: black; font-family: 'Times New Roman'; font-size: small; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; letter-spacing: normal; line-height: normal; orphans: 2; text-indent: 0px; text-transform: none; white-space: normal; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span class="Apple-style-span" style="color: #333333; font-family: Verdana,Arial,Tahoma,Calibri,Geneva,sans-serif; font-size: 13px;">Sudah dua tahun berlalu aku dan ibuku hidup bersama dengan ayah dan adik tiriku, Rio, yang umurnya tiga tahun lebih muda dariku. Kehidupan kami berjalan normal seperti layaknya keluarga bahagia. Aku pun yang saat itu sudah di semester enam kuliahku, diterima bekerja sebagai teller di sebuah bank swasta nasional papan atas. Meskipun aku belum selesai kuliah, namun berkat penampilanku yang menarik dan keramah-tamahanku, aku bisa diterima di situ, sehingga aku pun berhak mengenakan pakaian seragam baju atas berwarna putih agak krem, dengan blazer merah yang sewarna dengan rokku yang ujungnya sedikit di atas lutut.<br />
<br />
Sampai suatu saat, tiba-tiba ibuku terkena serangan jantung. Setelah diopname selama dua hari, ibuku wafat meninggalkan aku. Rasanya seperti langit runtuh menimpaku saat itu. Sejak itu, aku hanya tinggal bertiga dengan ayah tiriku dan Rio.<br />
<br />
Sepeninggal ibuku, sikap Rio dan ayahnya mulai berubah. Mereka berdua beberapa kali mulai bersikap kurang ajar terhadapku, terutama Rio. Bahkan suatu hari saat aku ketiduran di sofa karena kecapaian bekerja di kantor, tanpa kusadari ia memasukkan tangannya ke dalam rok yang kupakai dan meraba paha dan selangkanganku. Ketika aku terjaga dan memarahinya, Rio malah mengancamku. Kemudian ia bahkan melepaskan celana dalamku. Tetapi untung saja, setelah itu ia tidak berbuat lebih jauh. Ia hanya memandangi kewanitaanku yang belum banyak ditumbuhi bulu sambil menelan air liurnya. Lalu ia pergi begitu saja meninggalkanku yang langsung saja merapikan pakaianku kembali. Selain itu, Rio sering kutangkap basah mengintip tubuhku yang bugil sedang mandi melalui lubang angin kamar mandi. Aku masih berlapang dada menerima segala perlakuan itu. Pada saat itu aku baru saja pulang kerja dari kantor. Ah, rasanya hari ini lelah sekali. Tadi di kantor seharian aku sibuk melayani nasabah-nasabah bank tempatku bekerja yang menarik uang secara besar-besaran. Entah karena apa, hari ini bank tempatku bekerja terkena rush. Ingin rasanya aku langsung mandi. Tetapi kulihat pintu kamar mandi tertutup dan sedang ada orang yang mandi di dalamnya. Kubatalkan niatku untuk mandi. Kupikir sambil menunggu kamar mandi kosong, lebih baik aku berbaring dulu melepaskan penat di kamar. Akhirnya setelah melepas sepatu dan menanggalkan blazer yang kukenakan, aku pun langsung membaringkan tubuhku tengkurap di atas kasur di kamar tidurnya. Ah, terasa nikmatnya tidur di kasur yang demikian empuknya. Tak terasa, karena rasa kantuk yang tak tertahankan lagi, aku pun tertidur tanpa sempat berubah posisi.<br />
<br />
Aku tak menyadari ada seseorang membuka pintu kamarku dengan perlahan-lahan, hampir tak menimbulkan suara. Orang itu lalu dengan mengendap-endap menghampiriku yang masih terlelap. Kemudian ia naik ke atas tempat tidur. Tiba-tiba ia menindih tubuhku yang masih tengkurap, sementara tangannya meremas-remas belahan pantatku. Aku seketika itu juga bangun dan meronta-ronta sekuat tenaga. Namun orang itu lebih kuat, ia melepaskan rok yang kukenakan. Kemudian dengan secepat kilat, ia menyelipkan tangannya ke dalam celana dalamku. Dengan ganasnya, ia meremas-remas gumpalan pantatku yang montok. Aku semakin memberontak sewaktu tangan orang itu mulai mempermainkan bibir kewanitaanku dengan ahlinya. Sekali-sekali aku mendelik-delik saat jari telunjuknya dengan sengaja berulang kali menyentil-nyentil klitorisku.<br />
<br />
“Aahh! Jangaann! Aaahh…!” aku berteriak-teriak keras ketika orang itu menyodokkan jari telunjuk dan jari tengahnya sekaligus ke dalam kewanitaanku yang masih sempit itu, setelah celana dalamku ditanggalkannya. Akan tetapi ia mengacuhkanku. Tanpa mempedulikan aku yang terus meronta-ronta sambil menjerit-jerit kesakitan, jari-jarinya terus-menerus merambahi lubang kenikmatanku itu, semakin lama semakin tinggi intensitasnya.<br />
<br />
Aku bersyukur dalam hati waktu orang itu menghentikan perbuatan gilanya. Akan tetapi tampaknya itu tidak bertahan lama. Dengan hentakan kasar, orang itu membalikkan tubuhku sehingga tertelentang menghadapnya. Aku terperanjat sekali mengetahui siapa orang itu sebenarnya.<br />
“Rio… Kamu…” Rio hanya menyeringai buas.<br />
“Eh, Mer. Sekarang elu boleh berteriak-teriak sepuasnya, tidak ada lagi orang yang bakalan menolong elu. Apalagi si nenek tua itu sudah mampus!”<br />
Astaga Rio menyebut ibuku, ibu tirinya sendiri, sebagai nenek tua. Keparat.<br />
<br />
“Rio! Jangan, Rio! Jangan lakukan ini! Gue kan kakak elu sendiri! Jangan!”<br />
“Kakak? Denger, Mer. Gue tidak pernah nganggap elu kakak gue. Siapa suruh elu jadi kakak gue. Yang gue tau cuma papa gue kawin sama nenek tua, mama elu!”<br />
“Rio!”<br />
“Elu kan cewek, Mer. Papa udah ngebiayain elu hidup dan kuliah. Kan tidak ada salahnya gue sebagai anaknya ngewakilin dia untuk meminta imbalan dari elu. Bales budi dong!”<br />
“Iya, Rio. Tapi bukan begini caranya!”<br />
“Heh, yang gue butuhin cuman tubuh molek elu, tidak mau yang lain. Gue tidak mau tau, elu mau kasih apa tidak!”<br />
“Errgh…”<br />
<br />
Aku tidak dapat berbuat apa-apa lagi. Mulut Rio secepat kilat memagut mulutku. Dengan memaksa ia melumat bibirku yang merekah itu, membuatku hampir tidak bisa bernafas. Aku mencoba meronta-ronta melepaskan diri. Tapi cekalan tangan Rio jauh lebih kuat, membuatku tak berdaya. “Akh!” Rio kesakitan sewaktu kugigit lidahnya dengan cukup keras. Tapi, “Plak!” Ia menampar pipiku dengan keras, membuat mataku berkunang-kunang. Kugeleng-gelengkan kepalaku yang terasa seperti berputar-putar.<br />
<br />
Tanpa mau membuang-buang waktu lagi, Rio mengeluarkan beberapa utas tali sepatu dari dalam saku celananya. Kemudian ia membentangkan kedua tanganku, dan mengikatnya masing-masing di ujung kiri dan kanan tempat tidur. Demikian juga kedua kakiku, tak luput diikatnya, sehingga tubuhku menjadi terpentang tak berdaya diikat di keempat arah. Oleh karena kencangnya ikatannya itu, tubuhku tertarik cukup kencang, membuat dadaku tambah tegak membusung. Melihat pemandangan yang indah ini membuat mata Rio tambah menyalang-nyalang bernafsu.<br />
<br />
Tangan Rio mencengkeram kerah blus yang kukenakan. Satu persatu dibukanya kancing penutup blusku. Setelah kancing-kancing blusku terbuka semua, ditariknya blusku itu ke atas. Kemudian dengan sekali sentakan, ditariknya lepas tali pengikat BH-ku, sehingga buah dadaku yang membusung itu terhampar bebas di depannya.<br />
<br />
“Wow! Elu punya toket bagus gini kok tidak bilang-bilang, Mer! Auum!” Rio langsung melahap buah dadaku yang ranum itu. Gelitikan-gelitikan lidahnya pada ujung puting susuku membuatku menggerinjal-gerinjal kegelian. Tapi aku tidak mampu berbuat apa-apa. Semakin keras aku meronta-ronta tampaknya ikatan tanganku semakin kencang. Sakit sekali rasanya tanganku ini. Jadi aku hanya membiarkan buah dada dan puting susuku dilumat Rio sebebas yang ia suka. Aku hanya bisa menengadahkan kepalaku menghadap langit-langit, memikirkan nasibku yang sial ini.<br />
<br />
“Aaarrghh… Rio! Jangaannn..!” Lamunanku buyar ketika terasa sakit di selangkanganku. Ternyata Rio mulai menghujamkan kemaluannya ke dalam kewanitaanku. Tambah lama bertambah cepat, membuat tubuhku tersentak-sentak ke atas. Melihat aku yang sudah tergeletak pasrah, memberikan rangsangan yang lebih hebat lagi pada Rio. Dengan sekuat tenaga ia menambah dorongan kemaluannya masuk-keluar dalam kewanitaanku. Membuatku meronta-ronta tak karuan.<br />
<br />
“Urrgh…” Akhirnya Rio sudah tidak dapat menahan lagi gejolak nafsu di dalam tubuhnya. Kemaluannya menyemprotkan cairan-cairan putih kental di dalam kewanitaanku. Sebagian berceceran di atas sprei sewaktu ia mengeluarkan kemaluannya, bercampur dengan darah yang mengalir dari dalam kewanitaanku, menandakan selaput daraku sudah robek olehnya. Karena kelelahan, tubuh Rio langsung tergolek di samping tubuhku yang bermandikan keringat dengan nafas terengah-engah.<br />
<br />
“Braak!” Aku dan Rio terkejut mendengar pintu kamar terbuka ditendang cukup keras. Lega hatiku melihat siapa yang melakukannya.<br />
“Papa!”<br />
“Rio! Apa-apa sih kamu ini?! Cepat kamu bebaskan Merry!”<br />
Ah, akhirnya neraka jahanam ini berakhir juga, pikirku. Rio mematuhi perintah ayahnya. Segera dibukanya seluruh ikatan di tangan dan kakiku. Aku bangkit dan segera berlari menghambur ke arah ayah tiriku.<br />
“Sudahlah, Mer. Maafin Rio ya. Itu kan sudah terjadi”, kata ayah tiriku menenangkan aku yang terus menangis dalam dekapannya.<br />
“Tapi, Pa. Gimana nasib Meriska? Gimana, Pa? Aaahh… Papaa!” tangisanku berubah menjadi jeritan seketika itu juga tatkala ayah tiriku mengangkat tubuhku sedikit ke atas kemudian ia menghujamkan kemaluannya yang sudah dikeluarkannya dari dalam celananya ke dalam kewanitaanku.<br />
<br />
“Aaahh… Papaa… Jangaaan!” Aku meronta-ronta keras. Namun dekapan ayah tiriku yang begitu kencang membuat rontaanku itu tidak berarti apa-apa bagi dirinya. Ayah tiriku semakin ganas menyodok-nyodokkan kemaluannya ke dalam kewanitaanku. Ah! Ayah dan anak sama saja, pikirku, begitu teganya mereka menyetubuhi anak dan kakak tiri mereka sendiri.<br />
<br />
Aku menjerit panjang kesakitan sewaktu Rio yang sudah bangkit dari tempat tidur memasukkan kemaluannya ke dalam lubang anusku. Aku merasakan rasa sakit yang hampir tak tertahankan lagi. Ayah dan kakak tiriku itu sama-sama menghunjam tubuhku yang tak berdaya dari kedua arah, depan dan belakang. Akibat kelelahan bercampur dengan kesakitan yang tak terhingga akhirnya aku tidak merasakan apa-apa lagi, tak sadarkan diri. Aku sudah tidak ingat lagi apakah Rio dan ayahnya masih mengagahiku atau tidak setelah itu.<br />
<br />
Beberapa bulan telah berlalu. Aku merasa mual dan berkali-kali muntah di kamar mandi. Akhirnya aku memeriksakan diriku ke dokter. Ternyata aku dinyatakan positif hamil. Hasil diagnosa dokter ini bagaikan gada raksasa yang menghantam wajahku. Aku mengandung? Kebingungan-kebingungan terus-menerus menyelimuti benakku. Aku tidak tahu secara pasti, siapa ayah dari anak yang sekarang ada di kandunganku ini. Ayah tiriku atau Rio. Hanya mereka berdua yang pernah menyetubuhiku. Aku bingung, apa status anak dalam kandunganku ini. Yang pasti ia adalah anakku. Lalu apakah ia juga sekaligus adikku alias anak ayah tiriku? Ataukah ia juga sekaligus keponakanku sebab ia adalah anak adik tiriku sendiri?</span></span>Private Securityhttp://www.blogger.com/profile/10275932906534986125noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4303797405610259907.post-86893483784726219272011-03-08T00:42:00.000-08:002011-03-08T00:42:11.772-08:00Dari Pemerkosaan Menjadi Skandal Perselingkuhan<span class="Apple-style-span" style="border-collapse: separate; color: black; font-family: 'Times New Roman'; font-size: small; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; letter-spacing: normal; line-height: normal; orphans: 2; text-indent: 0px; text-transform: none; white-space: normal; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span class="Apple-style-span" style="color: #333333; font-family: Verdana,Arial,Tahoma,Calibri,Geneva,sans-serif; font-size: 13px;">Gila, hanya kata itu yang ada dalam benakku saat mengingat kisah pemerkosaan dari para pembantuku yang hingga kini menjadi skandal perselingkuhan. Aku dibuat liar oleh mereka, sungguh ini bukan kehendakku tapi aku sangat menikmatinya. Cerita panas yang sampai kini menjadi rahasia dalam rumah tanggaku.<br />
<br />
Di dalam ruangan itu terlihat sunyi beberapa dari mereka tidak sanggup melihat dua orang suami istri terbujur kaku, sedangkan di sampingnya terdapat anak yang masih berusia 11 tahun yang sedang menangisi ke dua orang tuanya, karena merasa kasihan aku meminta izin suamiku untuk menemuinya, setelah mendapat izin aku lalu menghampiri anak tersebut berharap dapat menenangkan hati anak tersebut,<br />
“Al..” panggilku pelan sambil duduk di sampingnya, “sudah jangan nagis lagi, biarkan kedua orang tuamu beristirahat”<br />
<br />
Anak itu tetap menangis, beberapa detik dia memandangku dan tidak lama kemudian dia langsung memelukku dengan air mata yang bergelinang,<br />
“tante, hiks…hiks… Aldi ga mau sendirian, Aldi mau mama, papa…” dengan penuh rasa kasih sayang aku mengelus punggungnya berharap dapat meringankan bebannya, “tante… bangunin mama,”katanya sambil memukul pundakku, aku semakin tak kuasa mendengar tangisnya, sehingga air matakupun ikut jatuh,<br />
“Aldi, jangan sedih lagi ya? Hhmm… kan masih ada tante sama om,” aku melihat ke belakang ke arah suamiku sambil memberikan kode, suami ku mengangguk bertanda dia setuju dengan usulku, “mulai sekarang Aldi boleh tinggal bersama tante dan om, gi mana?” tawarku sambil memeluk erat kepalahnya,<br />
Sebelum lebih jauh mohon izinkan aku untuk memperkenalkan diri, namaku Lisa usia 25 tahun aku menikah di usia muda karena kedua orang tuaku yang menginginkannya, kehidupan keluargaku sangaatlah baik, baik itu dari segi ekonomi maupun dari segi hubungan intim, tetapi seperti pepata yang mengatakan tidak ada gading yang tak retak, begitu juga dengan hidupku walaupun aku memiliki suami yang sangat mencintaiku tetapi selama 4 tahun kami menikah kami belum juga dikaruniai seorang anak sehingga kehidupan keluarga kami terasa ada yang kurang, tetapi untungnya aku memiki seorang suami yang tidak perna mengeluh karena tidak bisanya aku memberikan anak untuknya untuk membalas budi baik kakakku, aku dan suamiku memutuskan untuk merawat anaknya Aldi karena kami pikir apa salah menganggap Aldi sebagai anak sendiri dari pada aku dan suamiku harus mengangkat anak dari orang lain,<br />
<br />
####<br />
<br />
Sudah satu minggu Aldi tinggal bersama kami, perlahan ia mulai terbiasa dengan kehidupannya yang baru, aku dan suamiku juga meresa sangat senang sekali karena semenjak kehadirannya kehidupan kami menjadi lebih berwarna, suamiku semakin bersemangat saat bekerja dan sedangkan aku kini memiliki kesibukan baru yaitu merawat Aldi,<br />
“Bi…. tolong ambilin tasnya Aldi dong di kamar saya,” kataku memanggil bi Mar<br />
<br />
Hari ini adalah hari pertama Aldi bersekolah sehingga aku sangat bersemangat sekali, setelah semuanya sudah beres aku meminta pak Rojak untuk mengantarkan Aldi ke sekolahnya yang baru, beberapa saat Aldi terseyum ke arahku sebelum dia berangkat ke sekolah. Seperti pada umumnya ibu rumah tangga, aku berencana menyiapkan makanan yang special untuk Aldi sehingga aku memutuskan untuk memasak sesuatu di dapur, tetapi saat aku melangkah ke dapur tiba-tiba kakiku terasa kaku saat melihat kehadiran pak Isa yang sedang melakukan hubungan intim dengan mba Ani, mereka yang tidak menyadari kehadiranku masih asyik dengan permainan mereka,<br />
“Hmm… APA-APAAN INI?” bentakku ke pada mereka, mendengar suaraku mereka terlihat tanpak kaget melihat ke hadiranku, “kalian benar-benar tidak bermoral, memalukan sekali!”<br />
<br />
Mereka tanpak terdiam sambil merapikan kembali pakaian mereka masing-masing, beberapa saat aku melihat penis pak Isa yang terlihat masih sangat tegang, sebenarnya aku sangat terkejut melihat ukuran penis pak Isa yang besar dan berurat, berbeda sekali dengan suamiku,<br />
“maafin kami Bu,” kini Ani membuka mulutnya, sedangkan pak Isa masih terdiam,<br />
“Maaf… kamu benar-benar wanita murahan, kamu tahu kan pak Isa itu sudah punya istri kenapa kamu masih juga menggoda pak Isa, kamu itu cantik kenapa tidak mencari yang sebaya denganmu?” emosiku semakin memuncak saat mengingat bi Mar istri dari pak Isa, “saya tidak menyangka ternyata anda yang sangat saya hormati ternyata tidak lebih dari binatang, betapa teganya anda menghianati istri anda sendiri,” beberapa kali aku menggelengkan kepalahku, sambil menunjuk ke arahnya,<br />
<br />
“maaf Bu ini semua salah saya, jangan salahkan Ani” kata pak Mar yang membela Ani,<br />
“mulai sekarang kalian saya PECAT, dan jangan perna menyentuh ataupun menginjak rumah ini, KELUAR KALIAN SEMUA!!” bentakku<br />
<br />
Mendengar perkataanku Ani terlihat pucat tidak menyangkah kalau kelakuan bisa membuatnya kehilangan pekerjaan, sedangkan pak Isa terlihat tenang-tenang saja malahan pak Isa tanpak terseyum sinis,<br />
“he..he… Ibu yakin dengan keputusan Ibu,” pak Isa tertawa mendengar perkataanku, perlahan pak Isa mendekatiku, “jangan perna main-main dengan saya Bu,” ancamnya dengan sangat sigap pak Isa menangkap kedua tanganku,<br />
“apa-apaan ini lepaskan saya, atau saya akan berteriak,” aku mencoba mengancam balik mereka yang sedang mencoba mengikat kedua tanganku,<br />
“teriak saja Bu, tidak akan ada orang yang mendengar,” timpal Ani sambil membantu pak Isa mengikat kedua tanganku,<br />
Apa yang di katakan Ani ada benarnya juga, tetapi walaupun begitu aku tidak mau menyerah begitu saja dengan susah paya aku berusaha melepaskan diri tapi sayangnya tenagaku kalah besar dari mereka berdua, tanpa bisa berbuat apa-apa aku hanya dapat mengikuti mereka saat membawaku ke dalam kamar pak Isa. Sesampai di kamar aku di tidurkan di atas kasur yang tipis, sedangkan Ani mengambil sebuah Hp dan ternyata Hp itu di gunakan untuk merekamku, sehingga kehawatiranku semakin menjadi-jadi.<br />
“kalian biadab, tidak tau terimakasih ****** kalian!” air mataku tidak dapat kubendung lagi saat jari-jemari pak Isa mulai merabahi pahaku yang putih,<br />
<br />
“ja-jangan, mau apa kalian lepaskan saya ku mohon jangan ganggu saya,” kataku di sela-sela isak tangis,<br />
“siapa suruh ikut campur urusan saya, he…he… maaf bu ternyata hari ini adalah hari keberuntungan saya, dan hari yang sil bagi Ibu,” semakin lama aku merasa tangannya semakin dalam memasuki dasterku,<br />
<br />
“tidak di sangkah impian saya akhirnya terkabul juga,”” sambungnya sambil meremasi paha bagian dalamku,<br />
“makanya Bu jangan suka ikut campur urusan orang,” kini giliran Ani yang menceramahiku,<br />
“ya, saya ngaku salah tolong lepasin saya,” kini aku hanya dapat memohon agar mereka sedikit iba melihatku, tetapi sayangnya apa yang kuharapkan tidak terjadi, pak Isa tanpa semakin buas memainkan diriku<br />
<br />
Aku hanya dapat melihat pasrah saat dasterku terlepas dari tubuhku, kedua payudaraku yang memang sudah tidak tertutupi apa-apa lagi dapat dia nikmati, jari-jarinya yang kasar mulai memainkan selangkanganku,<br />
“sslluupss…sslluuppss… hhmm…. ayo Bu puaskan saya?” pinta pak Isa, sambil mengulum payudaraku beberapa kali lidahnya menyapu putting susuku yang mulai mengeras,<br />
<br />
“ko’ memiawnya basah bu, he…he…” memang harus diakui, tubuhku tidak dapat membohonginya walaupun bibirku berkata tidak,<br />
“wa…wa… Ibukan sudah punya suami ko’ masih juga menggoda laki orang lain, ga malu ya Bu,” Ani melotottiku seolah-olah ingin membalas perkataanku tadi, “dasar wanita munafik, sekarang Ibu tau kan kenapa saya menyukai pak Isa,”bentak Ani kepadaku, sehingga membuat hatiku terasa amat sakit mendengarnya,<br />
“aahhkk… pak, hhmm…. pak sudah jangan di terusin…” kataku dengan kaki yang tidak dapat diam saat jarinya menyelusup kedalam vaginaku yang sudah banjir, perlahan kurasakan jari telunjuknya menyelusuri belahan vaginaku,<br />
“oo… enak ya? he…he…” pa Isa tertawa melihatku yang sudah semakin terangsang, leherku terasa basah saat lidah pak Isa menjilati leherku yang jenjang,<br />
Dengan sangat kasarnya pak Isa menarik celana dalamku, sehingga vaginaku yang tidak di tumbuhi rambut sehelaipun terlihat olehnya, aku memang sangat rajin mencukur rambut vaginaku agar terlihat lebih bersi dan seksi.<br />
<br />
Ani berjongkok di sela-sela kakiku, kamera Hp di arahkan persis di depan vaginaku yang kini sudah tidak ditutupi oleh sehelai kain, tanpa memikirkan perasaanku pak Isa membuka bibir vaginaku sehingga bagian dalam vaginaku dapat di rekam jelas oleh Ani, beberapa kali jari telunjuk pak Isa menggesek clitorisku,<br />
“ohk pak plisss.. jangan…? saya malu…” aku merasa sangat malu sekali di perlakukan seperti itu, baru kali ini aku bertelanjang di depan orang lain bukan suamiku sendiri,<br />
“Ha…ha… malu kenapa Bu? ****** aja tidak malu ga pake baju masa ibu malu si…” katanya yang semakin merendahkan derajatku, setelah puas mempertontonkan vaginaku di depan kamera, pak Isa bertukar posisi dengan Ani untuk memegangi kakiku sedangkan pak Isa berjongkok tepat di bawa vaginaku,<br />
Dengan sangat lembut pak Isa menciumi pahaku kiri dan kanan secara bergantian, semakin lama jilatannya semakin ke atas menyentuh pinggiran vaginaku,<br />
“aahkk… sudah pak, rasanya sangat geli hhmm…” aku berusaha sekuat tenaga mengatupkan kedua kakiku tetapi usahaku sia-sia saja, dengan sangat rakus pak Isa menjilati vaginaku yang berwarna pink, sedangkan Ani tanpa puas melihat ke adaanku yang tak berdaya,<br />
“nikmatin aja Bu, he..he.. saya dulu sama seperti ibu selalu menolak tapi ujung-ujungnya malah ketagihan” kata Ani tanpa melepaskan pegangannya terhadap kakiku,<br />
Semakin lama aku semakin tidak tahan, tiba-tiba aku merasa tubuhku seperti di aliri listrik dengan tegangan yang tinggi, kalau seandainya Ani tidak memegang kakiku dengan sangat erat mungkin saat ini wajah pak Isa sudah menerima tendanganku, mataku terbelalak saat orgasme melandah tubuhku dengan sangat hebat, cairan vaginaku meleleh keluar dari dalam vaginaku, sehingga tubuhku terasa lemas,<br />
“ha…ha… bagaimana Bu, mau yang lebih enak….” pak Isa tertawa puas, aku hanya dapat menggelengkan kepalaku karena aku sudah tidak mampu lagi untuk mengeluarkan suara dari mulutku, perlahan pak Isa berdiri sambil memposisikan penisnya tepat di depan vaginaku,<br />
“aahkk… sakit…” aku memikik saat kepala penisnya menerobos liang vaginaku, “uuhk… hhmm… pelan-pelan pak…” pintaku sambil menarik napas menahan rasa sakit yang amat sangat di vaginaku karena ukuran penis pak Isa jauh lebih besar dari penis suamiku,<br />
“tahan Bu, bentar lagi juga enak ko’ “ kata Ani yang kini melepaskan ikatan di tanganku, setelah ikatanku terlepas Ani kembali merekam adegan panas yang kulakukan,<br />
<br />
Dengan sangat cepat pak Isa menyodok vaginaku sehingga terdengar suara “plokkss….ploskkss…” saat penisnya mentok ke dalam vaginaku yang mungil,<br />
“aahhkk… aahhkk… aaahh… oooo…”semakin cepat sodokannya suaraku semakin lantang terdengar,<br />
“oh yeeaa… enak Bu, hhmm… ternyata memiaw Ibu masih sempit sekali walaupun sudah perna menikah,” katanya memujiku, tetapi mendengar pujiannya aku tidak merasa bangga melainkan aku meresa jijik terhadap diriku sendiri,<br />
Aku merasa vaginaku seperti di masuki benda yang sangat besar yang mencoba mengorek isi dalam vaginaku, rasanya memang sangat sakit sekali tetapi di sisi lain aku merasa sangat menikamati perkosaan rehadap diriku, selama ini aku belum perna merasakan hal seperti ini dari suamiku sendiri,<br />
“ayo sayang, bilang kalau tongkol saya enak…” dengan sangat kasar pak Isa meremasi kedua payudaraku,<br />
“ti-tidak…. ahk… hhmm…” aku di buat merem melek olehnya,<br />
“ha..ha.. kamu mau jujur atau tidak, kalau tidak hhmm… saya akan adukan semua ini kepada suamimu, ha…ha…” katanya mengancamku dengan tawa yang sangat menjijikan,<br />
“ja-jangan pak,” aku memohon ke padanya, karena takut dengan ancamannya akhirnya aku menyerah juga “iya, aahhkk… aku suka…” kataku dengan suara yang hampir tidak terdengar,<br />
“APA… SAYA TIDAAK MENDENGAR?” pak Isa berteriak dengan sangat kencang sehingga gendang telingaku terasa mau pecah mendengar teriakannya,<br />
“IYA PAK, ENAK SEKALI SAYA SUKA SAMA tongkol BAPAK….aahhk…uuhhkk!!” dengan sekuat tenaga aku berusaha tegar dan berharap semuanya cepat berlalu,<br />
Setelah berapa menit kemudian tubuhku kembali merasa tersengat oleh aliran listrik saat aku kembali mengalami orgasme yang ke dua kalinya,<br />
<br />
Dengan sangat kasarnya pak Isa menarik tubuhku sehingga aku berposisi menungging, pantatku yang bulat dan padat menghadap dirinya,<br />
“hhmm… indah sekali pantatmu sayang” katanya sambil meremasi bongkahan pantatku,<br />
“pak, saya mohon cepat lakukan,”<br />
“ha..ha.. kenapa Bu, sudah ga tahan” berkali-kali pantatku menerima pukulan darinya, sebenarnya aku tidak menyangka dengan kata-kataku tadi bisa membuatku semakin renda di mata mereka, sebenarnya aku hanya bermaksud agar semua permainan ini segera berakhir tapi sayangnya pak Isa tidak menginginkan itu,<br />
<br />
“tenang Bu, santai saja dulu?”<br />
Pak Isa sangat pintar memainkan tubuhku, dengan sangat lembut jari kasarnya menyelusuri belahan pantatku dari atas hingga ke bawah belahan vagianaku, gerakan itu di lakukan berkali-kali sehingga pantatku semakin terlihat membusung ke belakang,<br />
“ohhkk… pak, hhhmm….” ku pejamkan mataku saat jarinya mulai menerobos lubang anusku, dengan gerakan yang sangat lembut jarinya keluar masuk dari dalam anusku, “ahhkk….ooo… ssstt…uuuuu… pak” ternyata rintihanku membuat pak Isa semakin mempercepat gerakan jarinya,<br />
pak Isa dengan rakusnya kembali menjilati vaginaku dari belakang sedangkan jari-jarinya masih aktif mengocok anusku. Pada saat aku sangat terangsang tiba-tiba kami mendengar suara ketukan yang kuyakini itu adalah pak Rojak yang baru pulang dari mengantar Aldi,<br />
“Pak Rojak tolongin saya…” kataku berharap ia bisa membantuku untuk lepas dari pelecehan yang ku alami, dengan santainya Ani membukakan pintu tanpa rasa takut kalau pak Rojak mengadukan kejadian ini ke pada suamiku, pak Rojak tanpak kaget saat melihat keadaanku yang sedang di gagahi oleh pak Isa,<br />
<br />
“pak, tolong ku mohon,” kataku memelas,<br />
“Wa…wa…. apa-apaan ini, “ beberapa kali pak Rojak menggelengkan kepalahnya dengan mata yang tak henti-hentinya memandangi tubuh mulusku,<br />
“Udah pak, jangan sok mau jadi pahlawan kalau bapak mau embat aja, dia sudah menjadi budaknya saya,” pak Isa mulai membujuk pak Rojak dan aku hanya bisa berharap pak Rojak tidak memperdulikan tawaran pak Isa,<br />
<br />
“kenapa bengong? sini ikutan!” ajaknya lagi<br />
“jangan pak saya mohon tolongin saya,” aku mengiba ke pada pak Rojak, tetapi pak Isa tidak mau kalah kedua jarinya membuka bibir vaginaku,<br />
“bapak liat ni, memiawnya sudah basa banget… wanita ini munafik” pak Rojak terdiam seperti ada yang sedang di piirkannya,<br />
<br />
“memiawnya masih sempit lo, apa lagi anusnya kayaknya masih perawan,” bujuk pak Isa berharap pak Rojak mau bergabung dengannya untuk menikmati tubuhku,<br />
Akhirnya pak Rojak tidak tahan melihat vaginaku yang becek terpampang di depannya,<br />
<br />
“hhmm… oke lah tapi boolnya buat saya ya, ” tubuhku semakin terasa lemas, kini aku sudah tidak tau harus meminta tolong ke pada siapa lagi, perlahan pak Rojak mendekatiku,<br />
“sekarang Ibu dudukin tongkol saya, cepat…” perintah pa Isa sambil tidur telentang dengan penis yang mengancung ke atas, dengan sangat pelan aku menuduki penis pak Isa,<br />
“eennnggkk…. “ aku menggigit bibir bawahku saat kepala penis pak Isa kembali menembus vaginaku, perlahan penis itu amblas ke dalam vaginaku, dengan sangat erat pak Isa memeluk pinggangku agar tidak dapat bergerak,<br />
Setelah melepas semua pakaian yang ada di tubuhnya, pak Rojak mendekatiku dengan penis berada di depan anusku beberapa kali pak rojak menamparkan penisnya ke pantatku,<br />
“pak sakit… aahhkk… aahkk… ja-jangan pak saya belum pernah” aku berusaha melepaskan diri saat pak Rojak mulai berusaha memasuki anusku, sempat beberapa kali ia gagal meembus anusku yang memang masih perawan,<br />
“ha…ha… ayo dong Pak, masak kalah sama cewek si…” kata pak Isa mmemanas-manasi pak Rojak agar segera membobol anusku, pak rojak yang mendengar perkataan pak Isa menjadi lebih beringas dari sebelumnya,<br />
“AAAAAA….” aku berteriak sekencang-kencangnya saat penis pa Rojak berhasil menerobos anusku, tanpa memberikan aku nafas ia menekan penisnya semakin dalam, “aahkk…. oohhkk… pak, hhmm…” aku merintih ke sakitan saat pak Rojak mulai memaju mundurkan penisnya di dalam anusku,<br />
“gi mana pak? Enak kan?” tanya pak Isa yang kini ikutan memaju mundurkan penisnya di dalam vaginaku,<br />
“eehhkknngg… mantab pak, enak banget he….he… hhmm….” semakin lama kedua pria tersebut semakin mempercepat tempo permainan kami,<br />
Sudah beberapa menit berlalu kedua orang pria ini belum juga menunjukan kalau mereka ingin ejakulasi, sedangkan diriku sedah beberapa kali mengalami orgasme yang hebat sehingga tubuhku terasa terguncang oleh orgasmeku sendiri. Setelah beberapa menit aku mengalami orgasme tiba-tiba pak Isa menunjukan bahwa dia juga ingin mencapai klimaks. Dengan sekuat tenaga pak Isa semakin menenggelamkan penisnya ke dalam vaginaku dalam hitungan beberapa detik kurasakan cairan hangat membasahi rahimku,<br />
“aahkk… enak…. hhmm…” gumamnya saat menyemburkan sperma terakhirnya, setelah puas menodaiku pak Isa melepas penisnya di dalam vaginaku begitu juga dengan pak Rojak yang melepaskan penisnya di dalam anusku,<br />
“buka mulutmu cepetan,” perintah pak Rojak sambil menarik wajahku agar menghadap ke arah penisnya yang terlihat berdeyut-deyut, aku sangat kaget sekali saat pak Rojak memuntahkan spermanya ke arah wajahku, sehingga wajahku ternodai oleh sperma pak Rojak,<br />
Kini aku benar-benar sudah tidak memiliki tenaga sedikitpun, untuk mengangkat tubuhku saja terasa sangat berat sekali, sedangkan mereka tanpa puas memandangku yang sedang berpose mengangkang di depan mereka karena kedua kakiku kembali dipegangi Ani, sperma yang tadi di muntahkan pak Isa terasa mengalir keluar dari dalam vaginaku,<br />
<br />
********<br />
Aku duduk di atas sofa sambil melihat anak angkatku Aldi yang sedang di temani suamiku belajar, wajah mereka terlihat sangat cerah sekali bertanda bahwa mereka sangat bahagia, entah kenapa tiba-tiba di pikiranku terlintas kembali apa yang terjadi tadi pagi yang menimpa diriku, semakin aku berusaha melupakannya rasanya ingatan itu semakin menghantuiku, aku tidak bisa membayangkan kalau sampai suamiku mengetahui kalau aku di perkosa oleh ketiga pembantuku sendiri,<br />
“hhmm… gi mana Aldi sudah negerti belom” kataku sambil mengucek rambutnya yang sedang sibuk menghitung soal yang di berikan suamiku, “ya sudah kalau begitu mama bikinin minuman dulu ya, buat kalian,” kataku yang di sambut dengan teriakan mereka berdua,<br />
Baru satu langkah aku keluar dari kamar tiba-tiba pergelangan tanganku terasa sakit saat pak Rojak menarik tanganku,<br />
“bapak apaan sih!?” bentakku dengan suara yang sangat pelan,<br />
“ssstt… jangan berisik…” kata pak Rojak dengan jari telunjuk di bibirnya, “nanti suami dan anak mu dengar, hhmm… bapak cuman mau ini Bu,” katanya lagi sambil mencubit payudaraku, dengan sigap aku mundur ke belakang,<br />
“jangan main-main pak,” beberapa kali aku memandang pintu kamarku yang tidak tertutup rapat, tetapi pak Rojak tidak kehabisan akal dia balik mengancamku dengan mengatakan akan membongkar semua rahasiaku ke pada suamiku, sehingga nyaliku menjadi ciut,<br />
<br />
“oke, hhmm… kalau begitu bapak ikut saya” kataku dengan suara yang bergetar, karena sudah tidak tahu lagi harus melakukan apa, dia terseyum puas melihatku tak berdaya dengan permintaanya,<br />
“maaf Bu, saya inginnya di sini bukan di tempat lain,” katanya dengan suara yang cukup jelas, setelah berkata seperti itu pak Rojak langsung memelukku dengan erat sehingga aku sulit bernafas, “hhmm… bauh tubuh ibu benar-benar menggoda saya,” perlahanku rasakan lidahnya menjulur ke leherku<br />
“pak ku mohon, jangan di sini” pintaku ke padanya,<br />
<br />
Pak Rojak yang mengerti kekhawatiranku langsung membalik tubuhku menghadap daun pintu kamarku yang sedikit terbuka,<br />
“Ibu bisa bayangkan kalau sampai orang yang sedang di dalam kamar Ibu mengetahui apa yang sedang Ibu lakukan,” ancamnya sambil menarik rambutku sehingga aku harus menutup mulutku dengan telapak tanganku agar suara terikanku tidak terdengar oleh suami dan anakku,<br />
“Pak ku mohon jangan di sini,” aku hanya bisa menurut saja saat pak Rojak menyuruhku untuk menungging dengan tangan yang menyentuh lantai, sedangkan wajahku menghadap ke celah pintu kamarku yang terbuka,<br />
“tahan ya Bu,” katanya sambil menyingkap dasterku, sehingga celana dalamku yang berwarna hitam terpampang di depan matanya, dengan sangat kasar pak Rojak meremas kedua buah pantatku yang padat sehingga aku tak tahan untuk tidak mendesah,<br />
“aahkk.. pak hhmm.. ja-jangan di sini pak,” pak Rojak diam saja tidak mendengar kata-kataku melainkan pak Rojak semakin membuatku terangsang dengan mengelus belahan vaginaku dari belakang,<br />
“kalau kamu tidak mau ketahuan jangan bicara,” bentak pak Rojak sambil memukul pantatku<br />
“ta-tapi pak, oohhkk… aku ga kuat,” kataku dengan suara yang sangat pelan, “ku mohon pak mengertilah,”<br />
Pak Rojak seolah-olah tidak mau tahu, kini dengan rakusnya pak Rojak menjilati vaginaku yang masih tertutup celana dalamku, sehingga aku merasa celana dalamku tampak semakin basah oleh air liurnya. Setelah puas menciumi vaginaku pak Rojak memintaku untuk membuka celana dalamku sendiri masih dengan posisi menungging. Sangat sulit bagiku untuk melepaskan celana dalamku dengan posisi menungging belum lagi aku harus bekonsentrasi agar suaraku tidak keluar dengan keras walaupun pada akhirnya aku berhasil menurunkan celana dalamku sampai ke lutut,<br />
<br />
“hhuuu… mantab….” katanya sambil merabahi vaginaku dari belakang, “kamu mau tahukan gimana rasanya ngent*t di depan suamimu sendiri,” katanya lagi sambil menunjuk ke arah suamiku yang sedang mengajari anaku Aldi,<br />
“pak, ja-jangan…” aku sangat takut sekali kalau suamiku melihat ke arahku, tiba-tiba aku di kejutkan dengan jari telunjuk pak Rojak yang langsung memasuki vaginaku sehingga aku terpekik cukup keras,<br />
“sayang… ada apa?” kata suamiku dari dalam, saat mendengar suaraku.<br />
“aahkk… tidak pa, cuman hhmm.. tadi ada tikus lewat,” jawabku asal-asalan agar suamiku tidak curiga ke padaku, tetapi untungnya suamiku tidak melihat ke arahku, dalam ke adaan terjepit seperti ini pak Rojak masih asyik mempermainkan vaginaku dari belakang,<br />
“ada tikus??” katanya lagi seolah-olah tidak percaya, “apa perlu papa yang usir,” mendengar tawarannya nafasku teras berhenti tetapi untungnya aku masih banyak akal,<br />
“aahhgg… ga usah hhmm.. pa…” kataku terputus-putus menahan rasa nikmat yang di berikan pak Rojak kepadaku, untungnya suamiku tidak curiga dengan suaraku,<br />
“asyikan Bu, ngobrol dengan suami sambil di mainin memiawnya,” aku memandangnya dengan wajah yang memerah karena nafsuku sudah di puncak, “ko’ diam cepat ajak suami Ibu ngobrol,” mendengar perkataanya aku langsung melotot ke arahnya, “Ibu mau kalau suami Ibu tau apa yang sekarang Ibu lakuin,” mendengar ancamannya aku kembali terdiam,<br />
Dengan sangat terpaksa aku kembali mengajak suamiku mengobrol, walaupun di dalam hati aku merasa was-was takut kalau suamiku menyadari suaraku yang berubah menjadi desahan,<br />
“paaa… ma-mau minum apa?” tanyaku yang kini sedang diperkosa oleh pak Rojak, tanpa kusadari pak Rojak sudah memposisikan penisnya di depan ibir vaginaku sehingga beberapa kali aku terpanjat saat pak rojak menghantamkan penisnya dengan sangat keras ke dalam vaginaku,<br />
“terserah mama saja… papa sama Aldi ikut aja,”<br />
“iya ma, apa aja asalkan enak,” sambung Aldi,<br />
<br />
Waktu demi waktu telah berlalu sehingga sampai akhirnya sikapku berubah menjadi sedikit liar dan mulai menyukai cara pak Rojak memperkosaku walaupun pada awalnya hatiku terasa miris sekali di perlakukan seperti ini,<br />
“aahk…. pak hhmm.. enak,” aku melenggu panjang saat orgasme melandahku, kini perkosaan yang ku alami berganti dengan perselingkuhanku dengan pembantuku,<br />
“ohhk… memiaw istri majikan ternyata enak sekali, ahhkk…” katanya yang terus-terusan menggoyang penisnya di dalam vaginaku,<br />
“pak… aahhkk… eehkk… aku, hhmm… ingin keluarrr, uuhhkk…” kali ini suaraku terdengar sangat manja<br />
<br />
Beberapa menit kemudian kami mengerang bersamaan saat kenikmatan melanda kami berdua, setelah merasa puas aku dan pak Rojak kembali merapikan pakaian kami masing-masing, sebelum pak Rojak pergi meninggalkanku sempat terlihat seyumannya yang tersungging di bibirnya. Setelah membuatkan minuman aku kembali ke kamarku menemui anak dan suamiku, mereka terlihat tanpak senang sekali melihatku hadir dengan membawa minuman dan makanan kecil,<br />
“ini di minum dulu, nanti baru di lanjutin lagi,” kataku sambil meletakan cangkir dan piring di atas meja kecil yang di gunakan Aldi untuk belajar,<br />
“makasi mama…” kata Aldi yang langsung saja menyambar minuman yang baru ku bikin, entah kenapa setiap kali melihat Aldi hatiku terasa menjadi damai, dan semua masalah seperti terlupakan,<br />
Aku merasa sedikit aneh, saat suamiku memandangku dengan tatapan mencurigakan sehingga aku memberanikan diri untuk bertanya ke padanya,<br />
“ada pa, ko memandang mama seperti itu” kataku sambil mengupas jeruk untuk Aldi yang sedang menulis,<br />
suamiku mendekatkan mulutnya ke telingaku, “hhmm.. sayang ko’ kamu bau hhmm… gitulah…” mendengar pertanyaannya jantungku terasa berhenti,<br />
“bau, bau apa pa?” tanyaku untuk memastikan apa maksud dari pertanyaan suamiku,<br />
“kamu tadi ko’ lama ma,” kami terdiam beberapa saat, “mama abis dari kamar mandi ya, hhmmm… papa jadi curiga ni,” katanya sambil tertawa memandangku, mendengar perkataanya aku menjadi sedikit lega,<br />
“Iya ni pa, abis kangen si…” kataku manja sambil mencubit penis suamiku,<br />
Setelah yakin Aldi tertidur pulas, suamiku mengjakku untuk melayaninya semalaman suntuk. Tubuhku memang terasa lelah karena seharian harus mengalami orgasme, tetapi di sisi lain aku sangat senang karena suamiku tidak mencurigai aku karena bau tubuhku seperti bau orang yang habis bercinta.<br />
<br />
Hampir tiap hari aku merengkuh kenikmatan bersama para pembantuku, kenikmatan yangh tidak aku dapatkan dari suamiku yang membuat aku semakin liar.</span></span>Private Securityhttp://www.blogger.com/profile/10275932906534986125noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4303797405610259907.post-83389204249611045032011-03-08T00:41:00.000-08:002011-03-08T00:41:30.398-08:00Si Mona Diperkosa Bapak Kost.<span class="Apple-style-span" style="border-collapse: separate; color: black; font-family: 'Times New Roman'; font-size: small; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; letter-spacing: normal; line-height: normal; orphans: 2; text-indent: 0px; text-transform: none; white-space: normal; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span class="Apple-style-span" style="color: #333333; font-family: Verdana,Arial,Tahoma,Calibri,Geneva,sans-serif; font-size: 13px;">“Huuuh..nyebelin banget sih tuh aki-aki..” gerutu Mona sambil mengunci pintu kamar kostnya.<br />
<br />
Kembali hari ini ia sebel dengan Pak Mahmud, si bapak kostnya yang sering bersikap genit dan terkadang menjurus kurang ajar terhadap dirinya. Kejadiannya tadi saat dia pulang kantor berpapasan dengan Pak Mahmud yang sedang berusaha memaku sesuatu di dinding.<br />
<br />
“Sore pak..lagi ngapain pak..?” sapa Mona demi kesopanan.<br />
“Eh..mba Mona dah pulang..”sahut Mahmud dengan mata berbinar. “Kebetulan aku mau minta tolong sebentar bisa?”<br />
<br />
Mona yang mau buru-buru ke kamar terpaksa menghentikan langkahnya dan menoleh.<br />
“Apaan pak?” tanyanya sekenanya, kembali ia kesal melihat pandangan mata pak tua itu yang jelalatan ke arah dadanya.<br />
<br />
“Ini loh..kamu bisa pasangin lukisan ini ga kepaku yang dah saya pasang itu, takutnya tangganya goyang banget karena berat badan saya, maklum agak gendut gini ribet jadinya” katanya sambil cengengesan dan kembali pandangan matanya menyantap kulit leher Mona yang mulus.”nanti saya pegangin tangganya”.<br />
<br />
Mona menyanggupi dan dia menaiki tangga yang memang sudah goyang itu, gadis itu baru sadar pas naik ke pijakan kedua bahwa tangga itu memiliki jarak yang cukup lebar antara pijakan-pijakannya, jadi saat kakinya naik ke pijakan kedua, dirinya yang saat ini menggunakan rok span ketat agak kesulitan dan roknya menjadi tertarik ke atas sehingga pahanya menjadi terbuka. Kejadian itu berulang lagi saat ia ke pijakan ketiga, bahkan jaraknya makin jauh sehingga pahanya makin terbuka lebih lebar. Mona mengutuk dalam hati, saat melirik Pak Mahmud yang dengan senyum mesumnya menikmati pahanya yang jenjang dan berkulit mulus bersih itu. Melihat pemandangan indah ini, Pak Mahmud merasa nafasnya sesak sama sesaknya dengan penisnya yang jadi menegang. Sungguh indah bentuk paha gadis ini dan ia dengan bebas bisa melihat dari dekat, ingin rasanya mengelus paha montok nan mulus itu, tapi ia menahan diri. Ia menyerahkan lukisan ke Mona untuk dipasang, tapi karena nyantolinnya masih agak tinggi maka gadis itu harus memasangnya dengan mengangkat tangannya setinggi mungkin, ia tidak sadar bahwa karena gerakannya itu blusnya yang pendek ikut tertarik ke atas sehingga terlihat kulit pinggangnya yang ramping sampai ke perut di bawah dadanya.<br />
<br />
Dengan sengaja Pak Mahmud menggoyangkan tangganya sehingga memperlama dirinya untuk bisa menikmati pemandangan pinggang berkulit mulus gadis itu. Setelah selesai terpasang, Mona menurunkan kaki kirinya ke pijakan kedua yang ternyata tanpa sepengetahuannya telah dilonggarkan pakunya. Sambil terus menikmati paha Mona yang terbuka kembali, Pak Mahmud bersiap-siap.<br />
<br />
“Eiiihh…eiihh..” Mona menjerit kecil saat pijakannya lepas dan ia terjatuh ke belakang dan saat itu dengan sigap Pak Mahmud menangkapnya sehingga tidak sampai terjatuh lebih parah.<br />
<br />
Merah muka gadis itu karena satu tangan yang menahan dirinya memegang tepat ke pantatnya dan sepertinya ia merasa tangan itu sedikit meremasnya. Dengan cepat ia menjauhkan badannya dari “pelukan” Pak Mahmud yang mengambil kesempatan itu.<br />
“Waduh, untung sempet saya pegangin mba nya, kalo ngga bisa berabe tuh..” ujar Pak Mahmud cengengesan yang masih menikmati hangatnya tubuh dan kenyalnya pantat Mona tadi walau sesaat tadi.<br />
<br />
“Mmm..iya pak, makasih..udah kan pak ya..” tukas Mona sambil ngeloyor pergi dengan diikuti pandangan Mahmud yang menikmati gerakan pinggul gadis yang montok itu.<br />
“Hmmm..tunggu aja ntar ya..lo bakal kena ama gua” pikir pria tambun setengah tua ini dalam hati.<br />
<br />
Sudah banyak planning yang kotor dan mesum darinya yang memang punya sedikit kelainan seks ini. Di dalam kamar, Mona masih sebel sama kejadian tadi. Sudah terlalu sering ia mendapat perlakukan atau kata-kata yang menjurus mesum dari bandot tua itu, tapi ia berusaha menahan diri mengingat bahwa tempat kost ini cukup murah dengan fasilitas yang ada juga ditambah lagi dengan lokasi yang di tengah kota dan dekat ke tempat kerja atau mau ke mana-mana. Maka ia memutuskan untuk tetap bertahan asalkan si mesum itu tidak terlalu kurang ajar. Bila ketemu pasti Mona merasa risih dan agak ngeri ngeliat mata Mahmud yang seperti menelanjangi sekujur tubuhnya, tapi terkadang selain ngeri dan risih gadis itu juga merasakan bangga dan senang karena kecantikan dan tubuhnya menjadi perhatian sampai seperti itu walau Mahmud bukan levelnya untuk bisa menikmati dirinya.<br />
<br />
Beberapa kali kalau berpapasan sama Mahmud dan berbincang-bincang, selalu saja tangannya tidak pernah diam menjamah, walau hanya menjamah pundak atau lengannya tetap saja gadis itu merasa risih karena sambil melakukan itu bapak kost itu merayu dengan kata-kata yang kampungan.“Ahh..udahlah, ga penting juga..mendingan gua mandi” kata Mona dalam hati<br />
<br />
Sambil berkaca ia mulai melepas satu per satu kancing blusnya dan melepasnya sehingga bagian atasnya kini hanya tertutup BH biru muda yang susah payah berusaha menutupi payudara berukuran 34D itu. Dengan pinggang yang ramping, maka buah dada itu tampak sangat besar dan indah dan karena Mona rajin ke fitness makin tampak kencang dan padat. Sungguh merupakan idaman bagi semua laki-laki di dunia bagi yang dapat menikmatinya. Lalu ia melanjutkan dengan melepas rok span-nya ke bawah sehingga kini tubuh yang memiliki tinggi 168cm ini hanya ditutupi bra dan cd yang berwarna senada. Body yang akan membuat laki-laki rela untuk mati agar bisa mendapatkannya, memiliki kulit putih asia dan dihiasi dengan bulu-bulu halus nan lembut. Menjanjikan kehangatan dan kenikmatan dunia tiada tara. Mona melepas kaitan bra disusul dengan cd-nya yang segera dilemparkan ke ember tempat baju kotor. Ia memandang sejenak ke cermin, melihat payudaranya seperti “bernafas” setelah seharian dibungkus dengan bra. Gumpalan daging yang kenyal dan padat dengan puting berwarna coklat muda sungguh menggairahkan.<br />
<br />
“Auuh…” gadis itu sedikit merintih atau tersentak saat ia memegang kedua putingnya, serasa ada aliran listrik menyengat lembut dan menimbulkan rasa sensasi geli pada kemaluannya yang tanpa sadar tangan kirinya turun ke arah vaginanya dan sedikit membelainya.<br />
<br />
Sambil senyum-senyum sendiri, gadis itu membayangkan dada telanjangnya dan membusung ini selalu menjadi sasaran remasan dari Roy pacarnya yang tidak penah bosan juga mengulum puting dan menciumi kulit payudaranya yang mulus dan harum itu. Tidak percuma ia setiap 3 hari sekali memberikan lulur pada tubuhnya, terutama pada payudaranya yang sampai sekarang memiliki aroma yang memabukkan walaupun dalam kondisi berkeringat.<br />
<br />
Mona menghela nafas panjang menahan gejolak birahi yang timbul, dan sekarang ia merasa ingin dilampiaskan. Padahal baru tadi malam ia berenang di lautan asmara yang menggelora dengan pacarnya. Ia merasa dirinya selalu saja haus akan belaian pacarnya, padahal hampir setiap ketemu mereka bercumbu dengan hot dan yang suka bikin ngiler adalah mengulum penis Roy sampe bisa keluar spermanya. Kini ia membayangkan ukuran penis Roy saja udah bikin deg-degan, ga sabar untuk ketemu dan mengemut-ngemut batang kemaluan yang kokoh itu.<br />
<br />
“Huuuh..mending gua mandi aja deh, otak gua jadi kotor nih..”<br />
Selesai mandi, sedikit terusir pikiran-pikiran tadi karena sudah tersiram air dingin. “Loh, kok ga bisa sih nih?” Mona sudah beberapa saat ngga bisa memutar kunci lemari bajunya, ia masih coba terus beberapa saat tapi masih ga bisa juga.<br />
“Duh, mesti minta tolong ama bandot itu dong” keluhnya<br />
<br />
Untungnya masih ada baju di keranjang yang belum sempat dimasukkan ke dalam lemari. Tapi setelah memilih-milih, di keranjang baju itu hanya ada underwear 2 pasang dan baju-baju khusus tidur yang tipis dan seksi serta baju dalaman sexy seperti tanktop dan rok mini yang mininya 20 cm dari lutut. Dari pada pakai baju tidur tipis ia memilih rok mini dan tank top yang rendah belahannya. Sebelum ke Pak Mahmud, Mona memilih untuk makan malam dulu di ruang makan bersama, sambil makan ia menyalakan tv dan duduk di ujung sofa.<br />
<br />
“Ehh..mba Mona baru makan ya..bapak temenin ya, ga baik cewe seseksi kamu makan sendirian” tiba-tiba si bandot itu muncul, dan langsung menyantap paha Mona yang disilangkan itu, sungguh mulus, lalu ia duduk di samping gadis itu.<br />
<br />
“Ia pak..sekalian makan pak…terus sama minta tolong kok lemari baju saya ga bisa dibuka yah?” pinta Mona sambil menggeser menjauh dan berusaha dengan sia-sia menarik turun rok mininya. “buset tuh mataaaa…abis gua..” katanya dalam hati.<br />
“Ooo gitu, nanti saya periksa deeeh…” “Makasih ya pak”.<br />
<br />
Mona buru-buru nyelesaiin makannya, saat tiba-tiba ia merasa dadanya bagian putingnya terasa gatal. Awalnya berusaha ditahan saja tapi makin lama makin meningkat rasa gatalnya, dan bukan itu saja kini ia merasakan hal yang sama pada vaginanya.<br />
<br />
Ia masih berusaha menahan tapi sudah hampir tidak kuat, duduknya jadi gelisah dan ia berusaha menggoyangkan badannya agar rasa gatal itu hilang bergesekan dengan bahan bra-nya dan ia mempererat silangan kakinya. Tapi rasa gatalnya tidak berkurang, bahkan kini seluruh daging kenyal payudaranya terasa gatal.<br />
<br />
“Ouuuhh..” akhirnya Mona tidak tahan dan ia menggaruk sedikit kedua payudaranya dengan tangannya, saat ia menggaruk terasa nyaman sekali karena gatalnya berkurang tapi sulit untuk berhenti menggaruk. Sambil memejamkan matanya karena keenakan menggaruk ia lupa ada Pak Mahmud di situ.<br />
<br />
“Kenapa kamu? Kamu kegatelan yaah?”<br />
“Uuuhh…sssshh..ehm, i…iya pak..” terkejut Mona karena baru ingat ada si bandot di sampingnya, tapi ia terus menggaruk makin cepat dan karena tak tahan ia menggaruk juga ke pangkal pahanya..<br />
<br />
“Uuuuuffh..ssshh…” aliran darah Mona berdesir cepat karena sensasi menggaruknya itu selain menghilangkan rasa gatal juga membuat birahinya tergelitik. “per..permisi pak..uuffh..” sambil terus menggaruk ia mau bangkit dari kursi tapi rasa gatal itu makin menghebat yang akhirnya dia hanya terduduk kembali sambil terus menggaruk<br />
<br />
Sedetik ia melihat Mahmud hanya menonton dengan pandangan penuh nafsu setan ke dirinya yang terus menggaruk itu. Gadis itu mengutuk karena ia memberikan tontonan gratis kepada pria tua itu tanpa dapat mencegah. Gerakannya makin cepat dan tidak karuan karena kedua tangannya hanya bisa menggaruk - menggaruk bagian dari 3 bagian tubuhnya yang terserang itu, kini rok mininya sudah tersingkap semua karena ia harus menggaruk liang kemaluannya sehingga memperlihatkan kedua pahanya yang jenjang dan berkulit putih mulus itu. Gadis itu terus merintih-rintih karena kini rasa gatalnya sepertinya tidak bisa digaruk hanya dengan garukan yang masih terhalang kaos dan bh untuk kedua payudaranya dan celana dalam tipisnya untuk vaginanya, tubuhnya serasa lemas karena rasa gatal dan birahinya yang kini membuat vaginanya menjadi basah dan ia merasa putingnya mengeras.<br />
<br />
“Misi pak…mau ke kamar dulu niiih..uuhh..” Kata Mona, tapi Pak Mahmud diam saja menghalangi jalan keluarnya. Rasanya ingin marah saja tapi rasa gatal itu menghalangi rasa marahnya.<br />
<br />
Karena akhirnya ia tidak tahan dan tidak bisa mencegah lagi, dengan serabutan dan cepat ia menarik tali tank topnya kebawah dan menarik turun branya sehingga kini buah dadanya telanjang yang segera ia menggaruk dengan cepat dua gunung indah itu terutama putingnya yang kini sudah mancung dan mengeras, kakinya bergerak blingsatan karena rasa gatal pada vaginanya makin menghebat. Pak Mamud tertawa dalam hati, ia menikmati melihat indahnya pemandangan di depannya itu, betapa buah dada Mona yang berbentuk bulat kencang itu tidak tertutup apapun serta baju Mona yang sudah tidak keruan. Senang ia melihat gadis yang cantik tapi sombong ini kini tampak tidak berdaya. Rencana awal ini berhasil dengan baik, yang ternyata ia telah mengganti kunci lemari baju Mona dan menaruh bubuk gatal pada pakaian dalam gadis itu dan sengaja memilihkan baju yang seksi tertinggal di luar lemari. Tangan Mona masih bergerak cepat berpindah-pindah mencoba menggaruk 3 bagian tubuh, makin lama makin menghebat dan dari mulutnya meracau tidak jelas. Dengan susah ia berusaha menggaruk vaginanya secara langsung tapi ia kesulitan karena harus menggaruk putingnya.<br />
<br />
“Saya bantu ya sayang…” tanpa disuruh ia menarik turun celana dalam tipis Mona, sehingga sekarang terlihat “bibir” bawah tersebut yang dihiasi bulu-bulu halus. Tampak indah sekali dan menggairahkan.<br />
<br />
“Nggeeh..ja..gan kurang ooouhh..”ia tidak dapat melanjutkan umpatannya karena ia menikmati garukan pada vaginanya walau ia harus berpindah lagi sambil merintih-rintih terus<br />
<br />
Ia terkejut sesaat ketika tangan Pak Mahmud mengelus-elus pahanya, tapi ia tidak bisa memperdulikannya lagi yang penting ia harus terus menggaruk. Dengan leluasa Pak Mahmud menjelajahi lekuk liku tubuh montok itu tanpa penolakan, kulit pahanya terasa lembut dan daging paha sintal itu terasa kenyal dan hangat dalam usapannya. Karena belaian-belaian yang dilakukannya ini membuat Mona makin menggelinjang karena kini birahinya sudah melonjak.<br />
<br />
“Biar ini aku yang bantu yaah..” dengan sigap jari-jari tangannya hinggap di vagina Mona dan menggeseknya dengan liar.<br />
<br />
“Ouuuuhh…ss..stoopp…aiiieh…iyaa…ouuhh” ngga jelas Mona mau ngomong apa, sedetik ia tahu vaginanya sedang diobok-obok oleh orang yang dia sebel, tapi ia tidak tau dan tidak berdaya karena rasa gatal dan nafsunya yang memuncak sehingga dia tidak mampu menolak perbuatan Mahmud. Kini ia fokus menggaruk payudaranya, tidak hanya digaruk tapi juga diremas-remas dan memuntir-muntir putingnya sendiri. Dengan leluasa Mahmud menggesek-gesek bagian tubuh yang paling rahasia milik gadis itu. Hampir 5 menit kini liang vagina itu sudah becek dan menimbulkan bunyi kecipak karena gerakan jari-jari Mahmud yang sudah ahli itu.<br />
<br />
“aaahh..jgn dilepas..ohh…pak..” jerit Mona saat tangan Mahmud mengangkat tangannya dari vaginanya yg sudah basah itu dan malah “cuman” mengelus-elus pahanya dan meremas pantatnya.<br />
<br />
“Kenapa sayang..? kamu mau aku untuk terus mengobok-obok memek kamu..?” tanya Mahmud.<br />
<br />
“Ngeh..ngeh..iii yaaa paakk…ouufh..” diantara engahannya<br />
“kamu yakin..??”<br />
<br />
“uuhh…ngeh…sssh..” ia hanya mengangguk<br />
“kamu mohon dong sama aku..paaak Mahmud sayang, tolong obok-obok memek saya…please saya mohon”<br />
<br />
Mendengar perintah itu, sekejap Mona merasa malu dan marah tapi segera terganti kebutuhan body-nya yang sudah terbakar birahi secara aneh itu. Ia berusaha untuk tidak mengucapkan itu dengan terus menggaruk, tapi ia tidak kuat..<br />
“ouuh..ngeh..Pa..Pak Mahmud sssss….sayaaang, ooh..tol..long obok…obok me…nggeh…memek sayaaaa…pleeeeease…uuuff.. saya mohoooonn…” erang Mona.<br />
“Tentu sayang…”<br />
<br />
Lalu dengan sigap jarinya menggerayangi bibir vagina Mona yang becek itu dan menggesek dengan cepat. Mona melenguh penuh nikmat sambil meregangkan badannya, lalu tersentak hebat saat jari itu menusuk masuk dan menemukan klitorisnya<br />
“Haaa..ternyata disitu yaaa…” dengan ahli ia memainkan jari itu pada g-spot tsb yang mengakibatkan Mona mendesah-desah. Gadis itu merasakan terbentuknya sensasi orgasme menanjak naik..<br />
“Oouuhh…ja.nggaannn..” ia berusaha menahan dirinya, tapi gerakan jari Mahmud makin menggila dan terus menggila, ia sudah hampir tidak tahan.<br />
<br />
Sambil menggigit bibirnya dan memejamkan matanya ia berusaha menahan klimaksnya, tidak mengira bahwa dirinya dapat dibuat klimaks oleh Mahmud.<br />
“Ouuuuuuhhhhhh….aaaiiiieeeeeeeeeee…..” dengan teriakan panjang Mona mencapai puncaknya dan tubuhnya menggetar keras.<br />
<br />
Cairan makin deras membahasai liang vaginanya, ia menikmati setiap detik sensasi luar biasa itu. Tubuhnya makin lemas dan pandangannya nanar. Ia tak mampu menolak saat Mahmud menunduk dan mencium bibirnya yang tipis.<br />
“mmmmmpphhh…..” Mona mengerang dan sulit menolak saat lidah Mahmud memasuki rongga mulutnya dan melilit-lilit lidahnya, bahkan tanpa sadar ia membalas ciuman itu. Sementara tangan Mahmud masih mengocok kencang dan gadis itu merasakan kembali orgasmenya mau menyeruak lagi..apalagi saat ciuman Mahmud berpindah mencium puting kirinya..<br />
“Auukkh..ssttopp..ssssshh…ssshh..” tapi Mona malah membusungkan dadanya mempermudah Mahmud menikmati puting kerasnya.<br />
<br />
Kini rasa gatalnya sudah terganti dengan desakan nafu setan yang tidak pernah terpuaskan, tangannya yang bebas dituntun oleh Mahmud ke penisnya di balik sarungnya.<br />
“oouuh..bes..bessar banget ppaakk..” gumam Mona tanpa sadar saat merasakan batang hangat yang berdenyut-denyut dalam genggamannya, ia melirik ke arah batang kemaluan Pak Mahmud yang ternyata lebih besar dibanding milik pacarnya, pikiran nafsunya tanpa sadar membayangkan apakah ia mampu untuk mengulum penis itu dalam mulutnya atau membayangkan bagaimana rasanya bila penis itu menyerang vaginanya. Dengan birahinya yang terus membara dan terus dijaga geloranya oleh Mahmud, Mona dengan suka rela mengocok-ngocok penis raksasa Pak Mahmud itu, ia sudah tidak ingat akan bencinya dia terhadap pria tua berumur 60 tahun itu.<br />
<br />
Mahmud mulai mendesah-desah keenakan di antara kulumannya pada kedua puting Mona.<br />
“aaaaaaannggghhhhh…pppaaaakkhh……aaaaaaannggghh…” Mona mencapai klimaks sampai dua kali berturut-turut karena kocokan tangan Mahmud, matanya makin nanar dan bibir seksinya menyeringai seperti menahan sakit.<br />
“Sekarang kamu isep punya bapak yaa..kamu kan jago kalo sama pacar kamu”<br />
“ouuh..ngga ma..mau..ap…aauupphhh..mmmhh..” Mona yang lemas akibat klimaks tadi tak berdaya menolak saat Mahmud menarik lehernya membungkuk ke arah batang “monas” nya, tidak memperdulikan protes Mona yang ia tau hanya pura-pura karena sebenarnya sudah jatuh dalam genggamannya. Kini dengan dengan bibirnya yang seksi dan lidah yang hangat lembut itu mulai mengulum batang kemaluan itu.<br />
“Oooh..enak sayaaang…kamu memang jago..sssshh…kamu suka kan..?” tanyanya<br />
“mmmmmpph…sllluurpp..mmmmmm” hanya itu yang keluar dari mulut Mona, yang dengan semangat memainkan lidahnya menjilati dan menghisap penis Mahmud.<br />
<br />
Aroma dan rasa dari penis laki-laki itu telah menyihirnya untuk memberikan sepongan yang paling enak.<br />
“Bapak tau..kamu cuman cewek sombong yang sebenarnya punya jiwa murahan dan pelacur…plaakk..!!”<br />
<br />
Mona tersentak saat pantat bulatnya ditepak oleh Mahmud, mukanya merah dan marah tapi sebenarnya malah membuat dia makin terangsang dan makin cepat ia mem-blow job penis Mahmud. Belum pernah ia merasakan birahinya dibangkitkan dengan cara kasar ini, tapi ia tau bahwa ia sangat menikmatinya.<br />
<br />
“Kurang ajar nih aki-aki” gerutunya dalam hati dan ia menggigit gemas ke penis Mahmud yng membuatnya itu mengelinjang dan lidahnya makin cepat menyapu urat di bawah penis itu.<br />
<br />
“Ayo..sekarang kamu naikin penis aku..”<br />
Tanpa berucap Mona mulai menaiki ke atas tubuh tambun Mahmud, dengan deg-degan menanti penis besar itu ia menurunkan pinggulnya dengan dibantu tangan Mahmud yang memegang pinggangnya yang ramping.<br />
<br />
“Ooooh..” Mona mengerang saat ujung “helm” penis itu bersentuhan dengan bibir vaginanya dan mulai memasuki liang surga. Kembali ia mengerang menahan sedikit sakit saat baru masuk sedikit, liang vaginanya berusaha mengimbangi diameter penis Mahmud itu.<br />
<br />
“Enak kan sayang?”<br />
<br />
“Hmmmmm…nggh…” Mona hanya mengerang dan memjamkan mata menunggu penis itu membenam ke dalam vaginanya. Tapi Mahmud hanya menggesek-gesek liang vagina Mona itu dengan ujung kepala “meriamnya”. Gadis itu menggoyang-goyang pinggul seksinya dan berusaha menurunkan badannya, tapi Mahmud tetap menahan pinggulnya sehingga tetap belum dapat “menunggangi” penis Mahmud.<br />
<br />
“Hemmm…kenapa sayang? Udah ga sabar yaa ngerasain ****** bapak?”<br />
“Huuh?..nggeeeh…aa..paahh…” Mona ngga tau harus ngomong apa, masih tersisa gengsi pada dirinya.<br />
<br />
“Hehehe..masih sok alim uuh..kamu ya..? Kalo kamu mau ****** bapak, kamu harus memohon dengan mengaku diri kamu itu cuman perek murahan dan lakukan dengan seksi..”<br />
<br />
“aaahh…sssh..kenapa mes..ti gitu paakk…pleaaase…” Mona sudah benar-benar terangsang dan tidak bisa berfikir jernih lagi, dalam pikirannya kini hanya penis Mahmud saja.<br />
<br />
Mahmud mendengus dan seperti hendak memindahkan tubuh Mona di atasanya, merasa perbuatan itu.<br />
<br />
“Oouuh ooke..okeeh paaak…ngeh, tega bgt sih bapak…oouf paak, tolong masukin ****** ba..ngeehh..bapak ke memekku paak, entotin sayaaa ooh paakk…akkuu..memang cewe murahan yang sok suci..nggeh..pleease..paakk..akuuu mohooon…” pinta Mona memelas sambil meremas-remas kedua payudaranya.<br />
“Hehehehe…kamu tergila-gila ya sama ****** bapak..”<br />
“Iyaa ppaakkh…please..aku ga tahaaan paakk…”<br />
“Kontol pacar kamu ga ada apa-apanya kan?”<br />
“oouuh..jauuh pakkk..punya bapak lebih hebaat dan enaaaakk”<br />
“Hehehe..good…ini dia hadiahnya..”<br />
<br />
Mahmud lalu menarik ke atas tubuh Mona dan menurunkannya kembali, dengan diiringi erangan Mona merasakan penis itu makin dalam masuknya dan sulit ia menahan diri untuk tidak klimaks yang keempat kalinya. Mona kembali menaikkan badannya dan menurunkan kembali sehingga sudah ¾ penis itu diemut vaginanya. Gerakannya diulangi berkali-kali, awalnya perlahan tapi makin lama makin cepat karena vaginanya sudah bisa “menerima” penis berukuran di atas rata-rata itu. Gadis itu sudah benar-benar dikuasai nafsu birahinya dan ia merasa terbang ke awang-awang merasakan gesekan-gesekan penis Mahmud dengan dinding vaginanya. Tidak sampai 5 menit Mona sudah merasakan akan keluar lagi.<br />
<br />
“Ouuh..gilaaa..paaakkh..oouuuhhhhhhhhh..” Mona mencapai klimaksnya lagi dan ia terus bergerak naik turun menunggangi penis yang masih perkasa itu.<br />
<br />
Buah dadanya yang besar menggantung itu bergerak naik turun mengikuti irama gerakan badannya, dengan nikmat Mahmud meraup gumpalan daging kenyal itu dan meremas-remasnya dengan gemas. Dengan liar ia terus menunggangi penis itu, diiring dengan bunyi “plok..plok..plok..plok..” yang makin cepat akibat beradunya badan Mona dengan perut buncit Mahmud. Hampir 15 menit Mona menikmati hunjaman-hujaman penis itu, dalam periode itu Mona sudah mencapai orgasme sampai 4x lagi, ia tidak dapat menahan untuk tidak melenguh dan berteriak nikmat. Pikirannya sulit untuk fokus bahwa ia telah dibuat klimaks oleh seorang laki-laki yang pantas jadi ayahnya. Ia merasa lemah sekali akan nafsu yang menguasainya, tapi sungguh terasa nikmat sekali yang tidak mampu ditolaknya. Mahmud juga sudah hampir mencapai puncaknya, penisnya telah mengeras sampai maksimal dah hal ini juga dirasakan oleh Mona, ia mempercepat gerakan naik turunnya yang menyebabkan buah dada montoknya bouncing naik turun makin cepat.<br />
<br />
“Uuuaaahh…gilaaaaa…ooouuuhhh…” akhirnya Mahmud tidak dpt menahan lagi, spermanya muncrat seiring dengan klimaksnya yang ternyata berbarengan dengan klimaks yang sangat kuat dari Mona.<br />
<br />
Mahmud merasakan dinding vagina Mona yang hangat itu bergetar menambah kenikmatan klimaksnya. Dengan lunglai Mona turun dari tunggangannya dan rebah di samping Pak Mahmud yang juga masih merem melek habis menikmati tubuh gadis cantik dan sexy itu.<br />
<br />
“Kamu memang hebat hebat cantik…”<br />
“Cukup pak..ngeh, aku ga tau kenapa bisa kaya gini tadi..ini harusnya gak terjadi, cukup sekali ini terjadi” Mona yang sudah mulai jernih pikirannya, ia kini sangat menyesali bahwa ia menyerahkan dirinya secara sukarela kepada Mahmud. Ia memutuskan untuk pindah kost dan kejadian tadi harus dikubur dalam-dalam, tidak boleh ada yang tahu.<br />
Melihat Mona yang mulai membereskan bajunya dan hendak pergi, Mahmud bergerak cepat. Ia memegang leher belakang Mona yang sedang membungkuk hendak mengambil cdnya lalu dengan cepat membenturkannya ke meja kayu yang ada di depan mereka duduk.<br />
<br />
“uuuugghhh….” kerasnya benturan itu membuat ia setengah pingsan.<br />
“hehehe..ga secepat itu sayang..kamu akan jadi milikku..” Mahmud lalu menarik tangan Mona dan gadis itu pasrah saja dibawa dengan setengah sadar masuk ke kamar Mahmud. Lalu setelah melepas sisa bajunya, ia merebahkan tubuh telanjang yang masih lemas itu ke atas ranjangnya. Lalu ia mengikat kedua pegelangan kaki dan pergelangan tangan Mona ke ujung ranjang besi, sehingga kini tubuh telanjangnya itu dalam posisi kaki yang mengangkang lebar.<br />
<br />
“uuuh..apa-apaan inih…lepasin paak…”dengan suara masih serak dan lemah Mona berontak dengan percuma, ia mulai takut apa yang hendak dilakukan.<br />
<br />
Melihat posisi dan kondisi Mona yang menggairahkan itu, Mahmud tidak tahan lagi ia membungkuk lalu menciumi payudara montok dan memainkan lidahnya mengecupi puting Mona yang sebentar saja langsung mengeras.<br />
<br />
“Ouuh..pak..! lepasin saya pak…kalo ngga sa…aauupphh…mmbbllllmmmmm…” Mona tidak dapat melanjuntukan omongannya karena ditutup lakban oleh Mahmud.<br />
<br />
Kini kesadaran Mona sudah mulai pulih, ia masih terus berusaha memberontak untuk melepaskan ikatan kaki dan tangannya tapi ikatan itu sungguh kuat. Ia mulai takut karena kini ia tidak berdaya dan berada dlm kekuasaan Mahmud. Pandangan matanya mengikuti Mahmud seperti mata kelinci yang sedang ketakutan melihat serigala yang akan memangsa, dan air matanya mulai meleleh di pipinya.<br />
<br />
“Eeeiih..kenapa nangis cantik? Aku paling ga suka liat cewe nangis…tapi sekarang kita liat film dulu ya…”ujar Mahmud sambil memasang kabel menghubungkan dari handycam ke tv. Lalu ia mulai menyetelnya.<br />
<br />
Mata Mona terbelalak kaget saat melihat tayangan video di layar tv, jantungnya serasa akan copot dan kepalanya tiba-tiba pusing mendadak melihat adegan per adegan dari video itu. Ternyata kejadian di sofa ruang tengah tadi semuanya direkam oleh Mahmud dari tempat tersembunyi, terlihat jelas saat ia melihat dirinya mulai merasakan gatal yang menyerang, mulai mencopoti bajunya dan sampai kejadian dia berhubungan sex dengan Mahmud. Perasaannya makin hancur saat ternyata Mahmud tidak hanya merekam dari 1 sudut saja, terdapat 4 handicam tersembunyi yang merekam seluruh kejadian. Bahkan saat ia memohon kepada Mahmud untuk mengobok-obok vaginanya dan pengakuan dia sebagai cewek murahan juga terdengar jelas. Wajah gadis yang cantik itu jadi pucat dan tubuhnya bergetar, ia sudah menduga apa yang akan diminta oleh Mahmud dengan adanya video itu. Perasaannya geram, marah, benci, takut dan lain-lain bercampur aduk, kini ia hanya dapat menangis. Terlihat jelas bagaimana wajahnya menunjukkan dirinya menikmati setiap detik permainan panas itu dengan aki-aki tambun yang sudah tua.<br />
“Percuma kau menangis..kini kamu akan merasakan akibatnya karena selama ini menjadi cewek sombong yang sok suci. Bapak tau apa yang kamu lakukan sama pacar kamu selama ini, nah..sekarang kamu harus nurut apa yang bapak mau, kalo ngga bapak jamin film ini akan nyebar kemana-mana, kamu ngerti…??” tegas Mahmud.<br />
Mona hanya mengangguk lemah dengan pandangan sayu.<br />
<br />
“Sekarang yang aku minta kamu tidak boleh nangis selama kamu melayani saya..bisa..?? kalo tetap nangis kamu akan terima hukuman yang berat..”<br />
Kembali Mona hanya mengangguk dan berusaha menahan air matanya. Ia berusaha meyakinkan dirinya bahwa akan ada jalan keluar nantinya. Tanpa sadar ia membayangkan kejadian tadi, dan ia teringat akan ukuran penis Pak Mahmud yang memang di atas rata-rata. Dengan pikiran itu tanpa dapat dicegah terasa desiran-desiran halus di perutnya dan ia merasa putingnya agak mengeras.<br />
<br />
“Sayang…yang punya penis si Mahmud ****** itu..” pikirnya.<br />
Mona melotot kaget saat Mahmud mengambil sesuatu dari lemari yang ternyata merupakan dildo vibrator yang berukuran panjang.<br />
<br />
Mahmud kini duduk di ranjang di dekat kakinya yang ngangkang itu, memperlihatkan vaginanya yang terbuka menantang, lalu ia mengusap dengan tangannya yang mengakibatkan Mona terhentak.<br />
<br />
“Kayanya udah basah nih..udah siap yah..” goda Mahmud, lalu ia membungkuk dan wajahnya kini sudah di depan liang surga milik gadis cantik itu, tiba-tiba Mona menggelinjang saat lidah Mahmud menciumi dan menjilati vaginanya. Untuk beberapa saat Mona menggelinjang-gelinjang, nafasnya kembali memburu dan pandangan matanya sayu.<br />
<br />
“Ngggeehhhhhhhh…!” Mona menjerit dengan mulutnya yang tertutup lakban, saat Mahmud memasukkan dildo ke dalam lubang kemaluannya yang sudah basah dan ngilu itu dan terus mengerang karena dildonya makin dalam ditusukkannya. Kembali ia menggelinjang hebat saat Mahmud menyalakan vibartornyanya. Terasa sakit, tapi setelah beberapa menit rasa sakit itu berangsur-angsur menghilang tergantikan dengan sensasi kenikmatan yang belum pernah ia rasakan atau pernah ia bayangkan. Kini erangannya terdengar seperti rintihan kenikmatan diiringi dengusan nafasnya yang memburu.<br />
<br />
Mona melenguh panjang dan pelan, merasakan tubuhnya makin panas dan terangsang. Rasa menggelitik di perut bag bawah makin menggila dan menggelora. Dengan rasa malu dan kaget, ia mencapai klimaksnya dengan sensasi yang luar biasa..”<br />
<br />
“nngggggghhhhh…mmmmmmmmmmhhhhh…..!!!!” Tubuh montoknya menegang sesaat ketika klimaksnya menyerang, pandangan matanya makin sayu. Tapi dildo itu tetap bergetar seperti mengoyak-ngoyak bag dalam vaginanya, dan rasa nikmat kembali dirasakan makin meningkat, nafasnya memburu dan kini pikirannya sudah tidak terkontrol, nafsu birahinya terus membara karena dildo itu.<br />
<br />
“Naah..kamu seneng aja ya ditemenin ama dildo bapak ya…tenang aja, getarannya akan makin keras kok udah saya setting dan bapak colokin ke listrik..hehehe..bapak mau bikin back up untuk film kamu tadi ya..” kata Mahmud, ia hanya ketawa melihat Mona memandangnya dengan tubuh telanjangnya yang menggeliat-geliat, tubuh montok yang tampak berkilat karena keringat.<br />
<br />
Mahmud makin tertawa karena Mona mengerang lagi karena telah orgasme untuk kesekian kalinya, lalu ia meninggalkan Mona yang terus mengerang-erang karena getaran dildo itu. Tidak terhitung berapa kali Mona dipaksa untuk orgasme, tubuhnya mengkilat karena basah oleh peluhnya, gadis itu merasa lemas sekali tapi dildo yang menancap di vaginanya memaksa dia untuk terus dirangsang. Akhirnya karena tidak kuat lagi, gadis malang itu jatuh pingsan.</span></span>Private Securityhttp://www.blogger.com/profile/10275932906534986125noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4303797405610259907.post-79167520423154225582011-03-08T00:39:00.002-08:002011-03-08T00:39:44.542-08:00Pemerkosaan Calon Pengantin Part 2<span class="Apple-style-span" style="border-collapse: separate; color: black; font-family: 'Times New Roman'; font-size: small; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; letter-spacing: normal; line-height: normal; orphans: 2; text-indent: 0px; text-transform: none; white-space: normal; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span class="Apple-style-span" style="color: #333333; font-family: Verdana,Arial,Tahoma,Calibri,Geneva,sans-serif; font-size: 13px;">Setelah puas mereguk ludah Denita, anak itu lalu mengemuti puting susu kanan Denita dan menghisapnya dengan kuat, sementara tangannya memegangi payudara kiri Denita dan menyodorkan payudara itu ke mulut Denita. Anak itu menyuruh Denita untuk menyusui dirinya sendiri. Denita hanya menuruti perintah anak itu tanpa membantah, dengan rakusnya ia menghisap puting susunya sendiri seperti bayi yang hendak meminum air susu ibunya. Mereka kemudian saling bertukaran mencicipi payudara Denita; anak itu menyusu di payudara kiri Denita dan Denita mencicipi payudara kanannya sendiri. Denita terlihat seperti ibu yang menyusui anaknya karena tubuh Denita yang lebih besar dari anak yang sedang disusuinya. Denita sendiri tidak percaya melihat kemampuan bercinta anak itu yang hampir setara dengan keempat temannya tadi; walaupun usianya masih amat muda dibandingkan Denita. Denita tentunya bukanlah wanita pertama yang bercinta dengan anak itu.<br />
<br />
Suara desahan Denita dan tumbukan tubuh mereka menggema di ruangan itu, payudara Denita kini berbekas lipstik merah mudanya sendiri. Denita sendiri sudah kesulitan mengatur nafasnya, ia sudah lelah setelah dikawini oleh empat laki-laki sebelumnya dan kini ia harus melayani nafsu penjahat yang kelima ini. Tak lama kemudian, anak itu mencengkeram pinggul Denita dan menyemburkan spermanya kedalam rahim Denita diikuti dengan teriakan Denita. Setelah menerima semburan sperma anak itu, pelukan Denita terlepas dari leher anak itu; Denita rebah ke ranjang, terlentang tak berdaya.<br />
Pemimpin para penjahat itu segera naik ke ranjang, dihampirinya tubuh pengantin wanita yang tak berdaya itu. Tampaknya ia berniat memperkosa Denita untuk ketiga kalinya malam itu. Penis raksasanya pun kembali membesar seperti saat ia belum bercinta dengan Denita. Tono dan para penjahat itu terkagum melihat keperkasaan pemimpin penjahat itu. Penjahat itu lalu duduk di ranjang, dengan mudahnya ia memapah tubuh Denita yang masih lemas itu dan didudukkannya Denita diatas penisnya seperti sebelumnya saat ia memperkosa Denita di kursi. Memek Denita langsung menelan kemaluan penjahat itu diikuti rintihan pelan Denita. Kedua kaki Denita ditarik melewati pinggang penjahat itu. Penjahat itu memegang pantat Denita dan mulai memompa kewanitaan Denita kembali. Tidak seperti tadi, kini Denita terbaring lemas, sementara penjahat itu mengentotinya. Denita hanya bisa mendesah pelan karena staminanya benar-benar habis.<br />
<br />
Melihat Denita yang kelelahan, penjahat itu mengatur irama entotannya dengan perlahan-lahan. Penjahat itu tampaknya menguasai teknik seks yang hebat. Setelah dientot pelan selama 5 menit, lenguhan Denita semakin keras, matanya merem melek, dan lidahnya terjulur keluar merasakan kenikmatan di vaginanya. Liur Denita meluber keluar dari mulutnya. Penjahat itu senang sekali melihat ekspresi Denita yang kini tampak persis seperti pelacur. Penjahat itu meraih kepala Denita, tubuh Denita lalu diangkat sehingga payudara Denita terjepit diantara tubuhnya dan tubuh penjahat itu. Penjahat itu segera mencium bibir Denita dan menghisap ludah cewek itu, sehingga kini suara lenguhan itu teredam. Denita tetap dientot sambil berciuman. Denita dan penjahat itu tetap dalam posisi itu selama 15 menit. Akhirnya, penjahat itu menggeram, dan menyemburlah spermanya memenuhi rahim Denita sekali lagi. Penjahat itu mendesah puas dan mencabut kemaluannya dari kewanitaan Denita. Sekali lagi kedua tungkai kaki Denita diangkat setinggi mungkin dan tegak lurus untuk memastikan agar Denita dapat menjadi hamil dari perkawinannya itu.<br />
<br />
Setelah memastikan bahwa rahim Denita telah menyerap seluruh calon bayi pemimpin mereka dan setelah mereka puas mengentoti Denita, dimulailah acara bukkakke sebagai acara penutup. Keempat penjahat laki-laki itu berlutut mengelilingi tubuh Denita yang tergeletak diatas ranjang. Mereka lalu mengocok kemaluan mereka dihadapan Denita. Sementara pemimpin para penjahat yang baru saja mendapat giliran memperkosa Denita kini melebarkan paha Denita selebar mungkin sehingga vagina Denita terpampang jelas. Mereka menekan kepala dan hidung Denita sehingga Denita tidak bisa bernafas, Denita terpaksa membuka mulutnya dan bernafas melalui mulutnya.<br />
<br />
Karena sudah terangsang berat dari tadi, satu persatu penis para penjahat itu menyemburkan sperma hangat kental memenuhi mulut Denita sehingga meluber keluar melewati bibir Denita. Namun, Denita tampaknya tidak mau menelan sperma mereka. Salah satu dari penjahat itu membawa sebuah sedotan minuman. Mereka lalu mulai menyendoki sperma yang tertampung di rongga mulut Denita dengan sedotan itu. Sperma yang berhasil disedot mereka lalu dituangkan ke memek Denita melalui sedotan itu, sementara memek Denita dikocok-kocok agar menyerap sperma mereka. Mereka berharap Denita mau menelan sperma mereka saat menyadari bahwa sperma yang masih tertampung di mulutnya akan dipakai untuk menghamilinya. Namun, Denita sudah kelelahan untuk berontak dan ia bersikeras untuk tidak menelan sperma para penjahat itu.<br />
<br />
Nyaris setengah dari sperma yang tertampung di mulut Denita telah dituangkan ke rahim Denita, namun tidak ada tanda-tanda bahwa Denita akan menelan sperma di mulutnya. Karena kesal melihat tingkah laku Denita, mereka kembali menekan hidung Denita dengan keras sehingga Denita sulit bernafas, apalagi dengan sperma yang masih tertampung di mulutnya membuatnya tidak dapat bernafas menggunakan mulutnya. Denita terpaksa menelan sperma para penjahat itu. Setelah menelan seluruh sperma para penjahat itu yang disuapkan padanya, Denita langsung tertidur kelelahan.<br />
Tono merasa amat geram karena ia hanya bisa melihat Denita diperkosa dalam keadaan sedang mengenakan gaun pengantinnya dan Denita diperkosa di depan matanya, namun ia tidak bisa menolong Denita.<br />
<br />
Denita benar-benar berantakan setelah perkawinannya dengan kelima penjahat itu, kedua payudaranya yang telah penuh cupangan dan bekas lipstiknya mencuat keluar dari gaunnya yang dilorotkan oleh pimpinan penjahat itu. Rok gaunnya tersingkap hingga pusarnya sehingga kewanitaannya terlihat jelas. Di stocking putihnya sudah terdapat banyak bercak darah keperawanannya dan sperma para penjahat itu.<br />
<br />
Wajah Denita yang berlumuran sperma tampak sayu; lipstiknya sudah meluber ke sekitar bibirnya yang masih terengah-engah kelelahan Matanya terpejam dan sembab, kelopak matanya yang dirias pink kini berantakan karena air matanya. Mahkota bunganya sudah rusak dan riasan bunga itu bertaburan di sekitar ranjang tempat ia kini terbaring. Tudung kepalanya yang sudah kusut masih menempel di rambutnya yang kini acak-acakan.<br />
<br />
Penjahat perempuan itu kembali mendapat ide dan ia lalu berdiskusi sebentar dengan para penjahat yang baru saja berhasil memperkosa Denita. Para penjahat itu setuju dengan ide perempuan itu. Mereka lalu mendekatkan wajah Tono ke kewanitaan Denita. Tono bisa melihat bibir kewanitaan Denita yang tadinya seperti dua buah garis lurus kini telah melengkung akibat perkawinannya dengan kelima pria bejat itu. Tono bisa mencium bau amis sperma di kewanitaan Denita yang tadinya sempat dibanjiri sperma. Penjahat yang melepas celana dalam Denita lalu memijat kewanitaan Denita didepan wajah Tono. Denita kembali mendesah penuh kenikmatan karena jari-jari penjahat itu memijat vaginanya dengan sempurna. Beberapa saat kemudian, Denita mendesah keras sekali, tubuhnya menikung keatas, dan kedua kaki dan tangannya menegang. Penjahat wanita itu segera mencabut pembalut wanita bekas Denita dari mulut Tono, dan menempelkan mulut Tono ke kewanitaan Denita. Tono lalu merasa mulutnya dipenuhi cairan panas dari kewanitaan Denita. Tono lalu sadar bahwa cairan dalam mulutnya itu adalah air seni Denita. Tono tidak punya pilihan lain selain mereguk air seni Denita. Rupanya apabila Denita telah mencapai puncak orgasmenya, maka ia akan buang air kecil. Kini Tono bisa merasakan sendiri air terjun kristal yang tadi ia lihat, dan bau pesing cairan itu. Setelah Tono selesai meminum air seni Denita, mulutnya kembali disumpal dengan celana dalam Denita.<br />
<br />
Mereka lalu merapikan Denita kembali dan memakaikan celana dalam putih yang baru pada Denita. Tono lalu dibawa ke toilet dan diikat di kloset, Tono bisa mencium bau tidak sedap dari dalam toilet itu karena Denita baru saja buang air besar didalam toilet itu, dan bahkan di kloset itu masih ada bekas kotoran Denita yang belum dibilas. Para penjahat itu lalu kembali ke kamar untuk menikmati indahnya bulan madu bersama pengantin mereka yang sedang terlelap sambil dijaga oleh teman perempuan mereka.</span></span>Private Securityhttp://www.blogger.com/profile/10275932906534986125noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4303797405610259907.post-60261869634413021782011-03-08T00:39:00.000-08:002011-03-08T00:39:21.295-08:00Pemerkosaan Calon Pengantin Part 1<span class="Apple-style-span" style="border-collapse: separate; color: black; font-family: 'Times New Roman'; font-size: small; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; letter-spacing: normal; line-height: normal; orphans: 2; text-indent: 0px; text-transform: none; white-space: normal; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span class="Apple-style-span" style="color: #333333; font-family: Verdana,Arial,Tahoma,Calibri,Geneva,sans-serif; font-size: 13px;">Ada sepasang kekasih bernama Tono dan Denita, mereka berdua tinggal bersama di sebuah rumah yang terletak di daerah yang agak terpencil di Jakarta. Sehari-harinya mereka hidup bahagia bersama dan mereka berencana untuk menikah dalam waktu dekat. Denita berusia 20 tahun sementara Tono baru berusia 18 tahun. Banyak yang menyayangkan keputusan Denita untuk menikah dengan Tono, selain karena Tono lebih muda dari Denita, Denita sendiri adalah gadis yang sangat cantik.<br />
<br />
Wajahnya amat manis, rambut hitam panjangnya yang berkilau dan kulitnya yang putih mulus karena Denita masih merupakan keturunan Chinese menambah daya tariknya selain tubuhnya yang proporsional. Tinggi Denita sekitar 165 cm, tubuhnya yang langsing namun padat cukup menonjolkan bagian dada dan pantatnya yang lumayan besar. Orang-orang merasa bahwa Tono tidak pantas untuk Denita karena selain penakut, Tono juga tidak begitu mandiri. Walaupun demikian, mereka saling mencintai satu sama lain. Denita sudah membeli gaun pengantinnya, dan Tono juga sudah mempersiapkan benda-benda yang mereka perlukan nantinya.<br />
<br />
Suatu malam, ada segerombolan penjahat berjumlah 6 orang datang ke rumah Tono dan Denita. Mereka terdiri dari 5 laki-laki dan seorang perempuan. Mereka berhasil melumpuhkan Tono dan menawan Denita. Denita sempat melawan, namun salah satu penjahat itu menjambak rambut panjang Denita dan memukul perutnya sehingga Denita terkapar kesakitan; Denita lalu ditampar dan diikat di ranjang dengan masih menggunakan gaun tidurnya dan mereka memukuli Tono didepan Denita. Denita yang sadar bahwa ia tidak mungkin bisa melawan para penjahat itu hanya bisa pasrah, ia masih shock saat dipukul tadi. Denita memohon pada para penjahat itu untuk tidak menyakiti Tono, namun ia justru ditertawakan karena melindungi Tono. Para penjahat itu mulai tertarik melihat wajah Denita yang cukup cantik dan keseksian tubuh Denita yang mengenakan gaun tidurnya itu. Mereka juga kagum melihat keberanian Denita. Para penjahat itu lalu mulai mencari barang-barang berharga, namun mereka tidak menemukan apapun. Penjahat perempuan itu menemukan gaun pengantin Denita dan cincin nikah Tono dan Denita. Ia lalu menemukan sebuah ide, dan ia lalu memberitahukan idenya itu pada para temannya. Kelima penjahat laki-laki itu setuju pada ide perempuan itu.<br />
<br />
Perempuan itu lalu membawa Denita ke kamarnya, dan mengancam akan membunuh Tono apabila Denita tidak menuruti kemauannya. Perempuan itu lalu menelanjangi Denita dan membawa cewek itu ke kamar mandi. Denita lalu dimandikan oleh perempuan itu, rambutnya dicuci dan tubuhnya diberi wewangian, sehingga tubuh Denita memancarkan aroma yang amat wangi. Perempuan itu juga mencukur rambut di kewanitaan Denita hingga bersih. Denita lalu dipaksa meminum air mentah sebanyak dua gayung penuh oleh perempuan itu sehingga Denita merasa agak pusing karena perutnya kembung.<br />
Setelah selesai mandi, perempuan itu mendandani Denita secantik mungkin. Ia lalu memakaikan celana dalam yang baru, stocking, sarung tangan, dan gaun pengantin milik Denita lengkap dengan rok petticoat agar rok gaunnya tampak mengembang kepada Denita, sehingga Denita benar-benar terlihat seperti pengantin wanita yang hendak menikah. Perempuan itu memerintahkan Denita agar berkelakuan seperti yang ia perintahkan. Saat dipengantinkan, perempuan itu menyadari bahwa Denita sedang dalam masa subur saat melihat bercak di pembalut wanita dan celana dalam yang sebelumnya dipakai Denita.<br />
<br />
Sementara itu, para penjahat laki-laki itu menyekap Tono di sofa ruang tamu untuk menunggu Denita. Mereka mengejek dan memukul Tono di sofa itu. Hingga Tono babak belur tak berdaya.<br />
<br />
Tak lama kemudian, pintu kamar Denita terbuka dan keluarlah perempuan itu beserta Denita yang sudah dipengantinkan. Tono dan para penjahat itu terpesona melihat kecantikan Denita. Denita mengenakan gaun pengantinnya yang bertipe braless dengan rok petticoat sebagai rok dalam sehingga rok gaunnya tampak mengembang dan gaun itu berekor panjang, rok gaun Denita dihiasi dengan pita-pita yang terjalin sehingga rok itu tampak berlapis-lapis. Rambut Denita yang hitam panjang dibiarkan tergerai, dan dihiasi dengan tudung kepala sutra. Mahkota bunga berwarna putih yang dipakaikan di kepala Denita menambah kecantikan Denita. Bibir dan kelopak mata Denita berwarna pink. Denita memakai stocking putih, sarung tangan berwarna putih, dan sepatu hak tinggi berwarna putih. Dengan gaun model braless itu, dada Denita yang berukuran 34 B terlihat menonjol, dan tubuhnya menampakkan kesan seksi karena gaun itu memang agak ketat untuk Denita. Gaun itu makin tampak serasi dengan kulit Denita yang putih mulus karena Denita masih merupakan keturunan Chinese. Para penjahat itu berdiskusi sebentar, lalu mereka mengikat Tono erat-erat, dan membawa Tono ke kamar. Tono lalu didudukkan dikursi sofa yang mereka pindahkan dari ruang tamu kedalam kamar itu.<br />
Sementara itu, Denita dipakaikan celemek putih berenda oleh para penjahat itu, dan disuruh memasak makanan untuk para penjahat itu. Denita lalu memasak makanan untuk para penjahat itu dengan diawasi oleh perempuan itu. Saat memasak, Denita sering kentut, perempuan itu menyadari bahwa Denita akan buang air besar. Denita lalu menghidangkan masakannya ke para penjahat itu. Saat menghidangkan makanan, perempuan itu menepuk pantat Denita dan Denita langsung kentut. Wajah Denita memerah karena malu. Para penjahat itu memerintahkan Denita untuk menari dan bernyanyi untuk menghibur mereka saat makan sebagai hukuman karena ia kentut. Denita dipaksa menyanyikan lagu dangdut untuk mengiringi tariannya. Denita dipaksa bergoyang sehingga lekuk tubuhnya dapat dipertontonkan dihadapan para lelaki itu. Para penjahat itu amat menyukai makanan yang disajikan Denita karena Denita memang mahir memasak, terlebih mereka bisa mendengar suara merdu Denita sambil menonton tarian Denita yang gemulai. Setelah selesai makan, para penjahat itu lalu menyuruh Denita menjilati piring bekas makanan mereka seperti seekor ******. Perempuan itu berbisik memberi perintah pada Denita. Denita sempat menolak perintah perempuan itu, namun ia terpaksa menuruti perintah perempuan itu setelah ia kembali diancam.<br />
Denita kemudian dibawa ke toilet oleh para penjahat itu. Denita lalu menuruti perintah perempuan itu untuk berkelakuan seperti yang ia perintahkan. Denita menungging, lalu menarik rok gaunnya keatas hingga celana dalamnya yang berwarna putih berenda terlihat. Para penjahat itu bersiul melihat pantat dan paha mulus Denita yang masih dibalut stocking putih itu.<br />
<br />
Perempuan itu kemudian membagi undian kepada para penjahat itu untuk mengundi tubuh Denita. Tubuh Denita dibagi menjadi 4 bagian tubuh yang diundi lewat secarik kertas untuk menentukan hak masing-masing para penjahat itu atas tubuh Denita. Penjahat pertama memenangkan memek Denita, sekaligus keperawanan pengantin itu. penjahat kedua juga mencabut kertas bertuliskan vagina Denita, namun ia tampak kesal karena keperawanan Denita sudah diantri duluan oleh rekannya, apalagi pandangannya dari tadi tertuju kepada pantat montok pengantin cantik yang sedang menungging itu, seolah tidak sabaran ingin memperawani liang dubur Denita yang masih belum terjamah lelaki. Penjahat ketiga tampak cukup puas saat mendapatkan mulut dan bibir Denita yang mungil itu, dimana ia akan dilayani dengan servis oral dari bibir pink sang pengantin.<br />
Penjahat keempat yang bertubuh kecil tidak begitu senang saat mendapatkan lubang pantat Denita, ia merasa tidak senang kalau harus bercinta dengan lubang pantat pengantin itu. Apalagi mengingat Denita kentut saat mereka makan, ia malah merasa semakin jijik dengan gadis itu. Ia yakin lubang pantat gadis itu pasti dipenuhi kotoran yang jorok, dan tentu saja, ia tidak mau terkena penyakit karena kuman-kuman kotoran Denita dalam duburnya. Namun, penjahat kedua menawarkan untuk menukarkan jatah mereka dengan imbalan Rp. 15.000 dan izin dari perempuan itu untuk menjamah payudara Denita pada rekannya itu. Walaupun keberatan, penjahat keempat itu menerima tawaran temannya itu. Denita tertegun dan merasa amat terhina saat menyadari keperawanan duburnya dihargai hanya Rp. 15.000, bahkan jauh lebih rendah dari biaya sewa pelacur semalam.<br />
<br />
Penjahat terakhir yang berbadan paling besar mendapat “kehormatan” untuk menyetubuhi Denita sepuas hatinya di bagian manapun yang ia mau karena penjahat itu tampaknya adalah pemimpin gerombolan itu.<br />
<br />
Denita terkejut saat salah satu penjahat yang “membeli” pantatnya di undian itu tiba-tiba mengelus dan meremas pantatnya yang seksi sambil menggoda bahwa Denita cantik, namun ia ‘nakal’ karena melawan mereka dan kentut saat mereka makan. Wajah Denita memerah karena malu dan marah, ingin rasanya ia menampar penjahat yang kurang ajar itu, namun ia tidak berdaya karena mereka pasti semakin akan berbuat buruk pada Tono dan dirinya.<br />
<br />
Penjahat itu lalu melorotkan celana dalam Denita hingga terlepas, sehingga pantat dan kewanitaan Denita terlihat jelas. Denita dipaksa melebarkan kakinya dan menungging di kloset, tangan Denita disuruh memegang kloset itu. Denita mulai dipermalukan oleh penjahat itu, penjahat itu lalu bertanya pada Denita apakah Denita hendak buang air besar. Denita yang malu menggelengkan kepala, namun penjahat itu mengatakan bahwa ia tak percaya. Penjahat itu kembali menyingkapkan rok gaun Denita hingga pantat Denita kembali terlihat jelas, ia lalu mencengkeram kedua bongkahan pantat Denita dan menariknya ke arah berlawanan sehingga lubang pantat Denita terlihat. Tanpa merasa jijik, dibenamkannya hidungnya ke lubang pantat itu dan diendusinya lubang kotoran Denita. Denita merasa geli saat hembusan nafas lelaki itu menyapu lubang terlarangnya itu, apalagi kumis lebat lelaki itu menggelitik pantatnya.<br />
<br />
Setelah puas mengendusi pantat Denita, penjahat itu mengejek Denita dengan mengatakan bahwa ia mencium bau kotoran cewek itu. Penjahat itu lalu mengambil dua tangkai cotton buds. Salah satu cotton buds itu dilesakkannya kedalam lubang pantat Denita, sehingga Denita mengejang terkejut sesaat. Penjahat itu lalu mengorek pantat Denita dengan cotton buds itu selama beberapa detik dan tiba-tiba menarik cotton buds itu keluar dari pantat Denita sehingga Denita meringis. Kapas cotton buds yang tadinya berwarna putih itu kini berwarna kuning kecoklatan karena kotoran Denita. Denita malu sekali saat dipaksa melihat cotton buds yang sudah dilapisi oleh kotorannya itu. Penjahat itu juga sempat memukuli pantat Denita sebagai hukuman karena Denita kentut sehingga kedua belahan pantat Denita yang tadinya putih mulus kini berwarna pink kemerahan karena dipukul.<br />
<br />
Denita lalu dipaksa duduk di kloset, sementara perempuan itu menarik rok Denita keatas, dan menarik kedua tungkai kaki Denita ke arah yang berlawanan sehingga kewanitaan Denita terlihat jelas karena Denita berada dalam posisi mengangkang. Perempuan itu lalu menyuruh Denita untuk buang air besar dihadapan mereka. Denita terkejut mendengar perintah perempuan itu, terutama saat perempuan itu mengatakan bahwa penjahat laki-laki yang memenangkan pantat Denita di undian akan mencuci pantat Denita setelah Denita buang air besar. Denita lalu berpura-pura sedang dalam keadaan tidak ingin buang air besar, namun para penjahat laki-laki itu mengancam Denita apabila Denita tidak buang air besar, maka Tono akan mereka bunuh. Denita terpaksa menuruti perintah para penjahat itu untuk buang air besar, namun Denita memohon pada para penjahat itu agar mereka tidak menyakiti Tono.<br />
<br />
Wajah Denita memerah karena malu saat para penjahat itu menyaksikan dirinya buang air besar. Denita merintih sejenak, lalu kentut dengan keras. Beberapa saat kemudian, kotoran Denita berjatuhan dari pantatnya. Para penjahat itu menutup hidung mereka karena bau kotoran Denita, namun mereka terangsang melihat Denita yang cantik sedang buang air besar dengan mengenakan gaun pengantinnya. Denita sendiri merasa amat malu, baru kali ini seumur hidupnya ia buang air besar sambil ditonton pria, apalagi mata mereka tampak lebih tertuju melihat ke selangkangannya. Denita juga melihat bagian kejantanan para penjahat itu tampak menegang saat melihatnya buang air besar. Tidak jauh berbeda dengan para penjahat laki-laki itu, perempuan itu terus melihat dan mengamati vagina Denita, ia tersenyum saat melihat Denita tidak banyak kencing saat buang air besar.<br />
<br />
Setelah selesai buang air besar; sesuai perintah perempuan itu, Denita lalu meminta penjahat laki-laki yang memenangkan pantatnya untuk mencuci pantatnya. Penjahat laki-laki itu lalu membersihkan pantat Denita, Denita merasa malu saat jari penjahat itu menyentuh dan mencuci lubang pantatnya dengan air. Namun Denita merasa nyaman karena penjahat itu membersihkan pantatnya dengan lembut, terutama saat menyentuh lubang pantat Denita. Setelah pantatnya selesai dibersihkan, Denita dipaksa berterima kasih kepada penjahat itu.<br />
<br />
Denita lalu diberi pilihan oleh para penjahat itu untuk menikah massal dan bercinta dengan mereka, atau menyaksikan Tono dibunuh. Dengan berat hati, Denita memilih untuk mengorbankan dirinya. Denita tidak diperbolehkan memakai celana dalam oleh kelima penjahat itu, supaya ia siap bercinta dengan mereka.<br />
<br />
Denita dan para penjahat itu lalu kembali ke kamar. Sesampainya di kamar, Perempuan itu lalu berdiri di belakang sebuah meja yang dijadikan seperti altar oleh para penjahat itu. Denita lalu bergandengan dengan salah satu penjahat itu, dan mereka berjalan menuju ‘altar’ itu. Setibanya di altar, mereka melecehkan Denita yang mengenakan gaun pengantin dengan berpura-pura mengadakan upacara pernikahan. Denita dan penjahat itu lalu berlutut didepan altar buatan itu. Denita mengucapkan sumpah setianya kepada penjahat itu dan mengakui kekuasaan penjahat itu atas dirinya, namun penjahat itu melecehkan Denita dengan menolak mengakui Denita sebagai istrinya, dan mengakuinya sebagai penghibur. Penjahat itu mengaitkan tali merah di ibu jari Denita sebagai ‘cincin kawin’. Denita tidak dapat berbuat banyak agar Tono selamat. Tono yang tidak tahu bahwa Denita dipaksa menikah oleh perempuan itu berteriak keras, namun mulutnya disumpal dengan pembalut wanita bekas Denita oleh para penjahat itu. Perempuan itu lalu mengawasi Tono. Denita ‘menjual’ dirinya sebagai penghibur kepada para penjahat itu satu-persatu di ‘pernikahan’ itu. Denita mengakui 5 orang lelaki sebagai suaminya malam itu, namun ia tidak pernah dianggap sebagai istri oleh mereka. Semua jari di tangan kanan Denita dipasangi tali merah itu. Denita ‘menikah’ saat usianya baru 20 tahun.<br />
<br />
Setelah pernikahan itu, Denita lalu melaksanakan ‘kewajibannya’ sebagai seorang istri dari para penjahat itu. Denita berlutut di ranjang, kedua pahanya dibuka lebar-lebar. Denita lalu menunggingkan pantatnya, siap untuk bercinta. Denita menitikkan air mata menghadapi perlakuan para ‘suaminya’. Wanita itu membawa sebuah kamera yang ia dapatkan dari lemari Denita dan siap mengabadikan malam itu.<br />
<br />
Sambil disaksikan oleh Tono yang terikat didepan ranjang, dagu lancip Denita ditegadahkan ke wajah salah satu penjahat itu dan bibir mungil Denita dicium oleh penjahat yang mendapat undian untuk memperoleh mulutnya, Denita merasa sedikit aneh karena ia berciuman untuk pertama kalinya. Penjahat pertama itu memaksa memasukkan lidahnya ke mulut Denita, Denita hanya bisa pasrah menahan rasa geli saat lidah penjahat itu menggerayangi mulutnya. Penjahat itu memeluk tubuh Denita dengan erat, tangannya dilingkarkan ke pinggul Denita sambil sesekali meremas pantat Denita. Penjahat itu tampaknya berusaha menyedot ludah Denita sambil menjilati gigi dan lidah Denita untuk merangsang Denita.<br />
<br />
Adegan berciuman itu membuat para penjahat yang lain terangsang, penjahat yang melepas celana dalam Denita lalu menyingkap rok gaun Denita, mereka melihat kewanitaan Denita agak lembab, tanda bahwa Denita terangsang. Penjahat berikutnya lalu berbaring dibawah selangkangan Denita dan segera menjilati kewanitaan Denita. Denita terkejut saat merasa kewanitaannya dijilati, namun ia tidak bisa melawan karena tangannya dipiting oleh penjahat yang sedang berciuman dengannya. Denita hanya bisa meronta saat ia merasakan sensasi yang aneh di kewanitaannya, sensasi yang baru pertama kali ia rasakan sebagai seorang wanita. Denita berusaha mengatupkan pahanya, namun penjahat itu menarik kedua tungkai pahanya kearah yang berlawanan, dan menekan paha Denita. Denita tidak mampu melawan tenaga penjahat itu, apalagi penjahat itu cukup kekar perkasa. Lama kelamaan Denita semakin terangsang sehingga kewanitaannya semakin banyak mengeluarkan cairan cintanya, membuat penjahat yang menjilati kewanitaannya kini mulai menghisap cairan cintanya. Penjahat itu sesekali menjilat klitoris Denita, sehingga Denita semakin menggelinjang kegelian. Denita juga tidak lagi berusaha mengatupkan pahanya, karena tenaganya mulai habis karena sensasi yang ia terima di mulut dan kewanitaannya. Usaha kedua penjahat itu akhirnya berhasil; setelah beberapa lama berciuman dan dijilati, Denita mulai terangsang karena keahlian berciuman dan jilatan para penjahat itu. Denita lalu menjulurkan lidahnya dan mulai memainkan lidahnya dengan lidah penjahat itu, Denita juga menerima ludah yang dituangkan penjahat itu ke dalam mulutnya dan menelan ludah itu. Denita dan penjahat itu lalu mulai saling mengulum bibir mereka.<br />
<br />
Denita merasa malu sekali saat para penjahat yang sedang menunggu giliran menjelaskan kepada Tono bahwa Denita sedang terangsang dan menunjukkan kewanitaan Denita yang semakin banyak mengeluarkan cairan sebagai bukti. Walaupun Tono berusaha tidak mendengar, Denita tetap merasa malu sekali, Ia seharusnya mengenakan gaun pengantinnya saat menikah dengan Tono, namun kini ia malah terangsang dan bercinta dengan pria lain dihadapan Tono sambil mengenakan gaun pengantinnya. Tono sendiri mulai terangsang, kemaluannya juga terlihat menegang karena baru pertama kalinya ia melihat kewanitaan Denita setelah sekian lama mereka berpacaran dan tinggal bersama.<br />
<br />
Setelah merasa cukup memberikan Denita ‘pemanasan’, penjahat yang menghisap cairan kewanitaan Denita berhenti. Ia lalu memberi isyarat pada temannya yang sedang berciuman dengan Denita. Penjahat itu menganggukkan kepalanya dan berhenti mencium bibir Denita. Denita lalu dipaksa belutut dengan paha yang terbuka lebar di hadapan Tono, penjahat yang menghisap cairan kewanitaan Denita lalu melepas celana dan celana dalamnya. Tono dan Denita bisa melihat kemaluan pria itu yang sudah menegang, dan tonjolan uratnya terlihat jelas, apalagi ukurannya cukup besar, sekitar 17 cm. Penjahat itu lalu berbaring dibawah tubuh Denita, ia mengatur posisi kemaluannya yang sudah menegang agar tepat dibawah kewanitaan Denita sehingga posisi mereka kini menjadi ‘woman on top’. Dua dari tiga penjahat yang belum mendapat kesempatan untuk bercinta dengan Denita lalu memegang rok gaun Denita di arah yang berlawanan, dan menarik petticoat dan rok gaun Denita keatas sehingga kewanitaan Denita dan kemaluan penjahat itu terlihat jelas oleh Tono.<br />
<br />
Perempuan itu lalu menyuruh Denita menurunkan pinggulnya. Denita yang menyadari apa yang akan terjadi berusaha menolak, namun perempuan itu mengeluarkan pisau dari sakunya dan mengacungkan pisau itu ke leher Tono. Denita tidak dapat menolak lagi. Perempuan itu menyuruh Tono melihat adegan terenggutnya keperawanan Denita. Denita mulai menurunkan pinggulnya dengan pelan, ia bisa merasakan kemaluan penjahat itu di mulut kewanitaannya. Sambil menutup mata, Denita terus melanjutkan menurunkan pinggulnya pelan-pelan. Karena tidak sabar, salah satu penjahat itu memegang pinggul Denita dan menurunkannya dengan cepat, seketika itu juga kemaluan penjahat itu menghunjam vagina Denita. Denita menjerit kesakitan karena keperawanannya direnggut, apalagi ukuran penis itu begitu besar, sehingga hanya masuk sebagian di kewanitaannya walaupun kewanitaannya sudah basah oleh cairan cintanya dan ludah penjahat yang tadi menjilati memeknya itu. Penjahat itu mendesah puas, ia bisa merasakan hangatnya liang kewanitaan Denita dan juga vagina Denita yang masih sempit karena baru pertama kalinya dimasuki kejantanan lelaki. Penjahat itu mulai memegang pinggang Denita dan menggoyangkan pinggul Denita, layaknya goyangan gerakan dangdut, agar penisnya masuk sepenuhnya di vagina Denita. Denita hanya merintih pelan saat ia ‘digoyang’ diatas penis penjahat itu. Perlahan-lahan penis penjahat itu mulai tertelan masuk kedalam vagina Denita Beberapa saat kemudian, penjahat itu mengubah goyangan Denita menjadi pompaan. Denita dientot naik-turun sehingga penis itu menghunjam vaginanya berulang kali. Jeritan Denita semakin keras, tapi mulut Denita langsung disumpal dengan kemaluan penjahat yang berciuman dengannya. Denita lalu dipaksa untuk mengoral kemaluan penjahat itu.<br />
<br />
Denita hanya bisa pasrah mengulum dan memainkan kemaluan penjahat itu di dalam mulutnya sambil menangis menahan rasa perih di kewanitaannya, namun suara tangisan Denita terhalangi oleh kemaluan penjahat yang menyumpali mulutnya. Denita merasa amat jijik dan hampir muntah saat mengulum kemaluan penjahat itu yang bau, namun penjahat itu malah menekan kepala Denita ke kemaluannya sehingga pangkal penis itu masuk hingga ke tenggorokan Denita, dan membuat Denita sulit bernafas. Penjahat itu puas saat merasakan kehangatan mulut dan kelembutan bibir Denita. Denita lalu diperintahkan untuk menjilat dan mengemut kemaluan itu. Setelah sekitar 15 menit diperkosa, Denita mulai tidak bisa mengontrol tubuhnya lagi, rintihannya berganti menjadi lenguhan dan ia kini menggerakkan tubuhnya sesuai nalurinya, para penjahat itu tertawa melihat Denita yang terbawa nafsunya.<br />
<br />
Beberapa menit kemudian, penjahat yang dioral oleh Denita menekan kepala Denita dengan keras di penisnya lalu memuncratkan spermanya tepat ke tenggorokan Denita. Denita terkejut saat merasa mulutnya dipenuhi cairan kental yang amis. Penjahat itu terus menekan kepala Denita sehingga Denita terpaksa menelan bibit-bibit bayi yang baru saja dituangkan ke mulutnya itu. Suara lenguhan Denita terdengar semakin keras saat penjahat itu melepas penisnya dari mulut Denita, penjahat itu tertawa puas melihat benang lendir sperma di mulut Denita yang terlihat jelas diantara gigi Denita yang putih saat Denita membuka mulutnya ketika ia melenguh.<br />
<br />
Penjahat yang sedang memompa Denita melihat bahwa temannya sudah memberi Denita sperma. Ia juga tak mau kalah dari temannya itu sehingga ia mempercepat pompaannya. Akibatnya, Denita semakin melenguh keras merasakan kenikmatan di kewanitaannya, yang kini sudah bisa dimasuki penuh oleh penis penjahat itu. Namun penjahat itu tidak membiarkan Denita mencapai orgasme, ia mengontrol gerakan memompanya, sesekali gerakannya begitu cepat, namun saat merasa Denita hendak orgasme, ia memperlambat pompaannya sehingga Denita semakin kerepotan. Penjahat itu juga sering menggoda Tono dengan cara memeluk Denita dari belakang dan menjilati wajah Denita yang cantik atau sesekali menghentikan gerakannya, sehingga Denita secara otomatis menggoyang-goyangkan pantatnya agar penis itu tetap menyodoknya. Para penjahat itu menertawakan tingkah Denita itu sambil menyebutnya pelacur. Penjahat itu juga sesekali menghentikan pompaannya dan memaksa Denita melihat penisnya yang sedang menyatu dengan kewanitaan Denita. Beberapa saat kemudian, penjahat itu mendesah keras dan Denita menjerit saat kewanitaannya dimasuki para calon bayi mereka, hasil buah percintaan Denita dengan penjahat itu. Penjahat itu lalu mencabut penisnya dari kewanitaan Denita setelah ia merasa spermanya telah tertuang hingga habis.<br />
<br />
Dengan kejamnya, perempuan itu menyuruh para penjahat itu segera mengangkat kedua tungkai kaki Denita setinggi mungkin dan tegak lurus sehingga Denita kini bertumpu pada bahunya. Kewanitaan Denita sengaja dipamerkan di depan Tono agar Tono melihat jelas proses awal kehamilan Denita. Tono dapat melihat jelas paha Denita yang indah yang dibalut dengan stocking putih itu dan pusar Denita. Rok gaun Denita menutupi wajah Denita, dalam keadaan seperti itulah Denita dibiarkan selama beberapa menit agar sperma hasil percintaannya membuahi rahimnya sehingga ia kelak dapat hamil.<br />
Penjahat yang baru saja menuangkan spermanya di vagina Denita itu mengocok-kocok liang vagina Denita agar spermanya benar-benar tertelan habis kedalam tubuh pengantin wanita itu untuk memastikan bahwa spermanya dapat menjadikan Denita sebagai seorang ibu bagi anak-anak mereka kelak.<br />
<br />
Denita menangis keras dan meronta-ronta saat merasakan sperma penjahat itu semakin cepat memasuki rahimnya dalam jumlah yang banyak. Namun, Penjahat yang dioral Denita segera melumat bibir Denita sehingga Denita tidak bisa mengeluarkan suara lain selain rintihan pelan.<br />
<br />
Di dalam hatinya, Denita tidak mau menjadi ibu dari anak yang akan ia kandung hasil dari pemerkosaan itu, apalagi dari pria yang sama sekali tidak ia cintai, namun disisi lain sebagai seorang wanita, Denita merasa aneh dan takut bercampur bahagia karena ia akan menjadi seorang wanita sepenuhnya saat melahirkan bayi yang ia kandung kelak dan menjadi ibu dari anak itu. Tono terpukul saat melihat kewanitaan gadis yang ia cintai kini telah dipenuhi calon bayi dari pria lain, pertanda bahwa Denita bisa saja hamil dari percintaannya dengan penjahat itu.<br />
<br />
Perempuan itu lalu membisikkan sesuatu pada Denita untuk membujuk dan meyakinkan Denita agar Denita dapat menerima kehamilannya itu sebagai kodrat, dan mengatakan bahwa kehamilan adalah impian tiap wanita, dan Denita baru saja mulai menapaki jalan menjadi seorang wanita sejati. Perempuan itu juga mulai membisikkan keindahan menjadi seorang ibu pada Denita sekaligus kembali mengancam akan membunuh Tono apabila Denita bertingkah macam-macam, sehingga Denita mulai berhenti menangis dan mulai dapat menerima calon bayi yang akan ia kandung. Denita juga tidak lagi meronta, ia tampaknya pasrah menerima nasibnya itu. Lagipula, ia tidak mau Tono kembali dilukai oleh para penjahat itu.<br />
<br />
Beberapa menit kemudian, setelah perempuan itu merasa sperma penjahat itu telah sepenuhnya masuk dan mengering di kewanitaan Denita, Denita mulai disiapkan untuk kembali bercinta dengan 3 penjahat yang masih menunggunya. Denita tidak lagi berontak, ia hanya menuruti perintah para penjahat itu tanpa menolak lagi.<br />
Ketiga penjahat yang berikutnya sudah melepas celana mereka dan penis mereka yang cukup besar terlihat sudah menegang cukup lama sejak adegan percintaan Denita sebelumnya.<br />
<br />
Penjahat yang mendapat giliran ketiga lalu duduk di kursi, laki-laki itu bertubuh jauh lebih besar dan gagah dari penjahat yang baru merenggut keperawanan Denita, tingginya sekitar 190 cm dan kulitnya yang hitam gelap makin menonjolkan kesan sangarnya; kontras dengan Denita yang tingginya hanya sekitar 160 cm dan berkulit putih. Denita gemetar melihat laki-laki itu, yang rupanya adalah penjahat yang tadi memukulnya. Laki-laki itu rupanya adalah pemimpin para penjahat itu, ia memiliki penis dengan ukuran terbesar, sekitar 20 cm. Tonjolan urat penisnya terlihat jelas. Penis berwarna hitam itu terlihat berdiri tegak dengan gagah perkasa, siap membawa Denita ke kenikmatan surgawi. Tono dan para penjahat bahkan lainnya sempat minder melihat kegagahan lelaki itu.<br />
<br />
Perempuan itu membisikkan sesuatu ke Denita, dan Denita mengangguk tanda mengerti. Denita lalu berlutut di depan lelaki itu dan memasukkan penis itu ke mulutnya, Denita mulai memainkan penis besar itu didalam mulutnya Bibirnya yang mungil memijat kemaluan itu, liur Denita membasahi penis itu, dan penis itu terkadang digesekkan di giginya yang putih. Penjahat itu memegang kedua buah dada Denita dan sesekali meremasnya. Ia merasa gemas melihat gadis muda secantik Denita dalam balutan busana pengantinnya sedang memberinya servis. Tak lama kemudian, penjahat itu melorotkan bagian dada gaun Denita, sehingga kedua buah dada Denita ‘melompat’ keluar karena Denita tidak memakai bra. Penjahat itu lalu mengeluarkan penisnya dari mulut Denita, perempuan itu kembali memberi Denita perintah baru. Denita lalu menjepit penis itu diantara kedua buah dadanya, dan mengocok penis itu dengan kedua buah dadanya itu sambil menjilati ujung penis itu. Mereka yang menonton adegan itu menelan ludah; Denita seperti sedang makan hot dog. Buah dada Denita yang putih dan montok bagaikan roti menjepit sempurna kemaluan penjahat itu yang hitam gelap seperti sosis. Tak lama kemudian, Denita kembali disembur sperma hangat dari ‘sosis’ yang ia ‘makan’, sehingga wajah dan buah dadanya berlepotan dengan sperma kental. Penjahat itu beristirahat sebentar, sementara para penjahat yang lain menyendoki sperma yang berlepotan di wajah dan tubuh Denita, lalu memaksa menyuapi Denita dengan sperma itu sehingga sperma yang tadinya berceceran di wajah dan dada Denita kini pindah kedalam perut Denita. Para penjahat itu juga memaksa membersihkan kewanitaan Denita dari bercak darah keperawanannya dan bekas sperma yang mengering.<br />
<br />
Setelah cukup beristirahat, penjahat lalu menyuruh Denita untuk kembali melayaninya. Denita lalu menaikkan rok gaunnya dengan bantuan kedua penjahat lainnya dan mendudukkan dirinya dengan arah menghadap penjahat itu, tepat diatas kemaluan penjahat itu sehingga sekali lagi kewanitaannya dimasuki penis. Denita lalu memeluk leher penjahat itu, ia juga melingkarkan kakinya ke pinggang penjahat itu dan menyilangkan kedua mata kakinya sehingga kini ia mengunci pinggang penjahat itu. Setelah merasa sudah siap, Denita mulai menggerakkan pinggulnya agar penis penjahat itu semakin memasuki kewanitaannya, karena kewanitaannya masih sempit dan penis itu begitu besar. Penjahat itu memegangi pinggul Denita dan membantu Denita memasukkan penisnya kedalam liang kewanitaan Denita sambil menjilati dan mengisap puting susu Denita yang sudah mengeras. Denita hanya mendesah ringan saat menyusui penjahat itu. Setelah ia merasa penisnya telah masuk sepenuhnya kedalam memek Denita, penjahat itu memegang pinggul Denita dengan kencang dan mulai memompa Denita naik turun sambil meremas dada Denita dan menggigiti puting susu Denita. Denita jelas kewalahan menghadapi sensasi di kewanitaan dan puting susunya sekaligus, Denita pun mendesah keras penuh kenikmatan.<br />
<br />
Penjahat itu lalu memanggil salah satu rekannya yang masih belum bercinta dengan Denita. Penjahat keempat itu datang menghampiri Denita dengan membawa sebuah pompa ban. Denita mengenal penjahat itu sebagai penjahat yang mengendusi pantatnya di toilet sebelumnya. Penjahat lalu berlutut di depan kursi itu, tepat didepan pantat Denita. Kemudian Ia menelusup ke dalam rok gaun Denita dan menarik kedua bongkahan pantat pengantin wanita itu ke arah berlawanan sehingga terlihatlah lubang pantat yang tadinya ia cuci. Rupanya penjahat ini adalah penggemar pantat wanita, ia mulai meludahi pantat seksi itu dan memasukkan jari tengahnya kedalam anus Denita. Denita menjerit saat lubang pantatnya dimasuki benda yang tak dikenal itu, namun mulutnya disumpal dengan celana dalam putihnya yang ia pakai saat dijadikan pengantin. Pantat Denita yang seharusnya dipakai untuk mengeluarkan kotorannya sekarang dipakai untuk pemuas nafsu lelaki itu. Perlahan lahan jari penjahat itu terbenam dalam lubang pantat Denita, penjahat itu dapat merasakan kehangatan dan kelembutan dalam lubang pantat Denita karena daging lubang pantat itu melingkari jari penjahat itu dengan pas seperti sebuah cincin. Penjahat itu lalu mengocok jarinya didalam anus Denita untuk membuka lubang pantat itu lebih lebar, sehingga Denita semakin tak berdaya, serasa ada tornado yang berputar dalam pantatnya, apalagi tubuhnya masih terhempas-hempas karena dientot oleh pemimpin para penjahat itu. Habis sudah Denita diperkosa dari depan dan belakang, Denita hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya dengan keras karena ia tidak dapat menjerit karena mulutnya disumbat, namun ia merasakan sensasi yang luar biasa karena ia sedang bercinta dengan 2 lelaki sekaligus dengan menggunakan kedua lubang tubuhnya. Denita lalu mulai menikmati kocokan di anusnya itu, ia berharap kocokan itu tidak pernah berhenti.<br />
<br />
Setelah cukup mengocok anus Denita sekitar 10 menit, penjahat itu mencabut jarinya dari pantat Denita sehingga lubang pantat Denita kini terbuka lebar sebesar lubang jari kelingking dan tidak bisa terkatup lagi, dari lubang pantat itu tercium bau tidak sedap. Denita terhenyak, ia sebenarnya masih ingin penjahat itu mengorek duburnya hingga puas, Denita sempat menggelengkan kepala saat penjahat itu mencabut jarinya dari pantat Denita. Bahkan kotoran Denita kembali muncrat sedikit saat jari itu tercabut dari pantatnya.<br />
<br />
Penjahat itu lalu menggoda Denita sambil mengatakan bahwa Denita masih belum bisa menceboki pantatnya sendiri dengan baik, bahkan setelah menjadi seorang pengantin wanita. Ia lalu menawarkan untuk membersihkan pantat Denita. Denita yang sudah dilanda nafsu hanya mengangguk dengan segera, ia mengira penjahat itu akan membersihkan pantatnya dengan tissue, namun penjahat itu tersenyum dan segera menelusup lagi kedalam pantat Denita tanpa membawa tissue. Sadarlah Denita bahwa penjahat itu hendak menjilati duburnya. Denita menggeleng keras namun terlambat, penjahat itu menjulurkan lidahnya dan memasukkan lidahnya kedalam pantat Denita, penjahat mulai menjilati anus Denita, lidahnya dibenamkannya kedalam lubang pantat pengantin wanita itu sedalam mungkin untuk mencicipi nikmatnya anus Denita tanpa peduli bahwa Denita baru saja buang air besar, dan tidak menghiraukan aroma tidak sedap dari lubang pantat Denita. Denita merasa geli sekali saat pantatnya dicicipi seperti itu, lidah itu terasa seperti daging yang licin dan lunak memasuki pantatnya. Penjahat itu dengan senang hati menjilati lubang pantat Denita, bahkan ia juga menjilati kotoran Denita yang sedikit berlepotan setelah pantatnya dikocok tadi. Denita benar-benar tidak habis pikir, ada juga lelaki yang mau memakan kotoran wanita seperti itu. Namun penjahat itu malah semakin senang menjilati pantat Denita, seperti mimpi ia bisa menikmati pantat pengantin secantik Denita. Ia tidak keberatan walau harus memakan kotoran cewek cantik itu.<br />
<br />
Setelah puas menikmati lezatnya pantat Denita, penjahat itu memasukkan pentil pompa ban itu ke dalam anus Denita. Penjahat itu lalu memompa pantat Denita agar penuh berisi angin. Denita melenguh saat ia merasa perut dan pantatnya sudah dipenuhi angin. Penjahat itu baru berhenti memompa Denita setelah mendengar suara kentut Denita yang pelan.<br />
<br />
Penjahat yang sedang memompa vagina Denita lalu berdiri mengangkat Denita yang masih memeluk lehernya dengan mudahnya sambil memegangi kedua bongkahan pantat Denita. Kuncian kaki Denita terlepas sehingga paha Denita terangkat membentuk huruf ‘M’, Denita tetap memeluk leher penjahat itu dengan erat agar ia tidak jatuh. Penjahat yang lainnya mengangkat rok gaun Denita keatas sehingga lubang pantat Denita terlihat jelas didepan mata penjahat keempat yang menggemari pantat wanita itu. Denita akhirnya juga kehilangan keperawanan pantatnya, setelah pantatnya disodomi oleh kemaluan penjahat itu dari belakang. Denita melenguh keras sekali saat penis besar itu memasuki anusnya. Saat pantat Denita dimasuki kemaluan penjahat itu, Denita langsung kentut karena tubuhnya sudah dipenuhi angin, sehingga penjahat itu semakin tergoda. Setiap kali kemaluan penjahat itu membentur lubang pantat Denita, Denita selalu kentut. Cairan kewanitaan Denita juga meluber ke lubang pantatnya sehingga memudahkan penis penjahat itu untuk memasuki anusnya.<br />
<br />
Tono takjub melihat pemandangan itu, baru kali ini ia melihat adegan percintaan seperti itu. Seorang pengantin wanita yang cantik bagai seorang putri raja, gadis yang amat ia cintai kini sedang bercinta dengan 2 orang nista. Tubuh yang putih mulus itu kini terapit oleh 2 tubuh gelap dan perkasa. Tubuh yang seharusnya diberikan Denita kepadanya kelak kini sedang dinikmati oleh para lelaki bejat itu, dan bahkan Denita akan mengandung buah cintanya dengan para lelaki itu.<br />
<br />
Suara tumbukan antara tubuh Denita dan para penjahat itu menggema di ruangan itu selain suara desahan Denita, suara kentut Denita setiap kali pantatnya bertumbukan dengan kemaluan penjahat itu, suara kepuasan kedua penjahat yang mendapat kepuasan di kewanitaan dan lubang pantat Denita, dan suara jepretan kamera yang mengabadikan adegan percintaan itu. Kini Denita malah melenguh sendiri dan menggoyang-goyangkan pantatnya walaupun para penjahat itu berhenti memompanya; sehingga para penjahat itu kadang-kadang membiarkan Denita bergoyang sendiri. Para penjahat itu selalu mengingatkan Denita bahwa ia sedang diperkosa, tetapi Denita tidak peduli lagi, ia hanya merasakan kenikmatan luar biasa yang ia rasakan dan kini ia tidak mau melepaskan rasa nikmat itu, ia malah terus bergoyang agar kedua penis itu mengocoknya.<br />
<br />
Melihat sikap Denita, para penjahat itu lalu memanggil Denita dengan kata-kata kotor, seperti Puteri para pelacur, Pengantin Binal, atau Pelacur Glamor karena Denita cantik dan mengenakan gaun pengantinnya sehingga tampak seperti wanita yang kaya dan terhormat. Kata-kata itu semakin membuat Denita bersemangat dalam bercinta dengan para penjahat itu sehingga para penjahat itu semakin senang pada pelayanan Denita. Tono masih tidak percaya saat melihat Denita, yang dulunya amat galak saat masih kecil kini rela menurut pada para penjahat itu dan mau diperlakukan seperti itu. Denita mulai merasakan pengaruh dari 2 gayung air yang ia minum saat mandi tadi, kini ia kebelet hendak kencing, namun vaginanya masih disumbat oleh kemaluan pemimpin para penjahat itu.<br />
<br />
Tak lama kemudian, tubuh Denita bergetar dengan hebat, ia melengkungkan tubuhnya, memeluk leher penjahat itu dengan erat, dan melenguh keras sekali, kakinya menendang-nendang ke segala arah, akhirnya Denita mengalami orgasme pertama kalinya. Bahkan kedua penjahat itu harus memegangi tubuh Denita yang bergerak menggelepar-gelepar dengan liar itu. Tanpa ia sadari, Denita juga kencing saat orgasme sehingga air seninya membasahi tubuh kedua penjahat itu. Tono dan para penjahat itu takjub melihat air kencing Denita yang keluar dan tertimpa cahaya lampu yang remang-remang, sehingga tampak seperti air terjun kristal. Pemimpin para penjahat itu semakin terangsang melihat Denita yang kencing saat orgasme, ia lalu menyodok Denita lebih cepat dan ia mengeluarkan spermanya tak lama setelah Denita mengejang karena orgasme.<br />
Setelah merasa semua spermanya telah dikeluarkan, penjahat tadi memberi isyarat pada temannya yang sedang menikmati kenikmatan anal seks dengan Denita. Penjahat yang menyodomi Denita langsung memegang paha Denita, mengangkat tubuh Denita sehingga penis temannya itu tercabut, Denita melingkarkan tangannya ke bahu penjahat itu agar tidak jatuh. Penjahat itu menggendong Denita berjalan ke sekeliling kamar itu dalam keadaan anus Denita dan penisnya masih menyatu dalam pantat Denita sambil memamerkan memek Denita yang dibanjiri sperma. Tono bisa melihat banyaknya sperma di kewanitaan Denita meluber keluar dari rahim Denita, dan menimbulkan bercak di stocking putih itu. Penjahat itu menggendong Denita kehadapan Tono dan menunjukkan penisnya yang bersatu dalam tubuh Denita di lubang pantat Denita.<br />
<br />
Penjahat itu lalu mengocok memek Denita dihadapan Tono, sehingga Denita melenguh nikmat dan cairan cintanya disertai sperma pemimpin penjahat itu meleleh keluar dari celah vaginanya. Tono dipaksa berlutut oleh perempuan itu di depan selangkangan Denita, pembalut wanita bekas Denita dicabut dari mulut Tono, dan Tono lalu dipaksa menjilati memek Denita yang masih mengeluarkan sperma dan cairan cintanya. Tono lalu menjilati memek kekasihnya itu sesekali ia menghisap-hisap klitoris Denita untuk menghisap sperma dan cairan cinta di kewanitaan Denita dengan harapan untuk menurunkan kemungkinan Denita akan hamil dari bibit para penjahat itu. Penjahat itu juga terus mengocok kewanitaan Denita. Denita benar-benar terbang ke langit ketujuh, sensasi yang ia rasakan amat luar biasa, dimana memeknya kini sedang dikocok oleh penjahat itu sekaligus dijilati oleh kekasihnya, sementara pantatnya masih terasa sedikit sakit dan sesak karena dipenuhi oleh penis penjahat itu.<br />
<br />
Beberapa saat kemudian, mata Denita melotot lebar saat ia hendak mencapai orgasmenya, namun penjahat itu segera menghentikan kocokannya dan menarik Denita sedikit menjauhi Tono sehingga jilatan Tono di memek Denita terhenti. Akibatnya Denita tidak jadi orgasme. Denita menoleh ke arah penjahat itu dengan wajah yang sayu dan nafas yang terengah-engah memohon orgasmenya sehingga tawa para penjahat itu meledak melihat tingkah Denita. Mulut Tono lalu kembali disumpal dengan pembalut wanita itu.<br />
<br />
Penjahat itu lalu memberi Denita perintah untuk menggerakkan pantatnya sendiri yang masih dimasuki penis. Denita segera mematuhi perintah penjahat itu, pantatnya digoyang-goyangkan dan ia memompa penis itu dalam pantatnya sendiri. Denita masih sesekali kentut, dan Tono dipaksa mencium pantat Denita yang masih dimasuki penis itu. Denita sendiri merasa amat malu saat Tono menciumi penis penjahat itu dan pantatnya, namun ia terus menggerakkan pantatnya dihadapan Tono karena ia sudah tidak tahan dengan kenikmatan di lubang pantatnya itu.<br />
<br />
Setelah merasa kentut Denita semakin pelan; penjahat itu berbaring, dan sekali lagi perempuan itu menyuruh para penjahat itu untuk segera mengangkat kedua tungkai kaki Denita setinggi mungkin dan tegak lurus. Denita tetap dientot oleh penjahat itu, dan akhirnya seluruh sisa sperma penjahat ketiga itu memasuki rahim Denita. Penjahat yang menyodomi Denita mengganti posisi bercintanya dengan menelungkupkan Denita sehingga Denita kini dientot dari belakang dengan gaya ******. Denita pasrah ditunggangi oleh penjahat itu dari belakang; ia berusaha menahan perih sekaligus kenikmatan di pantatnya saat penis itu memasuki pantatnya dan ia kentut. Saat celana dalam yang menyumpal mulutnya dilepas, Denita kembali mendesah keras, ia bahkan menuruti perintah penjahat itu untuk menggonggong seperti ****** betina.<br />
Kedua tungkai kaki Denita lalu ditarik kebelakang oleh teman-teman penjahat itu melewati pinggang pemerkosanya itu; Denita lalu dipaksa menyilangkan kedua mata kakinya agar dirinya menjepit pinggang penjahat itu sehingga Denita kini seperti sebuah ikat pinggang. Dalam posisi itulah Denita kembali mengejang hebat dan melenguh keras sekali. Cairan cintanya muncrat disertai air kencingnya membasahi ranjang dan sebagian rok gaunnya saat ia mengalami orgasme kedua kalinya. Penjahat itu makin terangsang melihat Denita yang kencing sambil mengenakan gaun pengantin putih itu. Penjahat itu membungkuk dan mendekatkan wajahnya ke leher Denita; dijilatinya leher Denita yang basah karena keringat setelah orgasme sambil terus menyodok anus Denita. Sekitar 15 menit kemudian, penjahat itu merasa telah mencapai puncak kenikmatan, ia langsung mengganti targetnya, penis itu dicabut dari anus Denita dan langsung ditanamkan ke kewanitaan Denita dan Denita mendesah keras saat kewanitaannya dibanjiri para calon bayinya yang lain. Kini Denita bahkan menaikkan kakinya sendiri untuk memberikan kesempatan bagi para calon bayi itu untuk dilahirkan olehnya ke dunia. Tentu saja para penjahat itu dengan sukarela membantu Denita dengan kembali mengangkat kedua tungkai kaki Denita tinggi-tinggi seperti yang mereka lakukan sebelumnya.<br />
<br />
Setelah dibuahi, Denita menungging dan penjahat itu membenamkan wajahnya ke pantat Denita yang kini sudah tertutup rok gaunnya. Diendusnya pantat cewek itu; ia bisa merasakan kelembutan rok gaun Denita dan mencium bau wangi rok gaun cewek itu bercampur dengan bau amis sperma dan bau pesing air kencing Denita.<br />
<br />
Sebagai acara penutup, penjahat itu menepuk pantat Denita dan menyuruh Denita untuk kentut dihadapan mereka. Denita yang masih menungging kelelahan tidak merespon perintah penjahat itu. Akibatnya, para penjahat itu amat marah dan menyeret Tono ke arah Denita. Rok Denita disingkapkan, dan wajah Tono dibenamkan diantara bongkahan pantat Denita dengan hidung Tono yang sengaja diposisikan tepat di lubang pantat Denita. Tono sempat melihat lubang pantat Denita yang kini terbuka menganga amat lebar sebesar ibu jari orang dewasa setelah disodomi oleh penjahat itu.<br />
<br />
Denita lalu dipaksa kentut oleh mereka dengan hidung Tono yang membenam di lubang pantatnya. Denita diancam dengan sebilah belati yang ditempelkan di lehernya. Dengan berat hati, Denita mengumpulkan segenap tenaganya yang sudah terkuras untuk memenuhi perintah para penjahat itu, mengentuti wajah Tono.<br />
<br />
Denita meringis sejenak dan PREET… Denita akhirnya kentut dengan keras. Air matanya kembali meleleh karena rasa perih di pantatnya dan juga perasaan amat malu terhadap Tono, yang kini menciumi aroma anusnya. Tanpa bisa ditahan, Denita langsung jatuh terbaring di ranjangnya dalam posisi terlungkup.<br />
<br />
Penjahat terakhir membalikkan dan mengangkangkan tubuh Denita di ranjang itu, pinggul Denita diberi bantal untuk menaikkan posisi pinggulnya. Setelah merasa posisi Denita sudah tepat, kaki Denita diangkat tinggi dan dilebarkan membentuk huruf ‘V’, sehingga mereka semua dapat melihat paha indah yang dibalut stocking putih itu. Kedua kaki Denita dipegangi oleh penjahat-penjahat yang baru bersetubuh dengannya. Denita melihat ukuran penis penjahat ini paling kecil diantara teman-temannya, mungkin karena itulah ia mendapat giliran terakhir untuk bercinta dengan Denita, lagipula penjahat itu adalah yang paling muda diantara gerombolan itu, bahkan lebih muda dari Tono karena postur tubuhnya seperti anak SMP, lebih pendek dan kurus dibandingkan Denita. Denita sempat menanyakan usia penjahat itu; betapa terkejutnya ia saat mendengar jawaban penjahat itu: 13 tahun! lebih muda 7 tahun darinya. Denita sempat meragukan kemampuan seks anak itu; tentunya anak itu tidak sehebat keempat lelaki yang baru saja menggagahinya. Tono amat iri melihat anak itu, ia sudah bisa menikmati tubuh gadis dewasa seperti Denita padahal usianya masih amat muda.<br />
<br />
Anak itu memasukkan kemaluannya ke kewanitaan Denita dan mulai memompa Denita kembali. Denita lalu dipapah keatas, dan ia memeluk leher anak itu. Bibir Denita lalu dilumat oleh anak itu. Kini Denita malah membalas menciumi bibir anak itu dan menuangkan ludahnya kedalam mulut anak itu. Anak itu dengan senang hati mereguk ludah pengantin wanita cantik itu. Denita tidak melawan lagi saat pinggulnya kembali dipegang. Secara otomatis Denita menggerakkan pantatnya dan vaginanya langsung menelan penis anak itu sepenuhnya. Mungkin karena anak itu masih amat muda sehingga penisnya belum bisa ereksi sepenuhnya dan tentu saja penis anak itu lebih kecil dari penis pemimpin mereka, maka agak gampang baginya untuk menembusi vagina Denita yang sudah diperawani teman-temannya yang lain. Vagina Denita yang sudah tidak perawan itu memang terlihat seperti lubang menganga yang besar akibat dimasuki penis besar pemimpin penjahat itu, namun masih cukup untuk memuaskan hasrat anak itu untuk menikmati nikmatnya tubuh wanita.</span></span>Private Securityhttp://www.blogger.com/profile/10275932906534986125noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4303797405610259907.post-90463464149905984672011-03-08T00:38:00.001-08:002011-03-08T00:38:26.279-08:00Mei Ling, Gadis Cantik Korban Pemerkosaan Teman Sekolahnya.<span class="Apple-style-span" style="border-collapse: separate; color: black; font-family: 'Times New Roman'; font-size: small; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; letter-spacing: normal; line-height: normal; orphans: 2; text-indent: 0px; text-transform: none; white-space: normal; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span class="Apple-style-span" style="color: #333333; font-family: Verdana,Arial,Tahoma,Calibri,Geneva,sans-serif; font-size: 13px;">Namanya Mei Ling biasa dipanggil Ling, dia adalah seorang gadis cantik yang baik dan menjadi idola di sekolahnya, karena selain pintar dan cantik dia juga baik hati dan tidak sombong.<br />
<br />
Kecantikannya tentu saja menarik banyak minat dan perhatian para teman prianya , namun sampai saat ini mai masih belum mau memikirkan soal pacar , setiap ditanya tentang hal tersebut , Ling hanya tersenyum manis dan berkata , "ah..belum ada yg cocok..lagian belum kepikiran..tar aja deh ya.....".<br />
<br />
Dari sekian banyak pria yg mendekati Ling , tentu saja tidak hanya pria baik baik , seorang siswa yg terbilang bengal bernama Ahauw , terus terusan mengejarnya.<br />
Lingi pun pada awalnya menolak pernyataan cinta Ahauw secara halus, namun ternyata Ahauw bukan orang yang mudah ditolak, ribuan kali ditolak, ribuan kali pula ia masih mencoba mendekati Ling. tentu saja mai lama lama kesal juga, dan mulai ketus pada Ahauw.<br />
<br />
"Lingi....please...aku serius....aku benar benar sayang sama kamu...." kata Ahauw suatu hari. Ling hanya terdiam , dia sudah kehabisan kata kata dan kesabaran menghadapi lelaki satu ini.<br />
<br />
"Ling...ayo dong...gimana......?"<br />
"gini ya Ahauw......berapa kali dibilangin kamu kok ga ngerti juga sih.....??!!!....aku itu belum mau pacaran dulu....aku belum mau mikirin soal cowok...jadi berapa ratus kali pun kamu memohon ke aku.....percuma.....sorry deehh!!!! " jawab mai dengan tidak sabar.<br />
"Ling...but..i love you.........i do anything for you girl..."<br />
<br />
Ling hanya menggeleng - geleng kepala melihat sikap Ahauw yang keras hati, ia tak menjawab dan langsung meninggalkan Ahauw begitu saja, Ling berpikir jika ia cuek mungkin Ahauw akan menyerah juga. Dugaan Ling salah, bukannya mundur , Ahauw malah mengejarnya dan menghadang jalannya.<br />
<br />
"Ahauw....apa apaan sih!!!.....aku bilang enggak..ya enggak....!!!!" Ling marah.<br />
"ok..ok.....aku negerti.....aku ngerti.......aku cuma minta satu hal dari kamu..please.....abis gitu...aku ga akan ganggu kamu lagi...." kata Ahauw dengan nada memelas. Ling terdiam dan memandangi Ahauw, lama ia berpikir sampai akhirnya berkata,<br />
"baik....apa mau kamu...abis gitu leave me alone...!!!!!!"<br />
<br />
Ahauw tersenyum dan berkata, " terima kasih...terima kasih......"<br />
<br />
"udah cepetan..jangan basa basi deh.........!!!"<br />
<br />
"gini.......aku tadi sebeneranya udah nyiapin hadiah...surprise buat kamu....soalnya tadinya aku pikir kamu mau terima aku.....jadi ...ya....aku pikir ....aku mau kamu tetep terima hadiah itu...please....."<br />
<br />
"klo aku terima hadiah kamu.......kamu ga akan ganggu aku lagi kan......?"<br />
<br />
"ya...ya...pasti....pasti......." kato mengangguk cepat.<br />
<br />
"ok....mana hadiahnya......?"<br />
<br />
"emmm..ga aku bawa.......soalnya repot klo aku bawa bawa......"<br />
<br />
"gimana sih.......emang kamu mau kasih apaan?" kata Ling merasa dipermainkan<br />
<br />
"ehmmm..bukan gitu.....maksud aku....tolong nanti ambil sendiri hadiahnya sepulang sekolah di ruang kesehatan....aku simpan disana...."<br />
<br />
"kenapa ga sekarang......" tanya Ling sedikit curiga.<br />
<br />
"ya...soalnya aku malu klo ada orang yg liat......please....take that gift....abis itu.....you can forget me girl...."<br />
<br />
Ling menarik nafas panjang , " baik....aku ambil sepulang sekolah....sekarang awas...aku mau ke kelas......"<br />
Ahauw memberi jalan pada Ling dan kemudian tersenyum , bukan tersenyum lega, tetapi tersenyum licik dan penuh kemenangan.......sayang....Ling tak melihatnya.<br />
<br />
Sepulang sekolah , Ling bergegas menuju ruang kesehatan yang terletak di belakang, terlihat cukup sepi ..karena memang jarang sekali ada siswa yang sengaja datang kesana jika tak sakit ,apalagi pada jam jam pulang seperti ini.<br />
<br />
menepis segala perasaan yang tidak enak yang sedari tadi ia rasakan , Ling membuka pintu ruangan yang tak terkunci, namun ia tak melihat siapa - siapa.<br />
<br />
"halo...Ahauw......cepetan dong...aku mau pulang nih....." seru Ling namun tak ada jawaban. sekilas ia melihat seseorang terbaring seperti tertidur di ranjang, spertinya Ahauw. Ling mendekati sosok tersebut dan memang benar ternyata Ahauw.<br />
<br />
"hei...hei...bangun......malahan tidur sih....mana hadiahnya...aku mau pulang nih......" Ling berusaha membangunkan Ahauw.<br />
<br />
Mata Ahauw terbuka , memandangi wajah cantik Ling dan tersenyum jahat. dan secepat kilat pula ia menarik tangan Ling hingga terjatuh ke tempat tidur,lalu ia tindih tubuh gadis itu agar tak bisa bergerak.<br />
<br />
"Ahauw!!!..apa - apaan nih...lepasin...atau aku teriak.....!!!!!" kata Ling panik<br />
<br />
"ha..ha...ha....teriak sesukamu manis........ga akan ada yg tahu....ga akan ada yg dengar........" jawab Ahauw sambil menciumi leher Ling.<br />
<br />
"Ahauw......!!!!please.....jangan......sadar.....A hauw....please........."<br />
<br />
"hahaha.........gadis sombong.....kamu akan rasakan akibatnya menolak Ahauw........ga ada yg bisa dan boleh menolak yg namanya Ahauw........."<br />
belum sempat Ling bicara tiba - tiba dua orang lain masuk ke dalam, membuat jantung Ling berdegub kencang......<br />
<br />
"wahhh...ini dia si bidadari sombong...hahahaha.." kata si botak<br />
"kakak......sebaiknya kakak saja yg beri dia pelajaran......." kata Ahauw hormat pada si botak.<br />
<br />
Ahauw beringsut turun sambil memegangi tangan Ling keatas kepala , dan temannya yang lain membantunya.<br />
<br />
"tidak!!!..jangan..saya mohon ...jangan.............jangan......." Ling tetap berusaha memberontak.<br />
<br />
pemebrontakan Ling sia - sia saja saat kedua tangannya dipegangi , dan tubuhnya ditindih oleh si botak. Si botak dengan penuh nafsu meraba raba seluruh tubuh Ling yang masih terbungkus seragam , terutama di buah dadanya.Ling hanya menjerit jerit histeris, dan di saat bersamaan , tenaga di tubuhnya semakin melemah.<br />
namun tak ayal , Ling semakin histeris saat si botak menyingkap pakaian atasnya sekaligus branya.<br />
<br />
"hahahaha... bukit yang indah........hahahahaha...pantesan kamu begitu ngotot Ahauw......." kata si botak sambil kemudian menjilati puting susu Ling.<br />
<br />
Si botak bergantian meremas dan menjilati buah dada gadis cantik itu ,kiri dan kanan.<br />
"ampuun..tolong ,..jangan perkosa saya...jangan....." Ling memelas dan memohon saat melihat si botak mulai membukai pakaiannya sendiri , apalagi gadis itu ngeri melihat penis si botak yang besar menggantung, ia bergidik membayangkan rasa sakit yang akan dideritanya saat penis itu menembusnya.<br />
<br />
"hahahaha....kenapa manis......jangan takut.......tar juga enak kok......" kata si botak.<br />
<br />
"tidak...jangan........ga mau........tolong...jangan......" ketakutan semakin mendera Ling saat tubuh telanjang si botak mendekatinya.<br />
<br />
"ok...fine.........klo kamu ga mau...kamu harus pake mulut kamu.......gimana.....?" tanya si botak<br />
<br />
"baik..baik...apapun..asal jangan perkosa saya......." jawab Ling cepat.<br />
<br />
"bagus..ayo ....cepat........." bentak si botak.<br />
<br />
Ahauw dan kawannya yang lain melepas tangan Ling , agar leluasa. Sementara Ling dengan menahan perasaan jijik dan terhina, ia mendekati si botak yg mengangkang dihadapannya, lalu memasukan penis besar itu ke dalam mulutnya.<br />
<br />
"aaahhhhhhhh........" si botak memejamkan mata menikmati hangatnya bibir indah Ling yang melingkupi penisnya, ia lalu mendorong kepala Ling hingga penis itu terbenam lebih dalam ke dalam mulutnya membuat Ling tersedak dan sulit bernafas , namun ia tak bisa bergerak karena si botak menahan kepalanya untuk beberapa saat.<br />
<br />
dengan tak sabar si botak memaju mundurkan kepala Ling untuk seaat dan kemudian membiarkan gadis itu bergerak sendiri.<br />
<br />
"ayo..sedot......sedot.....hahahaha......." perintah si botak yg diikuti patuh oleh Ling.<br />
saat Ling harus mengulum penis si botak yang besar dan bau , buah dadanya yg terbuka dipermainkan oleh dua orang lainnya, diremas - remas bahkan terkadang dijilati dan digigiti.<br />
<br />
"Ayo jilatnya yg semangat......" kata si botak. Ling dengan terpaksa menyingkirkan perasaan jijiknya , ia kulum dan jilati penis itu sampai ke bawah lalu ke atas menuju helmnya , ia berharap si botak cepat mencapai klimaks dan semua ini segera berakhir.<br />
Namun harapan Ling hancur berantakan saat tiba - tiba si botak mendorongnya kembali terbaring di ranjang.<br />
<br />
"pegangi dia...!!!!!" perintah si botak dan dengan segera Ahauw dan kawannya memegangi tangan Ling yang mulai kembali histeris.<br />
<br />
"jangan...!!!!kalian janji....jangan.........pembohong kalian........!!!!!!!!" Ling meronta - ronta saat si botak mencoba membuka celana dalamnya.<br />
<br />
"yahh...gimana ya........kita emang pembohong kok...." jawab si botak enteng disambut derai tawa kawannya.<br />
<br />
"*******!!!!..brengsek kalian...!!!!...brengsek!!!.........bang..aaaaaaaa aaaaaakkhhhhhh!!!!!!!"<br />
<br />
caci maki Ling terhenti seketika saat penis si botak benar benar menembus vaginanya.<br />
<br />
"aaakhhh........aaaaahh.............aaaaa..... .... .......ww!!!!!!!!"<br />
<br />
Ling hanya bisa menjerit - jerit saat si botak memacu tubuhnya dengan brutal.<br />
<br />
"aaawww...jang..annnn...ampuuuuuuuunnnn....... ..am mmmmpnnnmmpphhh........."<br />
<br />
jeritan demi jeritan keluar dari mulut Ling , membuat si botak makin semangat menggenjot tubuhnya maju mundur di tubuh gadis cantik ini.<br />
<br />
"ooohh.....shiitt.......memang...uuhhhggg...ni kmaa aatt...."<br />
<br />
jeritan Ling lama kelamaan berubah menjadi rintihan karena tenaganya sudah benar benar habis , Ahauw dan kawannya pun sudah tidak memeganginya lagi, gadis itu kini terlihat lebih pasrah menerima nasib.<br />
<br />
setelah beberapa lama si botak akhirnya mencapai klimaks dan menyemburkan cairannya ke rahim Ling, gadis itu pun kelihatan terdiam kepayahan. Ling sesaat merasa lega saat penis si botak di cabut , namun mimpi buruknya belum berakhir, karena Ahauw telah menariknya ke matras yang tergelar di lantai dan berganti memperkosanya.<br />
<br />
"cuukuuup.....jangaaannn lagi........." rintih Ling pelan. "diam kamu...!!!!!!" bentak Ahauw.<br />
<br />
Tanpa memperdulikan rintihan dan tangisan Ling , Ahauw dengan ganas memacu penisnya di vagina Ling , gadis ini jelas merasa sangat menderita karena rasa sakit sebelumnya akibat penis besar si botak belum juga hilang , kini telah diterobos lagi oleh penis lain. Tak ada yang bisa dilakukan selain menangis dan merintih kesakitan.<br />
<br />
Entah berapa jam siksaan yang harus dialami oleh Ling hari itu , yang jelas ketiga temannya itu bergantian memperkosanya nyaris tanpa jeda. Hari hampir gelap dan tubuh Ling terasa sakit diseluruh bagiannya saat akhirnya Ahauw dan kawan - kawan terpuaskan. Sebelum pergi si botak berkata pada Ling :<br />
<br />
"ingat...jangan coba coba beritahu siapapun tentang kejadian ini...atau......gambar kamu akan tersebar di internet "<br />
<br />
Setelah itu merekapun meninggalkan Ling begitu saja tergeletak tak berdaya, Ling sendiri tak bisa berbuat apa - apa lagi , ia merasa seluruh hidupnya telah hancur , apalagi dengan gambarnya yang dipegang oleh si botak , ia khawatir akan digunakan untuk memerasnya , untuk melayani nafsu binatang mereka di lain waktu.<br />
tak ada yang bisa dilakukannya........tak ada....selain menangis.<span class="Apple-converted-space"> </span><img alt="" border="0" class="inlineimg" src="http://i51.tinypic.com/2r2vqlz.gif" style="border-width: 0px; max-width: 800px; position: relative; top: 2px;" title="Malu 2" /></span></span>Private Securityhttp://www.blogger.com/profile/10275932906534986125noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4303797405610259907.post-29622811288776070962011-03-08T00:37:00.002-08:002011-03-08T00:37:57.686-08:00Warung Remang - Remang.<span class="Apple-style-span" style="border-collapse: separate; color: black; font-family: 'Times New Roman'; font-size: small; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; letter-spacing: normal; line-height: normal; orphans: 2; text-indent: 0px; text-transform: none; white-space: normal; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span class="Apple-style-span" style="color: #333333; font-family: Verdana,Arial,Tahoma,Calibri,Geneva,sans-serif; font-size: 13px;">Warung yang menjual minuman keras itu , terletak jauh dari keramaian di pinggir kota . Warung itu selalu buka dan hampir tak pernah tutup . Hampir seluruh pengunjungnya adalah laki-laki pemabuk, preman, bandit , rampok , pembuat onar. Tempat itu menjadi sarang penjahat .<br />
<br />
Sejumlah preman terlihat sedang asik minum-minum. Empat dari mereka bermain kartu remi yang sudah lusuh . dan yang lima lainnya sedang berbicara dengan Rony. Mereka sedang merencanakan perampokan terhadap toko emas di kota<br />
<br />
Setelah berbicara cukup lama , Rony menyalakan Rokoknya , lalu berjalan ke luar warung . Matanya menerawang jauh , menatap jalan kecil yang mulai gelap itu . Sampai matanya agak memicing , karena silau , tersorot lampu mobil .<br />
<br />
Suzuki Carry itu tepat berhenti di samping Rony . Perlahan kaca gelap mobil itu terbuka , dan terlihat sosok gadis muda . “ malam pak , numpang tanya , perumahan cemara indah , dimana pak..” suara gadis itu begitu lembut , membuat birahi Rony jadi bangkit .<br />
<br />
Rony menatap gadis itu , dia tersenyum , di otaknya mencari cara , untuk memperdaya gadis itu .<br />
<br />
“ sebenarnya bisa lewat jalan ini terus lurus , tapi jalan di depan ada galian kabel , jadi harus muter , terus lewat gang kecil di sebelah sana..” kata ronny membohonginya .<br />
<br />
“ Oh , lewat jalan gang .. yang mana yah pak..” kata gadis itu lagi . “ wah jalannya sempit dan rusak , terus agak belok belok..” kata Rony lagi .<br />
<br />
Gadis itu diam , sepertinya binggung . “ begini saja , biar saya antar , saya naik motor , nanti kamu ikuti motor saya ..” kata Rony .<br />
<br />
Gadis itu tersenyum , “ wah , terima kasih , jadi repotin bapak saja nih..” .<br />
<br />
Rony tersenyum , jantungnya berdetak lebih cepat , rencananya sudah makin mendekati ke mangsanya . Rony tersenyum lagi lalu berkata “ tidak apa apa koq , tapi saya mau makan dulu yah.. di warung dalam sana .. kamu tunggu saja sebentar..” .<br />
<br />
Rony berencana , untuk mengepungnya bersama teman temannya dan membawanya masuk ke warung itu .<br />
<br />
Tapi di luar dugaan Rony , gadis itu malah turun dari mobil suzuki carry itu. “ eh pak , saya juga agak haus .. saya ingin minum juga..” katanya .<br />
<br />
Itu langkah yang salah , gadis itu tak menyadari banyak serigala lapar di dalam sana<br />
Rony tersenyum sekali lagi , dan menatap gadis itu . Yang berpakaian seksi dan sensual. Dia mengenakan gaun pesta . Bagian dadanya lumayan rendah membuat belahan dadanya agak terlihat .<br />
<br />
Buah dada gadis itu tidak besar, tapi padat dan bulat, dan tetap mengacung walaupun ia tidak mengenakan BH sekalipun. Pantatnya juga terlihat bulat di tutupi oleh gaun pesta itu.<br />
<br />
Panjang gaun malam itu hanya sampai sepuluh senti di atas lutut , membuat kakinya yang panjang terlihat jelas, halus, putih mulus. Karena ketatnya gaun yang ia pakai, gadis itu berjalan perlahan, masuk ke dalam warung itu. Rambutnya yang berwarna kecoklatan jatuh tergerai di punggungnya.<br />
<br />
Setelah gadis itu berada di dalam warung itu , Dia tidak yakin apakah memang tempat ini yang baik , setelah matanya melihat keadaan di sekelilingnya. Ia sendiri harus bertanya beberapa kali kenapa bisa sampai ke tempat ini.<br />
<br />
Gadis itu mulai grogi , dia terus dekat Rony yang asik melahap mie instan rebus , lalu memutuskan untuk memesan teh botol dan sambil berdiri menunggu sebentar.<br />
<br />
Keempat orang yang sedang bermain kartu remi memandanginya dengan mata melotot penuh nafsu birahi .Gadis itu sendiri merasa merinding ketika matanya menatap mata mereka. Mereka menjilati bibir mereka setiap kali mata Selly beradu pandang dengan mereka. Tak lama , suasana semakin memanas .<br />
<br />
“ pak , ayo tolong antarkan saya.” kata gadis itu pada Romy . Rony tersenyum “ sabar yah , oh iyah nama kamu siapa sih ” . Gadis itu tak menjawab . Tapi Rony bertanya lagi “ eh , nama kamu siapa ?” . “ Linda “ jawabnya singkat.<br />
<br />
“ Oh nama eloe bagus juga , “ kata Rony . Linda berkata lagi “ ayo pak , nanti saya bayar ongkosnya , tolong bapak antar saya sekarang “ .<br />
<br />
Rony tersenyum sinis , lalu tangannya hinggap di pantat Linda dan merabanya . Gadis itu tersendak “ eh.. jangan kurang ajar yah..” katanya . Rony tersenyum menyeringai “ he he he baru gitu aja eleo udah marah , gimana kalo gua entot loe..” .<br />
<br />
Nada bicara Rony berubah , yang tadinya lembut ,sekarang jadi kasar . Linda menyadarinya , ini tidak baik . Segera dia menuju ke pintu , untuk pergi dari sana . Tapi terlambat , dua orang bandit berada di depan pintu . Mereka berdiri sambil mengusapi selangkangan mereka .<br />
<br />
"Hei Non, gimana kalo loe buka baju eleo , jadi kita bisa senang senang!" seseorang dari mereka berkata. "Gimana kalo kita nyanyi sama-sama , sambil telanjang Non?" yang lain menimpali.<br />
<br />
Linda mulai panik , “ minggir , saya mau pergi ..” katanya .<br />
<br />
Tapi seseorang segera mendekatinya dan menempatkan tangannya di bahunya serta mendorongnya duduk di kursi sementara preman itu sendiri duduk di sebelah Linda. “ Hei , apa apa nih..” kata Linda<br />
<br />
Kemudian tanpa aba aba , preman itu menjilat dan mencium telinga Linda .Linda berontak , dan menjerit “ apa apa nih , bajingan… “ . Lalu tangan Linda reflek menampar pipi preman itu . Teman temannya yang lain tertawa tawa .<br />
<br />
Tiba tiba , preman itu mencabut belatinya , dan menancap belati itu di kursi kayu yang di duduki Linda , tepat di antar kedua paha Linda . Untungnya belati itu tak sampai melukai pahanya .<br />
<br />
Linda hanya bisa memandangi belati mengkilap itu dengan mulut terbuka tak percaya kejadian ini harus menimpa dirinya .<br />
<br />
Ketika Linda tidak mengatakan apa-apa, orang itu memasukkan tangannya ke dalam gaun Linda, merabai pahanya dan berusaha membuka kaki Linda. “ Hei , apa apa nih tolong , jangan “ . Linda meronta dan memandang sekelilingnya dengan tatapan memelas mohon pertolongan.<br />
<br />
“ Hei , jangan gangu dia , dia milik gua..” bentak Rony . Dan preman itu melepaskan tangannya .<br />
<br />
Rony segera mendekati pintu dan menguncinya. Dua orang preman memegang tangan Linda yang terus berusaha meronta dan menjerit, “ Tolong.. tolong… lepaskan… jangan…” dari atas tempat duduknya. Kedua laki-laki itu berkata “ yah terus menjerit .. gua suka dengar suara jeritan eleo…”<br />
<br />
Wajah Linda memutih pucat ketakutan, dan memohon pada mereka untuk melepaskan dirinya.<br />
<br />
Tapi dua dari preman itu segera menarik tangannya , dan membawanya ke meja kayu , yang biasa dipakai buat makan . Linda terus meronta . Tangan preman itu menjambak rambutnya . Akhirnya mereka berhasil membawa dan membaringkan Linda di meja kayu itu .<br />
<br />
Kemudian kedua tangannya di ikat pada kaki meja . Kini tangan linda , terikat terbuka , satu ke kiri dan satu kekanan . Kini Linda terbaring tak berdaya , dengan tangan terikat seperti di salib . Hanya kakinya yang bergerak menendang nendang tanpa arah . Juga jerit tangisnya yang memilu .<br />
<br />
“ Yah , terus berontak , gua suka sekali melihatnya..” kata Rony tertawa . Linda terus berontak , dan menangis memohon dilepaskan . Tapi Rony hanya tertawa . “ eh , eloe orang minggir , liatin gua aja yah , cewek ini punya gua..” kata Rony pada teman temannya.<br />
<br />
Teman temannya hanya tertawa tawa .<br />
<br />
Lalu Rony segera merobek gaun Linda , dengan bantuan belatinya . Sekali tarik gaun itu lepas seluruhnya di sertai jeritan Linda .<br />
<br />
Semua mata langsung tertuju pada tubuh Linda yang hanya memakai celana dalam hitam , dan juga bra yang hitam .<br />
<br />
Rony merangkak naik keatas meja . Tapi Linda segera menedangnya . Rony cepat tanggap ,menangkis tendangannya , lalu memukul keras perutnya , Linda menjerit kesakitan “ aduh , ampun jangan pukul…” .<br />
<br />
Rony pun turun lagi , dan mengikat kedua kakinya pada kaki meja itu . Kini Linda benar benar tak berkutik . Dia terikat diatas meja dengan kaki terbuka lebar. “ Ha ha cewek sialan loe , ayo berontak lagi..” kata Rony.<br />
<br />
Linda hanya bisa menitikan air mata . Dan Rony pun segera mendekatkan mukanya pada selangkanan Linda , menciumi aroma vaginanya yang masih terbungkus celana dalamnya. Linda mengelijing dan memohon “ tolong hentikan jangan lakukan ini…” . Tapi itu sia sia saja .<br />
<br />
Rony terus saja menciumi celana dalamnya , dan tak lama dengan belatinya itu dia merobek celana dalam dan Bra Linda . Kini tubuh Linda terbuka , tanpa sehelai benang pun . Rony menatap tubuh telanjang gadis itu , demikian juga preman preman bejat lainnya.<br />
<br />
Buah dada Linda yang montok , vaginanya yang kecil dengan sedikit bulu bulu kemaluannya. Rony segera mendekat ke vaginanya . Dengan dua jarinya dia membuka lebar bibir vagina Linda .” wah , memek eloe masih bagus yah , apa eloe masih perawan..” kata Rony.<br />
<br />
Linda tak menjawab , hanya terisak tangis . Rony pun mejulurkan lidah menjilati klitorisnya . Linda mengelijing dan meronta “ sudah tolong hentikan ” . Rony terus saja bernafsu melumat vagina Linda . Membuat Linda terus mengelijing .<br />
<br />
“ aghhh “ jerit Linda , ketika Rony memasukan dua jarinya ke liang wanita Linda . Jari Rony menyolok nyolok vagina linda dengan cepat . Jerit kesakita Linda , malah semakin membuat gerakkan jari Rony Liar . Rony mengorek ngorek liang vagina linda . Lalu menarik jarinya keluar.<br />
<br />
Rony mencabut jarinya , menatap jarinya yang basah , menyeringai , lalu kembali memasukan jarinya di liang vaginanya . “ rupanya , eloe udah gak perawan yah.. dasar perek ” ejek Rony .<br />
<br />
Kembali jarinya menyodok nyodok vagina Linda , membuat Linda mengeram pedih.<br />
<br />
Setelah Rony puas memainkan vaginanya , Rony melepaskan ikatan Linda dan langsung menariknya turun dari meja kayu itu .Linda tersungkur di lantai , dan Rony membuka celananya . Penis ngacung keras.<br />
<br />
Tiba-tiba, Rony menjambak rambut Linda dan menariknya , Linda menjerit kesakitan “ ahhhh , tolong ampun…” .<br />
<br />
Rony memerintahkan Linda untuk segera mengulumnya dan jika ia berani mengigit penisnya, ia akan merontokan gigi Linda .<br />
<br />
Rony memajukan penisnya mendekati muka Linda , penisnya yang sudah tegang dan keras, ia menjepit hidung Linda untuk membuat Linda membuka mulutnya. Linda meronta , tapi Kembali Linda menjerit keras , “ Ahhhh … “ ketika satu pululan tepat di mukanya<br />
<br />
Ketika Linda kehabisan nafas dan membuka mulutnya untuk menghirup udara, Rony segera mendorong penisnya ke dalam mulut Linda. dan mulai mendorong dan menarik kepala Linda.<br />
<br />
Kepala Linda bergerak maju dan mundur tanpa henti, terus menerus. Lipstik Linda yang berwarna merah menempel di batang penis yang ada di mulutnya. Dan ketika kepala penis itu masuk ke tenggorokannya Linda tersedak, tapi Rony tetap mendorong hingga kepala penis itu masuk lebih dalam di tenggorokan Linda.<br />
<br />
Air mata mulai meleleh di pipinya . Sambil Linda dipegangi hingga tak bergerak dengan penis yang terbenam hingga tenggorokannya. Rony kemudian menarik penisnya keluar , lalu mendorong lagi.<br />
<br />
Setelah kira kira 10 menit , Rony menekan masuk penisnya . Linda tersedak , dan terasa sperma Rony muncrat di tenggorokkannya . Setelah penis itu benar benar terlepas dari mulutnya , Linda segerah memuntahkan sperma yang memenuhi mulutnya.<br />
<br />
Seorang dengan perut buncit , tangannya penuh tatto segera menghapiri Linda.Membuka resleting celananya , Tangannya kemudian menjambak rambut Linda dan mulai mendorong masuk penisnya dalam mulut linda mengantikan Rony<br />
<br />
Menggerakan penisnya dengan kasar membuat penisnya kembali bergerak keluar masuk di mulut Linda. Semua orang dapat mendengar suara dahi Linda yang menumbuk perut orang itu, dan erangan Linda yang terdengar setiap kali penis itu masuk jauh ke tenggorokannya.<br />
<br />
Ketika laki-laki itu akan mengalami orgasem ia mendorong kepala Linda hingga hidung Linda terbenam di dalam rambut kemaluan orang itu tanpa bisa menarik nafas. Sperma langsung menyembur keluar memenuhi mulut Linda.<br />
<br />
Dan dari sudut mulut Linda sperma menyemprot keluar, mengalir turun, menggantung di dagu Linda. Kemudian orang itu mulai bergerak lagi tanpa henti. Sperma terus mengalir keluar, jatuh dari leher Linda .Ketika akhirnya ia menarik penisnya dari mulut Linda, Linda megap-megap menarik nafas dan terbatuk-batuk memuntahkan sperma yang masih ada di tenggorokannya.<br />
<br />
Dua orang kemudian memegangi Linda sementara yang lain mulai melepaskan pakaian mereka. Linda sendiri tak berdaya untuk melarikan diri, setelah baru saja ia mengalami shock.<br />
<br />
Ketika semuanya telah telanjang bulat, kembali Linda diangkat dan diletakan di atas meja kayu dan langsung dipegangi oleh empat orang laki-laki, setiap orang memegangi tangan dan kakinya. Kaki Linda terbuka lebar dan tubuhnya telentang.<br />
<br />
Rony kembali mendekat dan naik ke atas meja. Perlahan ia menggosokan penisnya yang besar ke kaki Linda. Yang lain hanya bisa memandang iri pada penis Rony yang panjangnya hingga 25 senti dan selalu ia yang mendapat kesempatan pertama. Rony memerintahkan orang di dekat kepala Linda untuk mengangkat kepala Linda hingga Linda bisa melihat ketika penis Rony mulai masuk ke vagina Linda.<br />
<br />
Orang yang memegangi kaki Linda berusaha membuka kaki Linda lebih lebar. Dengan satu kali dorongan keras, penis Rony dengan keras memasuki vagina Linda. Linda menjerit sekeras-kerasnya, “ AaHHHGG . . .” dan makin meronta-ronta, tanpa daya menghentikan Rony memperkosa dirinya.<br />
Rony sendiri menikmati sekali segala jeritan dan rontaan Linda. Ia menyeringai setiap kali Linda menjerit kesakitan.<br />
<br />
Ketika Rony sedang memperkosanya, laki-laki lainnya ikut menyakiti Linda dengan mencubit, meremas, meraba, mengisap, mengigit, menjilat dan menciumi seluruh tubuh Linda.<br />
<br />
Mereka mulai dengan memainkan buah dada Linda dan mengisapi puting susunya, tangan-tangan mereka juga menarik-narik dan menjepit puting susunya. Linda terus menjerit , pilu “ ahhhggg ampun Ahhhh hentikan tolong….” .<br />
<br />
Kaki Linda diangkat tinggi-tinggi dari atas meja sementara tangan-tangan merabainya, menikmati halusnya kaki Linda.<br />
<br />
Beberapa menit kemudian jeritan Linda hanya tinggal erangan dan rintihan tapi Rony tetap memperkosa Linda tanpa henti, terus bergerak makin cepat. Setelah lama kemudian, Rony menarik penisnya hingga hampir terlepas dari jepitan vagina Linda, ia mengerang dan maju mendorong ke depan sekuat tenaga.<br />
<br />
Kepala Linda terdongak dan jeritan melengking terdengar, melolong panjang keluar dari mulut Linda “ AGHHHH………”. Rony mengejang beberapa saat penisnya menyemburkan sperma ke dalam vagina Linda. Setelah Rony mencabut penis , spermanya pun berhamburan keluar dari liang vagina Linda yang membengkak dan memar.<br />
<br />
Laki-laki yang lain kemudian melepaskan pegangan Linda dan bertengkar mengenai giliran siapa selanjutnya.<br />
<br />
Linda hanya bisa berbaring , menangis , tubuhnya menjejang kesakitan . kaki dan tangannya masih terbuka lebar, ia menangis histeris. Ia telah diperkosa , dilecehkan, harga dirinya di injak injak .<br />
<br />
“Eh perek , kenapa nangis , Loe mustinya nikmatin, soalnya masih banyak cowok yang antri , semua mau cobain memek eloe kita baru aja mulai!" katanya pada Linda.<br />
<br />
Seorang laki-laki segera naik ke atas meja setelah Rony turun. Sekarang, Linda dapat merasakan bagaimana bibir vaginanya perlahan membuka kembali dan penis itu sedikit demi sedikit masuk ke dalamnya. Kesakitan kembali tercermin di wajah Linda, ketika ia merasa tubuhnya seperti dirobek oleh penis yang masuk.Linda mengerang lagi “ aghhh sakit…”<br />
<br />
"Loe jangan belagu deh! Kalo lo nggak suka sama punya gue atau punya temen gue tadi, masih ada yang laen! Cepet atau lambat lo pasti temuin yang lo suka!" bentak orang itu.<br />
<br />
Perkataan orang itu membuat apa yang telah ia takutkan selama ini menjadi nyata. Linda akan diperkosa bergantian oleh seluruh orang yang ada di bar itu. Dan ia tidak punya pilihan sama sekali. Linda hanya bisa menyerahkan dirinya dan melayani mereka hingga selesai.<br />
<br />
Sekarang Linda hanya berharap ia bisa keluar dari situ hidup-hidup, dan berharap tidak ada seorangpun yang tahu apa yang telah ia alami.<br />
<br />
Tak lama preman itu menyemburkan spermanya ke dalam vagina Linda yang sudah terisi oleh sperma Rony. Lalu dengan segera orang lain menggantikan laki-laki itu, kemudian laki-laki lain menyusul, setelah itu temannya juga mulai memperkosa Linda.<br />
<br />
Linda tidak bisa lagi menahan rasa sakit dan ia sudah kehabisan tenaga melayani laki-laki itu. Linda lalu menangis dan memohon pada semuanya agar melepaskan dirinya.” Sudah tolong lah Ahhh saya , sudah tak kuat , ahhh sakit…” .<br />
<br />
Tapi Laki-laki yang sedang menindihnya meremas buah dada Linda keras-keras hingga Linda menjerit kesakitan. “ AHHGGG sakit hentikan tolong…” . Dan menarik puting susunya dengan kuat “ AGHH sakit ampunnn…”<br />
<br />
"Jangan berisik! Lo belon ngelayanin temen-temen gue! Masih ada lima orang lagi!" bentaknya pada Linda.<br />
<br />
Tiba-tiba orang itu menarik penisnya keluar dan merangkak ke dada Linda. Linda sudah sangat ketakutan sekarang hingga ia hanya bisa berbaring dengan mata terpejam erat, menunggu orang selanjutnya yang akan mengambil giliran memperkosanya.<br />
<br />
Ia sama sekali tidak menyadari orang yang baru saja memperkosanya mengarahkan penisnya ke muka Linda. Dan tepat sebelum orang itu orgasme Linda membuka matanya. Sperma segera menyembur ke seluruh wajah Linda. Sehingga seluruh sperma itu keluar menyembur dari penis itu.<br />
<br />
Ketika orang itu puas ia menarik rambut Linda dan menamparkan penisnya ke wajah Linda. "satu-satunya yang boleh loe mohon cuma ini tau? Loe sendiri yang masuk ke sini pake pakaian merangsang kayak perek , dan loe mohon kita berhenti? Lo bercanda apa? Lo musti ngelayanin kita sampe kita nggak bisa bangun lagi! Ngerti" Orang itu membentak Linda.<br />
<br />
Lima orang terakhir kemudian mengambil giliran masing-masing dan memperlakukan Linda sama dengan orang sebelumnya. Ketika hampir orgasme, mereka menarik penisnya keluar, merangkak di atas dada Linda, dan memyemprotkan sperma mereka ke seluruh wajah dan buah dada Linda kemudian menarik rambut Linda untuk membersihkan penis mereka.<br />
<br />
Dan ketika orang yang terakhir selesai Linda berbaring hampir tak sadarkan diri.<br />
<br />
Wajah, buah dada, dan puting susu Linda seluruhnya dilumuri sperma. Sperma itu mengalir turun dari sisi wajahnya, masuk ke telinga dan leher Linda. Linda tidak bisa membuka matanya karena semuanya tertutup oleh sperma. Linda harus bernafas melalui mulutnya karena sperma sudah masuk ke hidungnya.<br />
<br />
Rambut Linda yang kecoklatan terlihat kusut karena terkena sperma yang mengering di rambutnya. Ketika orang-orang itu beristirahat sejenak, Linda hanya berbaring di atas meja , kakinya terbuka lebar dan sperma mengalir keluar dari vaginanya, menunggu orang selanjutnya memperkosa dirinya.<br />
<br />
Vagina Linda tampak memar, memerah, dan terasa sakit karena baru saja dimasuki sepuluh orang bergantian tanpa henti.<br />
<br />
Dua orang menarik tubuh Linda turun dari meja itu dan menyeretnya ke kamar mandi. Mereka kemudian membersihkan tubuh Linda dengan kertas tisu yang kasar dari sperma yang menempel. Dan ketika tubuhnya diseret keluar lagi, Linda melihat meja tadi telah dipindahkan ke pinggir ruangan.<br />
<br />
Di tengah ruangan itu sekarang tergelar matras kusam dan delapan laki-laki telanjang bulat berdiri mengelilinginya. Linda didorong ke tengah-tengah lingkarang orang itu, hingga ia terjatuh ke atas matras, tubuhnya tersungkur tak berdaya untuk mengangkat tubuhnya.<br />
<br />
Linda merasakan tangan-tangan di seluruh tubuhnya mulai menarik, mendorong dan mengangkat tubuhnya. Ketika Linda membuka matanya ia melihat seseorang telah berbaring telentang di bawah tubuhnya.<br />
<br />
Orang itu adalah si Rony, dan penisnya sudah tegak berdiri. Kedua bibir vagina Linda kemudian dibuka oleh dua pasang jari-jari ketika perlahan tubuh Linda diturunkan mengarah ke penis Rony. Dengan sisa-sisa sperma yang ada, penis itu dapat lebih mudah masuk ke dalam vagina Linda.<br />
<br />
Dan Linda sendiri hanya mengerang, merasakan kembali sakit “ Ahggg Aghh perih tolong hentikan sudahh..”<br />
<br />
Seseorang kemudian menarik rambutnya, dan sebuah penis lain mendekati mulutnya. Linda dengan perlahan membuka mulutnya, berharap mereka tidak akan menyakitinya jika ia menuruti kemauan mereka. Penis itu masuk hingga ke tenggorokan Linda dan berhenti tak bergerak.<br />
<br />
Selanjutnya Linda merasakan sebuah tangan mendorong tubuhnya hingga turun. Kemudian tangan-tangan lain mulai membuka belahan pantatnya. Linda panik dan berusaha merangkak menjauhi tangan-tangan itu. Dengan merangkak Linda membuat penis di mulutnya masuk makin dalam ke tenggorokannya.<br />
<br />
"Hei, lo suka juga akhirnya! Kalo gitu ayo mulai aja sayang!" kata orang yang memasukan penisnya ke mulut Linda sambil tersenyum.<br />
<br />
Ia mulai menggerakan pinggulnya secepat dan sekuat tenaga. Tubuh Linda yang terdorong mundur karena gerakan orang itu, disambut dengan sebuah penis lain di liang anusnya. Sekarang rasa sakit yang perlahan mulai hilang dari tubuh Linda, kembali menyengat seluruh tubuhnya.<br />
<br />
Rasa sakit itu semakin menjadi-jadi, sakit yang tidak pernah dirasakan Linda sebelumnya. Pikiran Linda menjerit-jerit kesakitan, sedangkan mulutnya hanya bisa mengeluarkan suara tidak jelas diredam oleh penis yang keluar masuk.<br />
<br />
Rasa sakit itu makin menjadi-jadi, ketika ketiga orang itu mulai bergerak berirama. Tubuh Linda seperti terkoyak-koyak ketika penis-penis itu bergantian keluar masuk di dalam vagina dan anusnya.<br />
<br />
Dua orang kemudian mendekat memegangi tubuh Linda hingga ia tidak terjatuh ke samping. Semua lubang di tubuh Linda, mulut, vagina dan anus dipergunakan oleh mereka untuk memuaskan nafsu mereka secara bersamaan.<br />
<br />
Kemudian dua orang terkakhir tadi menarik tangan Linda, melingkarkan jari-jari Linda di penis mereka dan menyuruhnya untuk mulai mengocok penis-penis mereka, sementara dua orang lainnya berlutut di samping Linda, dan menarik buah dadanya untuk kemudian digosokan pada penis mereka.<br />
<br />
Sekarang Linda sudah dalam keadaan berlutut, tubuhnya bergoyang maju mundur. Tujuh dari sepuluh orang itu terus-menerus menggunakan tubuh Linda untuk membuat mereka puas. Tidak seorang pun peduli dan melihat bahwa Linda sama sekali tidak bisa bergerak. Semuanya tampak sangat bernafsu memperoleh bagian tubuh Linda.<br />
<br />
Setelah beberapa menit rasa sakit itu mulai bisa ditekan oleh Linda. Linda terus memejamkan matanya karena ia tidak ingin melihat bagaiman orang-orang itu mempergunakan tubuhnya untuk memuaskan mereka. Ia hanya berharap semua itu segera selesai, karena dirinya hampir tidak bisa lagi menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya.<br />
<br />
Orang di anus Linda lebih dulu orgasme. Ketika ia selesai dan menarik penisnya keluar, orang lain maju dan dengan mempergunakan sperma orang yang pertama, ia melumasi penisnya dan memasukannya ke anus Linda. Lalu orang di mulutnya menyemburkan sperma, membuat Linda tersedak tak bisa bernafas, berusaha sekuat tenaga menelan sperma orang itu.<br />
<br />
Lalu penis itu ditarik dan digantikan oleh penis lain, yang kali ini lebih besar. Linda berusaha membuka mulutnya, tapi orang itu tidak sabar dan langsung mendorong penisnya masuk, dan mulai bergerak.<br />
<br />
Ia mendorong penisnya dalam-dalam dan tidak menariknya keluar, terus menahannya di dalam tenggorokan Linda. Linda kemudian merasakan getaran dari tubuh Rony di bawahnya dan cairan hangat mengalir ke dalam vaginanya, segera setelah itu orang lain menggantikan posisi Rony tadi.<br />
<br />
Orang-orang tadi bergantian memperkosa Linda di seluruh lubang yang ada, ia terus menelan semua sperma yang disemburkan di dalam mulutnya. Dua orang di depan wajahnya mengocok penisnya masing-masing dan mengarahkan penisnya ke wajah Linda.<br />
<br />
Ketika Linda melihat ke bawah, orang di bawah tubuhnya sedang menatap wajahnya dan kepalanya diganjal oleh kedua tangannya. Tak lama kemudian sperma kembali masuk ke dalam vagina Linda, dua detik kemudian sperma menyembur ke anusnya.<br />
<br />
Penis lain kembali masuk ke vagina Linda. Linda kembali memejamkan matanya, ia sekarang hanya bisa mengeluarkan suara erangan, “ aghhh aghh aghh…” . yang semakin tinggi ketika penis lain masuk ke anusnya. Ketika ia membuka matanya lagi, Linda melihat sebuah penis diarahkan ke wajahnya.<br />
<br />
Kepala penisnya berwarna ungu bulat, dan beberapa detik kemudian sperma menyembur menghantam wajahnya mengalir masuk ke mulutnya. Orang tubuh kemudian minggir dan sebuah penis lain maju mendekat.<br />
<br />
Sepanjang malam Linda terus melanyani sepuluh orang itu hingga semuanya mendapat bagian menggunakan mulut, vagina dan anusnya paling sedikit satu kali.<br />
Dan ketika orang-orang tersebut puas dan menjauh dari tubuh Linda, tubuh Linda tersungkur , terkapar tak berdaya .Linda lalu mengangkat wajahnya berusaha melihat orang-orang yang mengelilinginya, setelah itu semuanya gelap Linda tak sadarkan diri.</span></span>Private Securityhttp://www.blogger.com/profile/10275932906534986125noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4303797405610259907.post-89062309648678760062011-03-08T00:37:00.000-08:002011-03-08T00:37:09.086-08:00Kisah Gadis Muda (Part 1)<span class="Apple-style-span" style="border-collapse: separate; color: black; font-family: 'Times New Roman'; font-size: small; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; letter-spacing: normal; line-height: normal; orphans: 2; text-indent: 0px; text-transform: none; white-space: normal; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span class="Apple-style-span" style="color: #333333; font-family: Verdana,Arial,Tahoma,Calibri,Geneva,sans-serif; font-size: 13px;">Latar Belakang:<br />
Ada seorang gadis yang dari kecil sudah melakukan sex, gadis itu bernama Gita. Gita adalah gadis yang mungkin hanya dalam impian (emang ya sih, nih juga karangan hehehe….), karena Gita mempunyai wajah yang sangat cantik melebihi artis-artis manapun dan kulitnya putih mulus yang membuat wajahnya jadi semakin cantik, dia juga mempunyai badan yang sangat indah dengan dada yang berukuran 38C, pantat yang seksi dan kaki yang indah, selain itu dia sangat baik terhadap semua orang baik pria maupun wanita, dan dia tidak pernah keberatan jika dia dijadikan objek untuk pemuas nafsu oleh para pria karena dia memang sangat suka jika tubuhnya ‘dikeroyok’ oleh para laki-laki selain itu dia juga senang sekali jika dia dianggap budak sex oleh laki-laki yang menggaulinya dan dia tak pernah marah atau mengeluh walaupun dia diperlakukan seenaknya oleh para lelaki, bahkan di sekolahnya dia dipanggil sayang oleh semua teman laki-lakinya dan dia tidak pernah marah jika dipanggil seperti itu oleh semua temannya. Cerita ini bermulai ketika dia merayakan kelulusasannya dengan teman-temannya di vila temannya.<br />
<br />
Kisah Gadis Muda : Pesta Perpisahan part 1<br />
<br />
Gita sudah putus asa karena kini dia tinggal sendiri, ayahnya meninggal dalam kecelakaan pesawat dan ibunya sudah tidak perduli lagi padanya dan pergi meninggalkannya entah kemana. Gita berpikir bagaimana caranya dia membayar sekolah, lalu dia teringat omnya yang kaya, ternyata omnya setuju untuk membiayainya sekolah. Gita jadi senang dan perasaannya jadi tenang. Tak terasa, Gita sudah lulus SMA, lalu teman-teman satu angkatannya mau mengadakan pesta perpisahan di villa salah satu temannya di puncak, Gita sudah tau kalau dia akan ‘dikerjai’ sebab ada temannya yang memberitahu, Gita malah tidak sabar untuk menjadi objek sex untuk para teman-temannya.<br />
<br />
Lalu Gita menyiapkan barang-barang yang akan dibawanya pada 2 jam sebelum dia dijemput oleh temannya. Karena Gita adalah seorang eksibisionis, jadinya dia sama sekali tidak membawa celana dalam dan bra, selain itu semua baju yang dibawa Gita berupa tank top yang ketat, sedangkan bawahannya, Gita membawa hotpants dan rok mini yang tidak ketat sehingga mudah tertiup angin. Tak lama kemudian, temannya menjemput dengan taksi, dan dia langsung masuk ke dalam taksi. Di perjalanan dia mengobrol dengan teman baiknya yang bernama Tina, secara tak sengaja si supir taksi melihat pemandangan yang indah lewat kaca belakangnya. Si supir melihat paha Gita yang putih mulus dan vagina Gita yang tidak ditutupi bulu karena rok mini yang dipakai Gita tersingkap, Gita sengaja menyingkapkan roknya karena dia senang jika diperhatikan. Gita berbisik pada Tina ‘Tin, kayaknya supir taksi itu mulai mupeng deh, gara-gara gw liatin vagina gw’ lalu Tina menjawab dengan berbisik juga “gile lw, kasihan tau, ntar kalau dia udah gak tahan gimana?”<br />
<br />
Gita menjawab ‘biarin aj’ lalu mereka berdua tertawa bersama. Setelah sampai, mereka berdua langsung keluar dari taksi dan langsung membayarnya. 1 angkatan Gita setuju untuk berkumpul di sekolah. Ternyata bisnya sudah ada dan juga tidak ada guru yang ikut, karena yang mengadakan mereka sendiri. Lalu mereka semua naik bus yang telah ditentukan. Ketika Gita masuk bisnya, para laki-laki langsung berdiri untuk mempersilakannya duduk disamping mereka. Gita memilih duduk di kursi belakang, dimana ada 2 cowok yang bernama Fajri dan Bobby yang disisihkan karena mereka dianggap aneh karena mereka berdua sering berbicara sendiri, jadinya di kursi belakang hanya mereka berdua dan mereka berdua duduk di paling pojok. Gita merasa kasihan jadinya dia ingin berteman dengan mereka, karena tidak ada yang mau berteman dengan mereka, bahkan didepan mereka tidak ada yang mau duduk. Gita bertanya pada mereka berdua “boleh gak aku duduk disini?” mereka mengangguk sambil bengong karena mereka tidak percaya, cewek terpopuler dan tercantik di sekolah mereka mau duduk diantara mereka, lalu Gita duduk di tengah-tengah di antara mereka. Gita bertanya “oh ya, kata orang-orang kalian sering ngomong sendiri ya? Emang kalian ngomong ama siapa sih?” Fajri dan Bobby menjawab secara bersamaan “sama temen khayalan” lalu Gita berkata “oh, kalian masih punya teman khayalan ya? Aku iri deh… Temen khayalanku udah gak ada sejak aku umur 13 tahun” Bobby berkata “kamu d-Lu punya?” Gita mengangguk, lalu mereka bertiga mengobrol tentang tentang teman khayalan. Lalu Fajri berkata “gw gak nyangka,cewek yang paling populer di sekolah ternyata baik banget ya” Gita menjawab “makanya, jangan nilai orang sebelum kenal.” Lalu mereka mengobrol”dan bermain permainan yang ada di hp Gita. Sudah 3 jam mereka asyik mengobrol dan bermain, Gita berbisik pada Fajri dan Bobby “mau gak kalian ngerasain vagina cewek?” Bobby dan Fajri langsung mengangguk dengan penuh semangat. Lalu Gita langsung menarik rok mininya hingga ke perutnya sehingga vaginanya yang indah terlihat jelas oleh Fajri dan Bobby. Lalu Gita menyuruh Fajri untuk jongkok didepan selangkangannya dan menjilati vaginanya. Sementara Gita menyuruh Bobby melepas celananya. Fajri sudah mulai menjilati vagina Gita sementara Gita memainkan tangannya di penis Bobby. 10 menit telah berlalu, akhirnya Gita mengalami orgasme, Fajri melahap habis cairan manis Gita lalu Gita menyuruh Bobby berganti posisi dengan Fajri, setelah Gita mengalami orgasme lagi, kali ini giliran Gita yang berjongkok di bawah mereka dan mengulum kedua penis mereka, hingga mereka berdua menyemburkan sperma mereka dalam mulut Gita sampai sperma mereka meleleh keluar dari mulut Gita, lalu Gita memutarkan lidahnya di sekitar mulutnya. Lalu mereka tertawa bersama-sama dan mengobrol lagi, Fajri dan Bobby mengobrol lagi dengan Gita sambil memainkan jari mereka di vagina Gita. (aku cepetin yaaa…. Biar gak bosen).<br />
<br />
Setelah sampai di tempat yang dituju ternyata tempatnya sangat megah dan luas karena ada 7 vila di daerah itu, dan semuanya punya temannya yang mengadakan pesta perpisahan. Dan juga ada 1 lagi vila yang lebih besar dari yang lainnya. Gita menebak kalau itu adalah vila utamanya. Malam harinya, semua orang diminta untuk berkumpul di vila utama. Akhirnya ‘pesta’ akan dimulai, pikir Gita. Lalu setelah semua berkumpul, Gita dipanggil ke tengah-tengah ruangan, ketika Gita sudah ditengah ruangan, teman-temannya teriak “buka….Buka…..Buka….!!!” Lalu Gita mulai menari sensual, Gita meliuk-liukkan badannya agar lebih sensual, lalu Gita mulai membuka tank top dan hotpantsnya dengan gaya yang sangat menggoda, setelah semuanya lepas terlihatlah tubuh Gita yang sangat sexy, lalu tiba-tiba ada yang berkata “gile, bodynya Gita emang bagus banget!!!”<br />
<br />
Gita hanya tersenyum, lalu Gita berkata “kalau kalian semua mau nikmatin tubuhku, ada syaratnya” ada yang menjawab “emang syaratnya apaan?” Gita berkata lagi “syaratnya, semuanya boleh nikmatin badanku gak ada pengecualian, awas ya kalau sampe ada yang ngelarang-larang” lalu mereka menjawab serentak “oke deh!!” lalu Gita tiduran di lantai dan berkata “ayo, siapa duluan yang mau?” para laki-laki sudah ingin maju, tapi tiba-tiba para cewek-cewek berkata “eeitt, cowok belakangan, kan ladies first” lalu semua cewek mengambil sesuatu dari tasnya, ternyata semua cewek sudah sepakat untuk membawa dildo masing-masing, semua dildo rata-rata berukuran 25 cm, Gita sanget kaget karena ukuran dildonya besar-besar yang berjumlah 100 buah yang akan memasuki baik anusnya ataupun vaginanya. Lalu Tina mendapat giliran pertama memasukkan dildonya di vagina Gita, lalu Mona (temen baik Gita selain Tina) memasukkan dildonya ke lubang anus Gita, mereka memasukkan dildonya secara bersamaan dan dengan hentakan keras sehingga Gita merintih dengan nada manja “aduh,,,,sakit,,,,pelan-pelan donk!!” Tina dan Mona menyamakan iramanya hingga Gita mendesah keenakan karena dia memang suka jika kedua lubangnya dimasuki secara bersamaan, lalu ada cewek yang bertugas untuk mengisap payudaranya, dan ada yang bertugas untuk melumat bibirnya, sedangkan para cowok merekam semua yang terjadi baik dengan handycam maupun hp mereka masing-masing. Karena semua bagian sensitifnya disentuh, maka dalam 10 menit saja Gita sudah orgasme yang pertama, lalu Tina menjilati dildonya dan vagina Gita untuk merasakan cairan manis dari Gita, lalu kini Mona memasukkan dildonya ke vagina Gita, dan Gita orgasme yang kedua, lalu Mona mengeluarkan dildony, dan melakukan seperti apa yang dilakukan Tina tadi. Dan kini berganti orang dan melakukan hal yang sama, sampai akhirnya 100 buah dildo pernah masuk di anus dan vagina Gita. Lalu setelah selesai, Gita diberi istirahat selama 5 menit, lalu Gita diberi pil, ternyata pil itu membuat stamina wanita menjadi kuat sekaligus membuat wanita itu terangsang. Setelah meminumnya, Gita merasa badannya sangat segar sekaligus panas, lalu Gita disuruh di tidur lantai lagi, lalu mulailah tubuhnya yang putih dan mulus itu dijamah oleh semua teman laki-lakinya yang jumlahnya 148 orang.<br />
<br />
Entah sudah berapa lama tubuh Gita dinikmati oleh temannya, sudah berapa penis yang masuk dan menyemburkan sperma baik di badan, mulut, anus, ataupun vagina Gita, karena Gita sudah merasa di surga sehingga dia tidak bisa mengontrol badannya sendiri. Setelah merasa di dalam vagina, anus, dan mulutnya tidak ada penis lagi, Gita mulai dapat mengendalikan pikirannya dan mengontrol badannya, dia melihat sekitar, ternyata semuanya tertidur, terlihat oleh Gita kalau mereka (para cowok) tidak hanya menikmati tubuhnya saja tapi juga menikmati tubuh cewek-cewek yang lain. Lalu tiba-tiba Gita merasa kalau ada yang menjilati kedua payudaranya, Gita melihat ternyata itu adalah Tina dan Mona sedang menjilati payudaranya yang berlumuran sperma, lalu setelah payudaranya bersih, mereka menjilati setiap jengkal tubuh Gita karena semua bagian tubuh Gita berlumuran sperma. Setelah tubuh Gita bersih, Tina dan Mona mengangkat tubuh Gita ke kamar mandi dan mandi bersama-sama. Mereka memang sudah bersahabat sejak mereka masih kelas 1 SMA, karena mereka bertiga mempunyai badan yang sexy dan muka yang cantik, mereka dipanggil The Angels oleh teman-temannya. Mereka sering melakukan hubungan lesbian, sehingga tak heran pertemanan mereka sangat erat.<br />
<br />
Setelah selesai mandi, mereka ingin mengeringkan badan mereka dengan handuk tetapi tiba-tiba dari belakang ada yang memeluk mereka, lalu dada mereka diremas-remas dan puting mereka diplintir oleh tangan2 asing itu. Tangan yang meremasi dada Gita berpindah ke vaginanya, lalu orang asing itu memasukkan jarinya ke dalam vagina Gita dan memainkannya sehingga Gita mendesah kenikmatan, hal yang sama juga terjadi pada Tina dan Mona, 5 menit lamanya vagina mereka dijamah oleh tangan-tangan asing, akhirnya jebolah pertahanan mereka dan mengalami orgasme hampir secara bersamaan, lalu 3 orang asing itu memasukkan jari mereka yang berlumuran cairan manis dari vagina yang mereka jamah ke mulut pemilik vagina yang mereka jamah. Gita, Tina, dan Mona mengulum jari orang-orang asing yang menjamah tubuh mereka sampai jari tersebut bersih. Lalu mereka bertiga menengok kebelakang karena penasaran. Ternyata 3 tangan itu milik 3 orang pengurus vila temannya, lalu Gita berkata “aduh, abang-abang ngagetin kami aja deh!!”. “Abang-abang ma temen-temen abang juga pengen pesta ya?” sambung Mona, salah satu lelaki tersebut menjawab “mau donx, asalkan non-non ini mau dateng di pesta kami!”. “Yaudah, tapi kalian harus gendong kami ya, soalnya kami capek abis dikerubutin!” sahut Tina, tanpa basa-basi mereka bertiga menggendong Gita, Tina, dan Mona. Setelah sampai di rumah istirahat para pengurus vila, ternyata ada 6 laki-laki yang semuanya berwajah jelek dan berkulit hitam, lalu salah satu dari mereka berkata “wah, ini dia pestanya udah datang!!”<br />
<br />
Tanpa basa-basi, mereka ber-9 melucuti baju mereka hingga mereka telanjang bulat. Lalu masing-masing Tina, Gita, dan Mona mendapatkan 3 cowok. Gita mendapatkan 3 cowok yang terjelek diantara mereka ber-9. Lalu 3 cowok itu membagi tugas, ada yang melumat bibir mungil Gita, ada yang melahap vaginanya, setiap kali Gita orgasme mereka bertukar tempat, yang tadinya di vagina berpindah ke mulutnya, yang di mulut pindah ke dadanya, yang di dada pindah ke vaginanya, sementara itu Tina sedang mengoral 3 penis milik pasangannya, sedangkan Mona ketiga lubangnya yaitu mulut, anus, dan vaginanya masing-masing sudah diisi oleh penis. Gita mengalami 3x orgasme, dan akhirnya 3 lubang Gita dan Tina diisi oleh penis, 40 menit mereka melakukannya sambil berganti-ganti posisi, dan pasangan. 1 jam berlalu, sepertinya 3 orang yang menggarap tubuh Mona akan keluar lebih dulu, 5 menit kemudian 3 orang itu menyemburkan spermanya ke dalam tubuh Mona, lalu 10 menit disusul oleh 3 orang yang menikmati tubuh Tina, rupanya 3 orang yang menggarap tubuh Gita adalah yang terkuat karena 1,5 jam, mereka belum menandakan akan orgasme, lalu 10 menit kemudian akhirnya mereka ber3 bersamaan menyemburkan spermanya di dalam tubuh Gita. Akhirnya mereka selesai, salah satu dari 9 orang itu bertanya “non-non ini umurnya berapa taun sih?” Gita menjawab “17 taun, emang knp?” orang yang lain menjawab “pantesan aj lobang memek ‘n pantatnya sempit banget, masih 17 tahun.” “Tapi abang-abang ini, suka kan kalo masih sempit?” orang itu menjawab “ya iyalah non, apalagi ditambah muka non-non yang cantik, jadi tambah nafsu” mereka tertawa bersama-sama, dan 1 jam kemudian mereka mulai ronde yang kedua, mereka senang karena mereka udah puas nikmatin tubuh Gita, Tina, dan Mona, mereka mengantar Gita,Tina, dan Mona kembali ke vila utama. Gita, Tina, dan Mona langsung tertidur karena badan mereka sangat kelelahan.</span></span>Private Securityhttp://www.blogger.com/profile/10275932906534986125noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4303797405610259907.post-21038479608169914582011-03-08T00:36:00.001-08:002011-03-08T00:36:39.613-08:00Penyesalan Yang Terlambat<span class="Apple-style-span" style="border-collapse: separate; color: black; font-family: 'Times New Roman'; font-size: small; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; letter-spacing: normal; line-height: normal; orphans: 2; text-indent: 0px; text-transform: none; white-space: normal; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span class="Apple-style-span" style="color: #333333; font-family: Verdana,Arial,Tahoma,Calibri,Geneva,sans-serif; font-size: 13px;">"Dadanya montok, sayang kakinya bisulan. Yang satu itu boleh juga, wah, celana dalamnya berwarna hitam" Andy sedang duduk di kantin kampusnya bersama teman-temannya. Biasanya Andy suka bercanda dan tertawa keras-keras bersama teman-temannya. Tapi beberapa hari ini dia kelihatan agak lain dari biasanya. Bila sedang berada di kantin sekolah, dia kelihatan asyik memandangi orang-orang yang lewat, atau lebih tepatnya cewek-cewek cantik dan seksi yang sedang lewat.<br />
<br />
Tiba-tiba Tono yang sedang duduk di samping Andy menepuk bahunya sambil berkata. "Hei, ada apa denganmu? Kamu liat apa sih? Kok diam aja dari tadi."<br />
"Ah.. tidak.." Jawab Andy, pandangannya tetap terarah pada cewek cakep yang sedang duduk di seberang meja. Andy sedang mencoba untuk melihat celana dalam cewek tersebut.<br />
Tono mencoba mengikuti pandangan Andy, lalu dia tertawa keras-keras sambil menepuk-nepuk bahu Andy lebih keras dari sebelumnya.<br />
<br />
"Ada apa sih, sakit tau." Kata Andy dengan kesal.<br />
"Jangan-jangan.. kamu tertarik ama si Susi yah." Kata Tono.<br />
"Apa.. maksudmu." Wajah Andy sedikit memerah, karena ketahuan sedang memandangi Susi.<br />
"Andy tertarik ama Susi? Wah ini berita besar nih. Ntar kita sebarkan pada teman-teman sekelas." Kata Iwan yang duduk berhadapan dengan Tono.<br />
"Hei, jangan macam-macam ya kalian. Awas kalo kalian berani bilang." Ancam Andy.<br />
"Wah, mengancam nih. Ini berarti.. dia memang ada maksud sama si Susi." Tawa Iwan.<br />
"Ah sudahlah, bosan aku bicara sama kalian." Kata Andy sambil bangkit berdiri dari kursinya dan kembali ke kelasnya.<br />
"Udah bosan sama kita katanya." Ledek Tono. "Sekarang dia udah mau sama si Susi."<br />
<br />
Teman-teman lain yang juga duduk satu meja dengan Andy tertawa terbahak-bahak.<br />
<br />
Saat ini Andy sedang memasuki tahun kedua pada kuliahnya. Entah kenapa, akhir-akhir ini, gairah sex Andy menjadi lebih tinggi dari biasanya. Setiap kali melihat cewek seksi yang pakai rok mini lewat, dia suka berangan-angan sedang bercumbu dengan cewek tersebut, melepaskan BH dan celana dalamnya perlahan-lahan, kemudian meremas-remas kedua dadanya, lalu mengelu-elus vagina-nya yang lembut..<br />
<br />
*****<br />
<br />
"Aku pulang." Kata Andi.<br />
<br />
Seperti biasanya, setelah melemparkan tasnya ke dalam kamarnya, dia langsung menuju dapur untuk mencari sesuatu untuk dimakan. Akan tetapi, alangkah terkejutnya dia, saat dia sampai di dapur, dia melihat seorang cewek berambut panjang yang tidak dikenalnya sedang memasak indomie.<br />
Andy spontan berkata dengan agak kasar. "Siapa kamu!"<br />
<br />
Cewek itu membalikkan tubuhnya, dan terlihatlah dua buah dada yang besar dan montok, pinggul yang ramping serta sepasang kaki yang halus.<br />
<br />
Andy terkesima sejenak, apalagi cewek itu sedang mengenakan celana pendek serta T-shirt berwarna putih yang tidak menutupi bagian pusarnya.<br />
"Er.. saya.. saya mahasiswa baru yang akan menginap disini." Jawab cewek itu, wajahnya yang cantik dan polos kelihatan cemas dan khawatir, karena dia takut dia akan disangka maling.<br />
<br />
"Oh iya." Kata Andy. Dia baru teringat akan perkataan orang tuanya, bahwa ruang kosong yang ada di lantai satu akan disewakan kepada dua orang mahasiswa tahun pertama.<br />
"Tapi.. bukankah ada dua orang? Yang satu lagi ada dimana?" Tanya Andy.<br />
"Er.. teman saya besok baru bisa datang." Jawab gadis itu.<br />
"Oh, begitu ya, em.. nama saya Andy. Barusan.. sori yah, soalnya saya lupa." Kata Andy dengan wajah yang agak memerah, soalnya barusan dia telah membentaknya dengan keras.<br />
"Oh, tidak apa-apa. Nama saya Elisa." Kata gadis itu.<br />
<br />
*****<br />
<br />
Jam di dinding menunjukkan pukul 5 sore. Andy sedang duduk di lantai kamarnya, nafasnya terengah-engah, tangan kirinya sedang membalik-balik halaman majalah Playboy yang dia pinjam dari temannya, sementara tangan kanannya sedang mengocok-mengocok penisnya dengan cepat.<br />
<br />
Tidak lama kemudian, saat dia merasa akan orgasme, dia cepat-cepat mengambil kantong plastik yang sudah disediakan disampingnya, lalu disemprotkan spermanya ke dalam kantong plastik tersebut.<br />
<br />
Untuk beberapa saat, Andy duduk termenung di lantai kamarnya, sambil membayangkan tubuh Elisa yang seksi.<br />
<br />
*****<br />
<br />
Malam itu, Andy tidak bisa tidur. Setelah berguling-guling di tempat tidurnya selama setengah jam, akhirnya dia memutuskan untuk turun ke dapur untuk mencari makanan. Orang tua Andy sedang bepergian keluar kota bersama kedua adiknya yang kebetulan sedang liburan. Mereka baru pulang pada keesokan harinya, jadi rumah Andy menjadi lebih sepi dari biasanya.<br />
<br />
Malam itu rumah Andy hanya dihuni oleh 4 orang, yaitu: Andy, tantenya, seorang pembantu rumah tangga, dan mahasiswi yang baru masuk itu.<br />
<br />
Kamar Andy terletak di lantai dua, sementara kamar tantenya, dan kamar si pembantu rumah tangga terletak di lantai tiga.<br />
<br />
Saat Andy tiba di lantai satu dan hendak menuju ke dapur, dia melihat Elisa baru saja keluar dari toilet sambil mengenakan piyama yang sedikit tembus pandang. Elisa melihat ke arah Andy dan tersenyum, kemudian dia langsung menuju ke kamarnya yang terletak di lantai satu.<br />
<br />
*****<br />
<br />
Jam dinding yang tergantung di dapur menunjukkan pukul 12.30 malam. Andy sudah menghabiskan semangkuk indomie, dan sekarang sedang duduk melamun di dapur. Dia tidak bisa melupakan lekuk tubuh Elisa yang seksi itu. Semakin dipikir, Andy semakin bernafsu, dan akhirnya, setelah duduk melamun di dapur selama sepuluh menit, Andy memutuskan untuk memasuki kamar Elisa dan melihat tubuhnya secara langsung.<br />
<br />
Mula-mula Andy kembali ke kamarnya untuk mengambil kunci kamar Elisa yang dititipkan ibunya kepadanya. Ibu Andy takut kalau-kalau mahasiswi yang baru masuk itu akan melakukan perbuatan terlarang di kamar tersebut, sehingga dia menitipkan kunci cadangan kepada Andy.<br />
<br />
Andy lalu turun lagi ke dapur dan mematikan lampu dapur, sehingga sekarang suasananya menjadi gelap gulita. Setelah itu Andy langsung menuju ke kamar Elisa. Saat Andy memasukkan kunci tersebut dan memutarnya, terdengar bunyi "Klik!" yang lumayan keras, karena waktu itu sudah larut malam, sehingga bunyi yang kecil pun terdengar cukup jelas.<br />
<br />
Andy menunggu sejenak karena takut kalau-kalau Elisa terbangun. Setelah memastikan bahwa Elisa masih tertidur lelap, dia lalu memasuki kamar Elisa, menutup pintu tersebut dengan perlahan-lahan, dan mengunci pintu tersebut, untuk berjaga-jaga.<br />
<br />
Andy lalu bergerak ke tempat tidur Elisa. Elisa tidak menutup tirai jendela kamarnya, sehingga cahaya bulan yang berasal dari luar adalah satu-satunya penerangan di kamar itu, tapi cukup bagi Andy untuk melihat sekeliling ruangan.<br />
<br />
Saat itu Elisa sedang tidur menghadap ke samping sambil memeluk gulingnya. Andy lalu berdiri di samping tempat tidur Elisa sambil menatap posisi tidurnya. Saat Andy melihat wajah Elisa yang polos dan lembut, untuk sesaat gairah sexnya hilang, digantikan oleh suatu perasaan aneh yang bergejolak di hatinya.<br />
<br />
Namun saat Andy melihat punggung Elisa, terlihat baju piyamanya agak tersingkap ke atas, dan celana dalamnya yang berwarna cerah menyembul keluar dari celana panjangnya. Tiba-tiba saja, gairah sex Andy muncul kembali.<br />
<br />
Andy lalu dengan tangan yang gemetaran mencoba memegang pantat Elisa, dan pada saat tangannya bersentuhan dengan pantat Elisa, kontan batang penis Andy menegang.<br />
<br />
Andy biasanya hanya melihat cewek bugil melalui majalah atau VCD porno saja, jadi dia tidak pernah melihatnya secara langsung. Pada saat ini, seorang cewek seksi sedang terbaring di depan matanya, tentu saja gairah sex-nya langsung mencapai batas maksimal.<br />
<br />
Akhirnya Andy tidak tahan lagi. Dia lalu memutarkan tubuh Elisa ke arahnya, melepaskan tangan Elisa dari gulingnya, lalu mengambil guling tersebut dan meletakkannya di atas lantai.<br />
<br />
Kemudian Andy melepaskan kancing baju Elisa satu persatu. Saat Andy selesai membuka baju tidur Elisa, terlihatlah, BH yang berwarna putih dan bercorak bunga-bunga menutupi buah dada Elisa yang besar, pada saat ini, batang penis Andy kontan menegang hingga batas maksimal. Saat-saat ini hampir sama seperti saat Andy melihat gambar porno untuk pertama kalinya.<br />
<br />
Dengan tangan yang semakin gemetaran, Andy lalu mengelus-elus dada Elisa yang masih terbungkus BH itu dengan perlahan-lahan. Saking bergairahnya, Andy bahkan merasakan bahwa batang penisnya ikut bergetar.<br />
<br />
Andy lalu menurunkan celana panjang Elisa perlahan-lahan sampai pada lututnya, dan terlihatlah celana dalam Elisa beserta pahanya yang mulus.<br />
<br />
Tangan kanan Andy lalu mengelus-elus paha Elisa yang lembut itu, sementara tangan kirinya meremas-remas bagian atas dada Elisa yang tidak tertutup oleh BH dengan perlahan-lahan. Setelah mengelus-elus paha dan dada Elisa selama beberapa saat, Andy merasa bahwa dia sudah tidak tahan lagi. Ingin rasanya dia melepaskan celana dalam Elisa, dan menusukkan batang penisnya kuat-kuat ke dalamnya.<br />
<br />
Akan tetapi, pada saat inilah Elisa terbangun dari tidurnya. Saat Elisa membuka matanya, dia sangat terkejut karena seseorang sedang berdiri di samping tempat tidurnya sambil memegangi paha dan dadanya. Kontan dia menjerit "Tolong..!"<br />
<br />
Melihat hal ini, secara refleks Andy langsung menutup mulut Elisa dengan tangan kanannya, dan dia juga segera tidur tertelungkup di atas tubuh Elisa supaya Elisa tidak melarikan diri. Namun Elisa juga tidak menyerah begitu saja, dia terus berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman Andy, kedua tangannya terus sembarangan pukul, dan kedua kakinya juga terus-menerus menendang.<br />
<br />
Selama kira-kira lima menit, Elisa terus meronta dan meronta, namun biar sekuat apapun dia memukul dan menendang, dia tetap tidak dapat menyingkirkan tubuh Andy yang sedang menekannya dengan keras. Namun pada saat sinar bulan yang melalui jendela mengenai wajah Andy, wajah Elisa memperlihatkan ekspresi terkejut yang teramat sangat. Air mata tiba-tiba mengalir turun membasahi pipinya, dan entah kenapa, perlawanan Elisa berangsur-angsur melemah, dan pada akhirnya dia malah tidak memberikan perlawanan sama sekali, entah karena tenaganya telah terkuras habis, atau karena dia sudah pasrah akan nasibnya, atau mungkin juga karena alasan lain.<br />
<br />
Rintihan dan rontaan Elisa tadi malah membuat nafsu sex Andy semakin meningkat, dan pada saat ini nafsu sex-nya sudah mencapai tahap klimaks. Melihat Elisa yang sudah tidak memberikan perlawanan lagi, Andy langsung meremas-remas tubuh Elisa dengan kasar.<br />
<br />
Mula-mula Andy melepaskan tangan kanannya dari mulut Elisa dengan perlahan-lahan. Setelah melihat bahwa Elisa tidak berteriak lagi, dia langsung meremas-remas kedua dada Elisa yang masih terbalut BH berwarna putih itu dengan bernafsu.<br />
<br />
Tidak lama kemudian, dia pun merobek baju piyama Elisa, dan membuangnya ke lantai. Rintihan kesakitan Elisa membuat Andy semakin bergairah. Andy lalu melepaskan celana panjang Elisa dan sementara kedua tangannya tetap meremas-remas dada Elisa, lidahnya menjilat-jilat vagina Elisa yang masih terbungkus oleh celana dalam itu.<br />
<br />
Setelah selang beberapa waktu, Andy lalu menciumi bagian dada Elisa yang tidak tertutup oleh BH, sekaligus menjilatinya. Andy juga menciumi bagian leher dan bibir Elisa dengan paksa.<br />
<br />
Setelah puas menciumi Elisa, Andy lalu melepaskan BH dan celana dalam Elisa, sehingga sekarang Elisa sedang dalam keadaan telanjang bulat dan dalam posisi tidur terlentang di atas tempat tidurnya.<br />
<br />
Melihat kedua dada Elisa yang besar dan berisi, serta vaginanya yang dipenuhi oleh bulu-bulu halus, Andy tidak dapat menahan dirinya lebih lama lagi. Dia langsung melepaskan baju, celana, dan celana dalamnya, sehingga mereka berdua sekarang dalam keadaan telanjang bulat.<br />
<br />
Tangan kiri Andy lalu meraba-raba vagina Elisa, sementara tangan kanannya memutar-mutar puting susu Elisa. Perbuatan Andy membuat tubuh Elisa sedikit bergetar karena saking gelinya. Tidak lama kemudian, Andy merasakan vagina Elisa mulai basah dan mengeluarkan cairan.<br />
<br />
Andy lalu menusukkan batang penisnya ke dalam vagina Elisa. Tindakan ini, membuat Elisa menjerit kesakitan, namun Andy sudah tidak peduli lagi. Walaupun Elisa menangis terisak-isak, Andy tetap saja mencengkram kedua dada Elisa sambil memompa vaginanya dengan keras. Andy yang sekarang sudah kehilangan akal sehatnya dan sudah dikuasai oleh hawa nafsu. Sekarang tujuannya hanya satu, yaitu menyetubuhi gadis yang sekarang sedang tidur terlentang di hadapannya.<br />
<br />
Namun entah karena rasa takut atau malu, Elisa berusaha untuk menahan dan memperkecil suara teriakannya.<br />
<br />
Sementara itu, Andy terus menggerakkan pantatnya naik turun sesuai irama. Rintihan kesakitan Elisa hanya membuatnya semakin bersemangat.<br />
<br />
Walaupun penis Andy sedang melakukan tugasnya keluar masuk vagina Elisa, tangannya juga tidak tinggal diam. Kedua tangannya terus meremas-remas kedua dada Elisa dengan keras, sehingga kadang-kadang Elisa merintih. "Ahh.. sakit bang.. AHH.. jangan bang.."<br />
<br />
Setelah memompa vagina Elisa selama kira-kira 15 menit, Andy akhirnya menyemburkan spermanya ke dalam vagina Elisa, membuat Elisa menjerit tertahan.<br />
<br />
Biasanya setelah ejakulasi penis Andy akan menjadi lemas dan mengecil, dan dia juga akan terduduk lemas, akan tetapi karena ini adalah pertama kalinya Andy melakukan sex nyata dengan seorang wanita, sehingga penisnya tetap saja menegang, dan rasanya dia masih punya kekuatan untuk melakukannya sekali lagi, atau bahkan mungkin dua kali lagi.<br />
<br />
Namun Andy tidak ingin terburu-buru, dia ingin menikmati malam ini hingga sepuas-puasnya. Andy lalu memain-mainkan kedua dada dan puting susu Elisa. Mula-mula dia meremas-remas dada Elisa, seperti tukang susu yang sedang memerah susu sapi. Lalu dia memutar-mutar puting susu Elisa, dan menjilatinya serta menghisapnya.<br />
<br />
Mulut Andy menghisap-hisap dada sebelah kiri Elisa, sedangkan tangan kanannya meremas-remas dada Elisa yang satu lagi. Lalu tangan kirinya digunakan untuk meraba-raba paha dan vagina Elisa.<br />
<br />
Gerakan Andy yang makin lama makin mengganas itu membuat Elisa merintih dan meronta. "Jangan bang.. cukup bang.. ahh.. Akhh.. sakit bang.." Namun Andy tidak peduli. Andy dengan tubuhnya yang lumayan kekar itu tetap menekan tubuh Elisa, sehingga dia tidak bisa banyak bergerak.<br />
<br />
Setelah menghisap puting susu Elisa selama beberapa saat, Andy lalu menurunkan kepalanya sampai sejajar dengan vagina Elisa, dan diapun mulai menjilat-jilati vagina Elisa. Mula-mula Andy menjilati bagian luar vagina Elisa. Kemudian secara perlahan-lahan dia pun mulai menjilati bagian dalam vagina Elisa, sambil sesekali menusuk-nusukkan lidahnya kedalam vagina tersebut.<br />
<br />
Gerakan lidah Andy yang semakin mengganas itu membuat Elisa merintih dan mengerang. "Ah.. geli bang.. Ahh.. Ahh.. AHH.. jangan.. bang.."<br />
<br />
Setelah puas menjilati vagina Elisa, Andy lalu mengangkat kedua kaki Elisa dan meletakannya di atas kedua pundaknya. Andy lalu kembali menusukkan penisnya ke dalam vagina Elisa dan menekan kedua paha Elisa hingga menyentuh kedua dadanya sendiri, lalu Andypun mulai memompa vagina Elisa lagi.<br />
<br />
Melihat hal ini, Elisa berusaha untuk menolak tubuh Andy. Namun tenaganya saat ini sudah terkuras habis, sehingga dia hanya pasrah saja, sambil sesekali merintih dan mengerang.<br />
<br />
Mula-mula pantat Andy bergerak maju mundur dengan perlahan, dan gerakannya sedikit demi sedikit dipercepat. Namun sesudah lebih dari 10 menit, pantatnya digerak-gerakkan dengan cepat dan kasar, sehingga suara rintihan Elisa terdengar semakin keras dan terputus-putus.<br />
<br />
Tidak lama kemudian, Andy pun menembakkan spermanya ke dalam vagina Elisa untuk yang kedua kalinya.<br />
<br />
Walaupun sudah berejakulasi untuk yang kedua kalinya, namun nafsu sex Andy tetap saja tinggi. Dia lalu mengganti posisi Elisa dan mulai memompa vaginanya lagi, sambil meremas-remas kedua dadanya.<br />
<br />
Kali ini Elisa tidak merintih dan meronta lagi, badannya tergeletak lemas di atas ranjang. Dia merasakan dada dan vaginanya sudah mati rasa. Matanya menatap ke atas rembulan yang sedang menggantung di langit malam. Pandangannya menerawang jauh..<br />
<br />
*****<br />
<br />
Keesokan harinya, kedua orang tua Andy beserta adik-adiknya akhirnya pulang dari rekreasi. Teman Elisa yang satu lagi juga telah tiba di rumah Andy.<br />
<br />
Namun Elisa sepertinya tidak mengatakan hal tersebut kepada siapa-siapa, termasuk teman sekamarnya, soalnya semua orang melakukan kegiatan sehari-harinya seperti biasanya, dan setiap kali Andy berpapasan dengan Lidya, teman sekamar Elisa, Lidya selalu tersenyum kepadanya, seakan-akan antara Andy dan Elisa tidak pernah terjadi apa-apa.<br />
<br />
Satu hal yang berubah adalah, Elisa selalu berusaha untuk menghindari Andy, sama halnya dengan Andy, setiap kali melihat Elisa, dia juga selalu berusaha untuk menghindar.<br />
<br />
Lima hari kemudian, Elisa tiba-tiba mengatakan bahwa dia hendak pindah ke tempat lain. Hal ini tentu saja mengejutkan semua orang. Sewaktu ditanya alasannya, dia hanya berkata bahwa tempat kosnya yang baru lebih dekat dengan kampusnya, dan Lidya juga ikut pindah bersamanya.<br />
<br />
Setelah Elisa pindah keluar, Andy masuk ke kamar itu lagi. Dia melihat-melihat ruangan itu sejenak, kemudian saat dia hendak melangkah keluar, dia melihat keranjang sampah kecil yang terletak di sudut ruangan hanya terdapat tiga gumpalan kertas. Karena penasaran, Andy lalu mengambil tiga kertas tersebut, dan diluruskannya kertas-kertas itu.<br />
<br />
Kertas yang pertama hanya berisi coret-coretan yang tidak penting. Sedangkan kertas yang kedua dan ketiga merupakan sobekan dari sebuah diari. Kertas yang kedua hanya berisi tentang perjalanan Elisa dari rumahnya sampai ke rumah Andy. Sedangkan saat Andy selesai membaca kertas yang terakhir, tanpa disadarinya, air matanya mengalir turun membasahi pipinya. Hatinya serasa bagaikan disayat sembilu.<br />
<br />
Isi kertas yang terakhir adalah sebagai berikut: "lalu saat saya sedang memasak indomie di dapur, tiba-tiba seorang cowok membentakku. Saya sangat terkejut. Tapi setelah kami berbincang-bincang, rupanya dia adalah anak pemilik rumah ini, namanya Andy. Menurutku orangnya lumayan cakep, dan entah kenapa, sewaktu saya berbincang-bincang dengannya, rasanya ada sebuah perasaan aneh muncul di hatiku.<br />
<br />
Siang itu tidak ada hal yang istimewa, dan malamnya saya makan malam bersama Andy dan tantenya.<br />
<br />
Setelah makan malam saya langsung kembali ke kamar dan membaca buku sampai lupa waktu. Malam ini haid saya datang lagi, sungguh membuatku kesal. Akan tetapi, mungkin saya juga harus berterima kasih kepadanya, karena saat saya keluar dari toilet, saya berpapasan dengan Andy. Saya hanya tersenyum kepadanya karena badan saya sudah lemas gara-gara haid, padahal sebenarnya saya ingin berbincang-bincang banyak dengannya.<br />
<br />
Kenapa ya setiap kali bertemu dengan Andy, jantungku selalu berdebar keras? Apakah mungkin, saya jatuh cinta kepadanya? Wah, jadi malu nih.<br />
<br />
Baiklah, besok saya pasti akan mengajaknya ngobrol. Semoga besok cepat datang."</span></span>Private Securityhttp://www.blogger.com/profile/10275932906534986125noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4303797405610259907.post-71590421496718925212011-03-08T00:34:00.001-08:002011-03-08T00:34:27.442-08:00Selingkuh sang istri<span class="Apple-style-span" style="border-collapse: separate; color: black; font-family: 'Times New Roman'; font-size: small; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; letter-spacing: normal; line-height: normal; orphans: 2; text-indent: 0px; text-transform: none; white-space: normal; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span class="Apple-style-span" style="color: #333333; font-family: Verdana,Arial,Tahoma,Calibri,Geneva,sans-serif; font-size: 13px;">Narti istriku nampak tanpa ragu saat menerima Arman. Sebagai Satpam kantorku memang Arman kerap aku suruh ke rumah apabila ada hal-hal yang biasanya terlupa tak terbawa ke kantor. Semula aku sama sekali tidak curiga. Perjalanan dari kantor ke rumah bolak-balik pada kondisi normal paling memakan waktu 2 jam. Atau pada saat jam-jam macet paling 3 jam. Namun tidak jarang Arman menghabiskan waktu seharian untuk sekedar mengambil dokumen atau surat-surat yang kuperlukan.<br />
<br />
Alasannya, "Ibu mesti mencari-cari dulu di laci atau lemari bapak".<br />
<br />
Padahal semua dokumen dan surat-suratku berada jelas di atas meja kerjaku. Yaa, sudah.. Mungkin Arman menggunakan kesempatan tugas luar untuk main-main dulu di tempat lain.<br />
<br />
Pada suatu kesempatan aku kembali menyuruh Arman untuk ke rumah. Satu bundle surat-surat dia atas meja kerjaku kuperlukan untuk memenuhi permintaan relasi bisnisku. Sangat penting. Aku pesan Arman agar terus balik ke kantor. Jangan pakai main-main ke tempat lain dulu.<br />
<br />
Sesudah saya kasih uang transport secukupnya dia langsung berangkat. Sesuai janjiku pada relasi aku akan ketemu nanti pada jam makan siang. Aku perhitungkan sekitar 2 atau 3 jam lagi tepat pada jam makan siang aku sudah menerima bundle surat itu dari Arman.<br />
<br />
30 menit sesudah keberangkatannya relasiku menelpon minta agar pertemuan makan siangnya di ajukan jam 11 siang itu, karena transaksi bisnis yang akan dilakukannya akan berlangsung lebih awal dari jadwal, sehingga semuanya mesti diajukan waktunya. Waahh.. Aku agak panik.<br />
<br />
Akhirnya kuputuskan aku untuk mengambil sendiri surat-surat itu. Dengan mobilku aku pulang mendahului Arman. Rupanya kejadian inilah yang membuat aku jadi mengetahui adanya hubungan yang tidak selayaknya antara Arman dan istriku.<br />
<br />
Saat aku memarkir mobil di seberang rumahku ternyata Arman telah sampai mendahului aku. Aku melihat sepatunya yang dia lepas berada depan di pintu. Sementara itu pintunya tertutup. Aku berpikir mungkin istriku sedang mencari surat-surat yang kuperlukan itu.<br />
<br />
Namun tiba-tiba saja aku seakan mendapat firasat. Kenapa pintunya mesti ditutup? Dan aku langsung ingat akan Dik Narti istriku yang cantik dan sekaligus Arman petugas Satpamku yang boleh dibilang seorang lelaki yang tegap dan pasti menarik bagi libido para perempuan. Adakah firasatku ini benar??<br />
<br />
Akhirnya kuputuskan untuk tidak langsung membuka pintu masuk. Aku akan sedikit berputar dan hati-hati melongok dari jendela ruang kerjaku. Haahh.. Kulihat ternyata Arman nampak menunggu sesuatu sambil duduk bengong di kursiku. Tak lama kemudian dari balik pintu muncul Dik Narti membawa secangkir teh. Nampak wajah-wajah mereka demikian cerah dan.. Kenapa sikap antara keduanya demikian nampak akrab?<br />
<br />
Aku seperti tersambar petir melihat kejadian selanjutnya. Begitu Dik Narti menaruh cangkir tehnya ke meja tangan Arman langsung bergerak menyambut pinggulnya dan tanpa ragu Dik Narti duduk di pangkuannya. Bahkan lebih jauh lagi, Dik Narti langsung merangkul pundak Arman dan kini mereka saling berciuman dan berpagut. Demikian nikmat pagutan mereka. Dik Narti yang posisi wajahnya di atas memutar-mutarkan wajahnya pada wajah Arman di bawahnya yang juga mengimbangi dengan memutar-mutar pula. Mereka pasti sedang melepas lidah dan ludahnya untuk saling menerima dan memberi. Berkali-kali kudengar suara kecupan saat bibir-bibir mereka lepas sesaat.<br />
<br />
Kemudian nampak tangan istriku bergerak melepasi kancing kemeja Arman. Demikian pula tangan Arman melepasi kancing blus Dik Narti. Kini tubuh Arman nampak setengah terbuka dan blus Dik Narti telah lepas jatuh ke lantai. Arman langsung nyungsep ke ketiak Dik Narti yang masih berkutang. Dia menciumi lembah ketiak istriku. Kusaksikan bagaimana Dik Narti menggeliat-geliat di atas pangkuan Arman menerima nikmatnya kecupan dan jilatan bibir dan lidah Arman. Merasa tak ada orang lain, tanpa ragu Dik Narti mendesah dan merintih menahan derita nikmat yang sedang melandanya.<br />
<br />
Kemudian pada gilirannya kini Dik Narti turun dari pangkuan Arman. Dia sibak kemeja yang telah lepas kancingnya. Dia tengelamkan wajahnya ke dada Arman yang nampak sangat macho dengan otot-ototnya yang terawat bagus. Dan kini Armanlah yang melenguh dan mendesah. Dia raih dan elus-elus kepala Dik Narti yang semakin liar dengan mengemot-emot pentil susu di dada Arman.<br />
<br />
Aneh, bahwa aku tidak bertindak apa-apa untuk menghentikan tingkah Dik Narti dan Arman yang tidak selayaknya ini. Dik Narti jelas telah melakukan selingkuh dengan lelaki lain. Sementara Arman telah merusak pagar rumah tangga boss-nya yang adalah aku selaku pimpinannya di kantor.<br />
<br />
Dan yang lebih aneh lagi adalah aku. Kenapa diriku ini? Kini justru aku ingin menyaksikan ulah Dik Narti dan Arman jangan sampai terganggu. Aku ingin menyaksikan bagaimana wajah Dik Narti yang istriku ini menerima gelinjang syahwat birahi dari lelaki lain. Aku ingin menyaksikan saat-sat nanti Dik Narti dilanda orgasmenya. Aku ingin mendengarkan desahnya, atau racaunya, atau rintihannya. Aku ingin menyaksikan gelinjang tubuhnya saat menerima tusukkan erotis dari lelaki lain. Saat dia mesti bergoyang-goyang mengimbangi ayunan pompaan kontol lelaki lain pada lubang kemaluannya.<br />
Aku juga ingin menyaksikan bagaimana Arman yang bukan suaminya ini memberi dan menerima ritual nikmat untuk dan dari Dik Narti istriku. Bagaimana sebagaimana yang sedang kusaksikan menerima jilatan dan sedotan bibir cantik Dik Narti pada pentil susunya. Aku juga ingin menyaksikan saat-saat kontolnya melepaskan spermanya pada kemaluan istriku. Pasti dekapan dan cakaran kuku istriku akan membekas dan melukai daging dan kulitnya yang kekar berotit itu.<br />
<br />
Sementara itu ciuman istriku merambah turun ke perut Arman. Dengan menengadahkan wajahnya terdengar desis dan lenguh nikmat Arman menerima perlakuan Dik Narti ini. Dia kembali mengelusi dan sedikit mencabik rambut Dik Narti pertanada limpahan nikmat syahwat yang tak tertahankan. Tangannya juga nampak sedikit menekan. Rupanya Arman ingin istriku terus turun untuk menciumi bagian lebih bawah lagi.<br />
<br />
Nampaknya istriku tak asing dengan apa yang diinginkan Arman. Jari tangannya yang meraih celana Arman, menarik resluitingnya dan merosotkan lepas ke bawah. Celana itu merosot hingga terlipat di betisnya.<br />
<br />
Dalam gairah dan pesona nafsu birahinya Dik Narti kini menghadapi selangkangan berkancut atau celana dalam berwarna coklat. Yang nampak adalah bayangan batang gede melintang dari kanan ke kiri. Bayangan itu menggunung yang menggambarkan betapa kemaluan Arman memang luar biasa gede dan panjangnya. Mungkin inilah yang membuat istriku demikian bergairah menghadapi Arman Satpan kantorku itu.<br />
<br />
Tap perlu lagi diminta, Dik Narti meneruskan jilatan dan kenyotannya turun ke tepian celana dalam Arman. Bulu-bulu yang mengawali wilayah yang paling menggairahkan istriku nampak terserak di batas tepian celana dalam itu.<br />
<br />
Adegan berikutnya menampakkan kerakusan seorang perempuan selingkuh yang dengan liarnya membetot celana dalam lelaki yang bukan suaminya. Dengan gigitannya Dik Narti menarik lepas celana dalam Arman dari selangkangannya. Dia terus menggigit, sementara Arman mengikuti tarikan gigi Dik Narti. Diangkatnya kakinya kanan kemudian kiri hingga celana dalamnya bisa terlepas benar. Sebelum melemparnya ke lantai rupanya obsesi Dik Narti ingin terwujudkan pula. Diciuminya celana dalam itu, bahkan seakan dibekapkannya ke hidungnya sambil menarik nafas panjangnya.<br />
<br />
Begitu terbebas dari kekangan celana dalamnya nampak kontol Arman langsung mencuat gagah. Bonggol kepalanya berkilat-kilat menahan tekanan darah yang memenuhinya. Lubang kencingnya nampak mekar menantang. Batangnya segede pentungan Satpam Arman yang tak pernah ketinggalan. Urat-urat kasar melingkar-lingkar mengitari batangan panjang itu. Tangan Dik Narti langsung meraih dan menggenggamnya. Matanya demikian birahi menyaksikan penuh pesona kontol Arman di tangannya itu. Mukanya mendekat dengan hidungnya terlebih dahulu yang mengendusi.<br />
<br />
Tangan Arman langsung meraih kembali rambut Dik Narti,<br />
<br />
"Isep Bu.. Jilati ya Buu.. Uucchh.." Arman menyambut bibir Dik Narti yang siap menelan bonggol kontolnya.<br />
<br />
Namun itu belum dilakukan Dik Narti. Dia mulai dengan mencium kemudian mengangkat pepetkan ke perut Arman. Lidah dan bibirnya menjuilati dan mencium batangan berurat akar itu. Kepala Dik Narti nampak menggoyang untuk menangkap sudut-sudut tepat pada bantangan itu. Kemudian jilatannya melata hingga bijih pelir. Mulutnya mencakup biji itu dan mengulum-ulumnya. Seperti orang meriang terdengar suara rintih Arman bergetar dan berkesinambungan.<br />
<br />
Aku tak lagi sanggup hanya menyaksikan. Aku juga membuka kancing celanaku dan kukeluarkan kemaluanku. Aku melakukan masturbasi. Daya khayalku langsung terbang membubung dalam nikmat elusan tangan sendiri. Aku membayangkan nikmat betapa Dik Narti begitu sesak mulutnya karena kontol gede Arman. Kubayangkan nikmatnya saat bibir Dik Narti menelan dan mengulum kontolnya. Kubayangkan pedih kulit kepalaku saat Arman menjambaki rambut kepala Dik Narti.<br />
<br />
Setelah puas mendapatkan jilatan serta kuluman akhirnya Arman meraih lengan istriku untuk kembali duduk memunggungi dalam pangkuannya. Dik Narti dengan cepat melepasi sendiri rok bawahnya. Dalam pangkuan Arman dia membetulkan serta mengepas posisinya hingga kontol Arman persis di bawah bokongnya. Tangan Dik Narti memegang erat batang kontol itu dan menuntun agar tepat mendongkrak lubang kemaluannya yang masih terbungkus celana dalam.<br />
<br />
Dengan menyibak sedikit tepian celana dalam itu akhirnya kemaluan gede milik Arman itu berhasil menemukan lubang vagina Dik Narti. Desah dan lenguh kedua orang yang asyik masyuk itu mengantarkan masuknya kontol ke lubang vagina mereka. Arman cepat memindahkan tangannya memeluki tubuh telanjang istriku yang membelakanginya. Hidungnya kembali nyungsep serta mengenyot-enyot ketiak dan buah dada Dik Narti. Tangan-tangan Dik Narti nampak menggeliat ke atas dan berusaha meraih kepala Arman. Sementara ayunan telah langsung di mulai. Dik Narti menaik-turunkan pantatnya untuk memompakan kontol Arman ke lubang vaginanya. Sementara Arman dengan penuh kegatalannya menaik turunkan pantatnya menjemputi memek Dik Narti.<br />
<br />
Itulah puncak perselingkuhan Dik Narti dengan Arman petugas Satpam kantorku. Genjotan yang terus nyambung dan bertubi mendekatkan saraf-sarah birahi mereka dan menggiring dera nafsunya menuju ejakulai Arman. Dan tak ayal pula orgasme Dik Narti telah berada di ambangnya.<br />
<br />
Dengan riuh racau, desah dan rintihan keduanya akupun dengan pasti tergiring untuk lekas melepaskan spermaku. Aku mengkhayalkan seandainya sperma itu tumpah kemudian meleleh keluar dari bibir vagina istriku. Atau sperma itu tumpah muncrat-muncrat di mulut Dik Narti istriku. Khayal-khayalan itu mendongkrak syahwatku.<br />
<br />
Dan akhirnya tanpa bisa ditahan Arman meremas buah dada ranum Dik Narti dengan kerasnya. Dan Dik Narti berteriak tertahan dilanda orgasmenya yang telah di ambang. Kedua orang berasyik masyuk ini tanpa hambatan melepaskan kontrolnya dan meraih puncak-puncak birahinya.<br />
<br />
Nampak dari memek istriku Dik Narti 'ndlewer' mengalir cairan putih kental terbawa keluar masuk batang Kontol Arman. Mungkin berliter-liter. Sperma Arman seakan tak habisnya hingga melumuri lubang dan seluruh tepian memek Dik Narti.<br />
<br />
Tiba-tiba birahiku cepat bangkit lagi saat melihat bagaimana seprma Arman 'ndlewer' dari vagina istriku. Betapa nikmatnya seandainya aku menjilati langsung sperma itu dari memek Dik Narti. Aku berpikir keras. Dan akhirnya dengan buru-buru dan tergetar aku bangkit menuju pintu. Aku menggedor-gedornya,<br />
<br />
"Dik Nartii.. Mas pulang niihh.. Dik Nartii.."<br />
<br />
Dor, dor, dorr.. Aku pukul-pukul daun pintu dan tak lama,<br />
<br />
"Ah, Mas Gito, kok sudah pulang Mas. Ituu.. Ss.. Sii Arman baru saya suruh balik cepat ke kantor," istriku membuka pintu, mungkin sekitar 3 atau 4 menit sesudah aku menggedor pintu.<br />
<br />
Dan di belakangnya nampak Arman sedang mengepit bundel dokumen yang aku minta. Mereka berdua dengan cepat telah nampak berpakaian lengkap. Disamping juga nampak tegang ada yang kutandai, rambut Arman nampak belum nyisir, mungkin hanya ditarik dengan jari-jarinya dan pakaian Dik Narti nampak agak lusuh berantakan. Namun aku tidak memperlihatkan kecurigaanku sama sekali,<br />
<br />
"Iya, Man. Lekas kamu balik kantor. Nih aku tambahin uang lagi kamu cari taksi. Nih surat-surat serahkan sekretaris. Bilang bahwa anak buah Pak Jarwo akan mengambil siang ini. OK? Nanti aku nyusul," Nada bicaraku ini langsung menghilangkan ketegangan mereka. Aku benar-benar menunjukkan bahwa sediktpun aku tidak khawatir atau curiga pada mereka berdua.<br />
<br />
Namun begitu Arman balik ke kantor aku langsung menggelandang Dik Narti ke ranjang pengantin kami. Aku langsung tubruk dan menciumi istriku yang sangat kucintai ini. Pasti Dik Narti heran akan ulahku. Tak biasanya pulang kantor langsung merangsek begini padanya.<br />
<br />
Aku buka setengah paksa pakaiannya dan aku langsung menenggelamkan mukaku ke buah dada dan ketiaknya. Aku menjilati dan menciuminya. Masih sangat terasa adanya bau ludah Arman pada tubuh Dik Narti. Hal itu justru semakin merangsang birahiku.<br />
<br />
Sesudah melepaskan rok Dik Narti tangan kananku langsung merabai kemaluannya. Aku langsung tangkap lengketan yang sangat banyak pada bibir dan lubang vaginanya itu. Amun yang aku pertanyakan justru,<br />
<br />
"Aahh Dik Nartii.. Cepet sekali naik birahinya ya.. Lihat nih.. Sudah becek banget," seakan tahuku bahwa becekan itu adalah cairan birahinya. Dik Narti memandang aku dengan matanya yang ayu sambil mengangguk-angguk setuju akan omonganku.<br />
<br />
Dan aku tak lagi sabar. Ciuman di ketiak dan buah dadaku merambat meluncur turun dan langsung melabuh ke wilayah selangkangannya. Tanpa ragu aku julurkan lidahku. Aku menjilati dan menyedoti selangkangannya. Kembali bau keringat Arman kurasakan pada selangkangan Dik Narti.<br />
<br />
Dan akhirnya kudapatkan. Aku tergetar saat menyaksikan betapa menggelembung ranum memek istriku ini. Betapa jembut, bibir dan liang memek istriku belepotan oleh sperma Arman. Nampak gumpalan besar meleleh dari vagina Dik Narti. Sungguh sangat menggairahkan hasrat syahwatku. Aku mengenduskan hidung, menjulurkan lidahku dan mendekat.<br />
<br />
Aku mulai menyedot dan menjilati sperma Arman itu. Kurasakan begitu kental dan legitnya sperma Satpam-ku yang terasa ada asin dan sikit pahit-pahit ini. Kusedot lengket-lengket di jembutnya, di bibirnya. Dengan rasa penuh rakus kujilat hingga bersih yang meleleh dari kemaluan istriku Dik Narti.<br />
<br />
Pada kesempatan itu aku juga berhasil meraih orgasme dan ejakulasiku. Dengan menjilati cairan kental sperma Arman di seputar memek Dik Narti istriku aku merapatkan serta menggoyang pompa menggesek-gesekkan kemaluanku pada betisnya. Dan akhirnya tak terbendung pula air maniku muncrat membasahi kasur dan betis yang sangat seksi ini. Aku langsung lunglai.<br />
<br />
Aku tak sempat untuk melakukan penetrasi pada lubang vagina istriku karena mesti cepat balik ke kantor. Kutinggalkan Dik Narti tergolek telanjang di ranjang pengantin kami. Entah apa yang terpikir pada benak Dik Narti melihat ulahku ini.</span></span>Private Securityhttp://www.blogger.com/profile/10275932906534986125noreply@blogger.com0